Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Darurat Bullying dan Gagalnya Sistem Sekuler

Jumat, 14 November 2025 | 03:11 WIB Last Updated 2025-11-13T20:12:00Z

TintaSiyasi.id -- Kasus perundungan kembali mengguncang Indonesia. Ledakan di SMA 72 Jakarta yang diduga dipicu dendam akibat bullying memperlihatkan betapa rapuhnya kondisi generasi hari ini. Perundungan yang terus-menerus disebut menjadi salah satu faktor pemicu tindakan nekat tersebut. (liputan6.com, 7 November 2025)

Kasus lain muncul di Universitas Udayana. Seorang mahasiswa diduga mengakhiri hidupnya setelah mengalami tekanan dan perundungan di lingkungan kampus. Dunia pendidikan yang seharusnya menjadi ruang aman justru menjadi tempat yang melahirkan tragedi. (tempo.co, 15 Oktober 2025)

Di Blora, fakta baru terungkap bahwa pelaku bullying di sebuah SMP ternyata pernah menjadi korban perundungan saat masih SD. Pola berulang korban menjadi pelaku menunjukkan bahwa perundungan adalah luka estafet yang tidak pernah diselesaikan secara tuntas oleh sistem hari ini. (jateng.jpnn.com, 26 Oktober 2025)

Semua ini menegaskan satu hal, kita sedang hidup dalam masyarakat yang sakit. Sistem hari ini gagal membentuk manusia yang berakhlak dan gagal melindungi generasi. Pendidikan sekuler hanya mengejar nilai, ranking, dan akreditasi, tetapi mengabaikan pembentukan kepribadian. Akhlak bukan prioritas, kesadaran ruhiyah dianggap tidak relevan, dan standar benar–salah diletakkan pada selera manusia, bukan aturan Ilahi.

Akar Masalah: Sekularisme dalam Sistem Pendidikan

Sekularisme memisahkan agama dari kehidupan, termasuk dari pendidikan. Maka sekolah hanya menjadi ruang transfer ilmu, bukan pembinaan karakter. Anak-anak tumbuh tanpa pedoman akidah yang menuntun akhlak. Akibatnya, mereka mudah terpengaruh, tidak mampu mengelola konflik, dan sering mencari validasi dengan cara merendahkan orang lain.

Sementara itu, negara tidak mampu memberi perlindungan. Banyak kasus bullying dianggap “urusan internal sekolah” atau “sekadar masalah anak-anak”, padahal dampaknya bisa menghancurkan masa depan seseorang. Minimnya sanksi tegas memperkuat budaya impunitas di kalangan pelaku. (um-surabaya.ac.id, 20 Oktober 2025)

Solusi Islam: Menyembuhkan Akar, Bukan Sekadar Gejala

Islam hadir bukan hanya memberi sanksi bagi pelaku, tetapi membangun sistem kehidupan yang mencegah perilaku buruk sejak awal. Solusi Islam mencakup tiga pilar besar:

Pertama. Pendidikan berbasis akidah.
Pendidikan Islam menanamkan kepribadian Islam: pola pikir dan pola sikap yang dilandasi iman. Anak-anak diajarkan bahwa menzalimi sesama adalah dosa, dan bahwa setiap perilaku akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Pembinaan akhlak bukan kelas tambahan, tetapi inti dari kurikulum.

Kedua. Kontrol masyarakat yang aktif.
Lingkungan dalam masyarakat Islam hidup dengan budaya amar makruf nahi mungkar. Ketika ada perilaku merendahkan, mengejek, atau menganiaya, masyarakat tidak diam. Lingkungan sosial menjadi penjaga moral yang efektif.

Ketiga. Negara yang menjamin keamanan.
Dalam Islam, negara wajib menjamin keamanan setiap warga, termasuk pelajar. Sistem hukum Islam dengan ta’zir memungkinkan hakim memberi sanksi proporsional agar pelaku jera dan masyarakat terlindungi. Negara juga memastikan semua lembaga pendidikan dipimpin oleh orang yang kuat akhlaknya, bukan sekadar memenuhi persyaratan administratif.

Penutup: Jalan Keluar Ada pada Sistem Islam

Rangkaian kasus perundungan yang terjadi bukan sekadar kelalaian individu, tetapi buah pahit dari sistem sekuler yang gagal menumbuhkan manusia berkepribadian mulia. Selama nilai-nilai Ilahi tidak menjadi fondasi pendidikan dan kehidupan, maka krisis karakter akan terus terjadi.

Islam bukan sekadar ajaran moral, tetapi sistem hidup yang paripurna dan mampu mencegah kerusakan dari akarnya. Hanya dengan kembali pada aturan Allah, generasi dapat tumbuh dalam keamanan, kemuliaan, dan akhlak yang kuat. []


Sera Alfi Hayunda
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update