TintaSiyasi.id -- Proyek strategis nasional (PSN) food estate dan energi estate di Merauke Papua Selatan yang diwacanakan pemerintah akan menjadi upaya kemandirian pangan dan energi dinilai sebagai pengulangan sejarah kelam yang menukar kedaulatan pangan dengan air mata dan darah masyarakat.
"Dibalik janji kemandirian pangan dan kemandirian energi, banyak pihak menyatakan proyek ini sebagai pengulangan sejarah kelam yang menukar kedaulatan pangan dengan air mata dan darah masyarakat," ungkap Analis Senior dari Pusat Kajian dan Analisa Data (PKAD) Fajar Kurniawan, di akun TikTok fajar.pkad, Jumat (24/10/2025).
Ia mengungkapkan bahwa proyek itu yang dimasukkan dalam ptoyek strategis nasional berpotensi memicu berbagai kerusakan. 
Pertama, deforestasi yang masif bahkan bisa mencapai 695.315 hektar. Kedua, penghancuran budaya dan ekologi. Karena hutan adalah jantung kehidupan bagi masyarakat adat dan suku-suku lain di Papua Selatan. Proyek ini tumpang tindih dengan puluhan wilayah adat dan beresiko menggusur mereka dari tanah leluhur mereka.
Ketiga, mengulang kegagalan di masa lalu seperti food estate di Kalimantan. Ini adalah pertempuran antara logika ekonomi jangka pendek untuk mencapai target ketahanan pangan melawan logika keadilan sosial dan ekologi untuk melindungi hutan dan hak masyarakat.
"Ini semua terjadi lagi-lagi karena keserakahan yang lahir dari sistem kapitalisme, sbuah sistem ekonomi yang hanya berpihak kepada pemilik kapital alias oligarki," cecarnya.
Ia menjelaskan, pemerintah mengklaim proyek ini dibangun diatas hutan milik negara dan tanah yang kosong yang katanya tidak berpenghuni. Pemerintah mengklaim, ini adalah solusi cepat atau fast trick untuk memastikan negara tidak bergantung pada impor.
Namun, ia menyarankan, untuk mencari alternatif sistem ekonomi yang lebih berkeadilan bukan yang eksploitatif, sistem ekonomi yang mengedepankan pemerataan dibandingkan pertumbuhan.
"Kalau kita semua sudah merasa muak dengan ketidakadilan yang terjadi hari ini saya kira saatnya kita berpikir ulang dan mereset mindset kita," jelasnya. 
Solusi
Pertama, mengganti sistem ekonomi kapitalistik dan menggantinya dengan sistem ekonomi alternatif yang lebih menjamin keadilan kesetaraan dan pemerataan untuk mewujudkan kesejahteraan di negeri ini.
Kedua, menghentikan seluruh eksploitasi sumber daya alam yang ada di negeri ini khususnya yang dilakukan oleh oligarki dan mengambil alihnya untuk kemudian dikelola negara agar kita bisa mewujudkan kedaulatan pangan dan energi dengan sebenar-benarnya.
Ketiga, membuat kebijakan ketat untuk pengelolaan sumber daya alam di negeri ini agar eksploitasi tidak menyebabkan kerusakan lingkungan dan ketimpangan sosial.
"Alih-alih kita melakukan perbaikan tambal sulam yang tidak berkesudahan kenapa kita tidak berani untuk mencari dan mengambil sistem alternatif yang lebih adil untuk kita gunakan mengelola negeri ini khususnya mengelola sumber daya alam kita yang melimpah ruah saat ini," pungkasnya. [] Alfia Purwanti