Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Shutdown AS Bukan Sekadar Drama Politik

Rabu, 29 Oktober 2025 | 22:40 WIB Last Updated 2025-10-29T15:40:23Z

TintaSiyasi.id -- Analis Ekonomi dari Pusat Kajian dan Analisa Data (PKAD) Ismail Izzuddin, menjelaskan shutdown (penghentian sementara sebagian operasional pemerintah) yang dilakuka Amerika Serikat bukan sekadar drama politik tetapi gejala diafungsi struktural.

"Ini bukan sekadar drama politik tetapi gejala disfungsi struktural. Jadi akankah Amerika Serikat ambruk seperti Uni Soviet?" Ujarnya di akun TikTok ismail.pkad, Ahad (26/10/2025).

Ia menjelaskan, kondisi Amerika Serikat sejak 1 Oktober 2025 lebih dari 4.100 pegawai federal dipecat, dan ratusan ribu lainnya dirumahkan tanpa gaji. Museum Nasional tutup, riset kesehatan berhenti, bahkan pengawasan wabah penyakit ikut lumpuh. 

"Kedengarannya seperti film Dystopia politik tetapi ini bukan fiksi ini realita Amerika hari ini," ungkapnya. 

Ia menjekaskan shutdown kali ini menunjukkan betapa rapuhnya sistem politik Amerika modern. Ketika dua partai sibuk bertarung sementara rakyat jadi korban, PHK massal pegawai Federal, layanan publik macet, dan pemerintah enggak bisa sependapat.

"Mungkin belum sekarang, mereka masih punya dolar, teknologi, dain Hollywood, tetapi sejarah mengajarkan setiap adidaya punya tanggal kadaluarsa dan tanda-tandanya sudah mulai muncul dari dolar yang mulai ditinggalkan, ekonomi yang timpang, sampai politik yang membusuk dari dalam," ungkapnya.

Ia berkisah, waktu itu Uni Soviet juga tampak tak terkalahkan, kekuatan militer besar, pengaruh global luas, tetapi sistem ekonominya rapuh, birokrasinya gemuk dan elit politiknya sibuk saling menjegal.

Di satu sisi, negara BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok (China), dan Afrika Selatan) mempercepat dedolarisasi, membayar minyak dan perdagangan antara mereka pakai yaun, Rubel, atau Rupee. Bahkan Arab Saudi sekutu lama Washington sudah menandatangani kesepakatan minyak dengan China tanpa dolar. 

"Dan di dalam negeri utang nasional Amerika Serikat tembus 35 triliun dolar setara lebih dari 120 persen PDB-nya, bayangin, tiap bayi yang lahir di Amerika Serikat hari ini otomatis berutang lebih dari 100 ribu dolar," ungkapnya. 

Oleh karena itu, ia menekankan, generasi muda global perlu belajar satu hal penting tidak ada kekuatan yang abadi, yang abadi adalah bangsa-bangsa yang mau belajar, beradaptasi dan berdikari bukan yang bergantung pada adidaya yang sedang sekarat, dan ketika sang adidaya mulai retak dunia punya kesempatan baru untuk menulis ulang peta kekuasaan.[] Alfia Purwanti

Opini

×
Berita Terbaru Update