TintaSiyasi.id -- Menyoal narasi bernada menyudutkan pada tradisi pondok yang disiarkan Trans7, Budayawan Muslim Doni Riw mengungkapkan bahwa itu adalah serangan ke sekian kalinya pada elemen Islam.
"Ini adalah serangan ke sekian kalinya pada
elemen Islam. Kali ini yang kena NU," rilisnya di akun Telegram Doni
Riw Channel: Anak Gembala, Pondok Pesantren, dan Trans7, Jumat
(17/10/2025).
Sebelumnya, ia sebutkan, gonjang-ganjing isu miring
soal keabsahan nasab, dibidikkan pada trah habaib di Indonesia.
"Jauh sebelum itu, pembubaran pengajian ustaz-ustaz
Salafi, ustaz-ustaz mandiri seperti ustaz Hanan Ataki, dan lainnya yang
semisal," tambahnya.
Yang paling kejam menghentak nurani menurut Doni,
adalah pembantaian enam laskar FPI di kasus km 50 yang rest area-nya
kini telah tiada.
"Sebelumnya ada pencabutan badan hukum HTI atau
yang lebih sering mereka sebut sebagai pembubaran," ujarnya.
Anehnya bagi Doni adalah saat satu elemen Islam
diserang dari luar, elemen yang lain sesama Muslim ikut menyerang saudaranya.
Untuk elemen Islam lain yang tidak sedang diserang,
atau bahkan masih belum terjamah operasi itu, ia katakan, jangan merasa aman. “Belum
saatnya saja. Tunggu waktunya jadi korban yang sama,” ujarnya mengingatkan.
Doni kemudian teringat kisah tiga kerbau yang dimangsa
satu serigala. “Pada awalnya, serigala mau memangsa kerbau ke tiga. Untuk itu,
dia membujuk dua kerbau lainnya untuk diam, karena bukan target dan dipuji
sebagai teman serigala. Setelah kerbau tinggal dua, serigala membujuk kerbau
satu untuk diam saat nanti dia memangsa kerbau ke dua. Sebagai kerbau, dia
manut saja,” kisahnya.
"Terakhir, tinggal satu kerbau, ya sudah tinggal
dimangsa saja. Selesai. Maklumlah kerbau," sambungnya.
Lanjut Doni menuturkan, kalau bukan kerbau, semestinya
sadar saat dimangsa satu per satu. “Tidak bergembira saat saudara sesama Muslimnya
diserang. Tidak justru ikut menyerang sesama Muslim,” tandasnya.
"Tapi kenyataan sudah terjadi. Saya tidak punya
kuasa hentikan ini semua. Hanya bisa menjadi penggembala yang meniup seruling
lewat pena. Semoga lantunan ini menyadarkan bahwa kita bukan kerbau,"
tutupnya.[] Lanhy Hafa
