TintaSiyasi.id -- Polemik di media sosial mencuat setelah wajah Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto bersama para pemimpin dunia lainnya tampil di beberapa billboard raksasa di Tel Aviv, Israel, disayangkan oleh Jurnalis Joko Prasetyo sebagai partisipasi negara pengekor yang dipuji oleh pimpinan penjajah.
“Wow, ada pendatang baru dari negara pengekor
(Indonesia). Netanyahu senangnya minta ampun dengar pidato rezim negara pengekor
yang satu ini, sampai ngomong, ‘Saya ingin mengingatkan kembali pidato Presiden
Indonesia, negara Muslim terbesar di dunia. Saya rasa ini yang akan terjadi di
masa depan.’,” lugasnya kepada TintaSiyasi.ID, Senin (29/09/2025).
Om Joy, sapaan akrabnya, hingga mempertegas
kekecewaannya terhadap gambar tersebut dengan ucapan “Membanggakan, hebat luar
biasa.” dan “Sampai Tuan Yang Maha Mulia dan Yang Maha Agung Netanyahu
memujinya.”
Ia mengatakan, salah satu atau kombinasi tiga poin
mengapa orang-orang malah bangga dengan pidato Prabowo Subianto dalam Sidang Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Selasa (23/09/2025), yang berisi
tentang kemerdekaan Palestina dan Israel juga harus dijaga keamanannya.
Pertama, mereka tidak memiliki akal sehat. “Sehingga
tidak dapat memahami fakta dengan baik dan benar bahwa yang terjadi bukanlah
konflik melainkan perampasan tanah Palestina oleh Zionis Yahudi yang diinisiasi
Inggris dan dijaga AS,” tandasnya.
Kedua, jiwa mereka terjajah sehingga
terpukau atau terpaksa menuruti dengan solusi yang ditawarkan kafir penjajah
termasuk solusi dua negara untuk Palestina.
Ketiga, tidak menjadikan Islam sebagai pola
pikir dan pola sikapnya sehingga tidak menjadikan jihad dan khilafah sebagai
solusi Palestina.
Om Joy menerangkan, dulu, kaum Muslim sedunia termasuk
Palestina bersatu dalam naungan khilafah, yang puncaknya pada masa Khalifah
Sultan Sulaiman al-Qanuni, dua pertiga dunia termasuk Indonesia menjadi bersatu
dalam naungan Khilafah Utsmani.
“Namun, sejak kafir penjajah berhasil mengubah
pemahaman kaum Muslim maka yang terjadi adalah: pertama, mengubah ikatan
akidah Islam menjadi ikatan nasionalisme sehingga kaum Muslim sedunia yang
tadinya bersatu dalam naungan khilafah menjadi terpecah lebih dari 57 negara
bangsa,” bebernya.
Kedua, mengubah ketaatan khalifah kepada
Allah Swt. dan Rasul-Nya menjadi ketaatan setiap kepala negara Muslim
(presiden, perdana menteri, raja) kepada Amerika Serikat dan Perserikatan
Bangsa-Bangsanya.
Ketiga, mengubah jihad untuk mengusir
pasukan Salib dari Palestina menjadi mendukung solusi dua negara (two-state
solution) yang dicetuskan AS, dengan merelakan separuh wilayah Palestina
untuk entitas penjajah Zionis Yahudi.
“Jadi, bila serius ingin memerdekakan Palestina secara
hakiki dari penjajahann entitas Zionis Yahudi, maka pemahaman kaum Muslim
sendiri yang harus dikembalikan ke setelan awal yakni,” sebutnya.
“Pertama, kembali menjadikan akidah Islam
sebagai ikatan Muslim sedunia. Kedua, kembali membaiat khalifah untuk
menerapkan syariat Islam secara kaffahm,” lugasnya.
Ketiga, kembali berjihad mengusir entitas
penjajah Zionis Yahudi di Palestina dan entitas penjajah di mana pun termasuk
di Suriah, Arakan (Muslim Rohingya yang dijajah Budha Myanmar); Kashir Jammu
(yang dijajah Hindu India); Turkistan Timur (Muslim Uighur yang dijajah ateis
Cina); dan lainnya. Wallahu’alam bish-shawab.[] Rere