Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pengamat Amerika: Perjanjian Kerangka Kerja Sudan Adalah Hasil Perantara Barat

Senin, 27 Oktober 2025 | 17:39 WIB Last Updated 2025-10-27T10:39:43Z

TintaSiyasi.id -- Pengamat Politik Islam Amerika Sarah Mohamed menekankan bahwa Perjanjian Kerangka Kerja yang ditandatangani oleh kelompok militer dan kumpulan sipil pro demokrasi Sudan (FFC/Forces of Freedom and Change) pada Desember 2022 hanyalah hasil perantara Barat untuk kepentingan mereka di negara tersebut.

 

“Perjanjian Kerangka Kerja (The Framework Agreement) tersebut disusun oleh utusan PBB Volker Perthes di bawah pengawasan langsung Amerika dan Inggris. Jika kita telusuri kembali ke Perjanjian Damai Juba pada 03 Oktober 2020, perjanjian itu juga merupakan hasil perantara Amerika. Sebagaimana perjanjian atau kebijakan lain yang dimediasi oleh Amerika atau negara kolonial mana pun, mereka tidak pernah tulus,” ujarnya dalam sesi forum online yang disiarkan di platform Rumble.com bertajuk Only the Khilafah Will Bring Glory to Sudan, Sabtu (20/09/2025).

 

Menurutnya, meskipun perjanjian tersebut menjanjikan pemerintahan sipil dan pemilu setelah dua tahun transisi, perjanjian tersebut justru membuka jalan bagi penjajahan ideologi Barat dan nilai-nilai sekuler atas nama hak asasi manusia.

 

"Ketika perjanjian tersebut menyatakan bahwa pemerintah Sudan harus mematuhi piagam hak asasi manusia internasional, terutama terkait hak-hak perempuan, sebenarnya berarti mereka harus mematuhi hukum, prinsip, dan keyakinan sekuler Barat. Seperti Deklarasi Seattle dan Deklarasi Beijing," jelasnya.

 

Sistem Gagal

 

Menanggapi persepsi bahwa demokrasi adalah jalan terbaik menuju keadilan dan kesejahteraan, Sarah memperingatkan bahwa sistem tersebut telah gagal di tempatnya dan hal itu jelas terlihat oleh masyarakat dunia.

 

"Semua orang dapat melihat apa yang terjadi di Amerika, Inggris, atau Prancis, dan kemunduran yang terus-menerus mereka alami. Di saat yang sama, mereka berusaha menyembunyikan kegagalan ini dengan kebohongan yang terang-terangan dan manipulasi persepsi (gaslighting)," ujarnya.

 

Ia juga mengkritik pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam konferensi pers bersama Keir Starmer, yang ia anggap absurd.

 

Katanya, “Trump benar-benar membuat pernyataan konyol bahwa AS dan Inggris telah berbuat lebih banyak kebaikan di planet ini daripada negara lain mana pun dalam sejarah manusia.”

 

“Sekarang, meskipun benar bahwa mereka akan tetap bersama selamanya, faktanya mereka telah meninggalkan jejak kematian, kehancuran, dan kemiskinan. Tidak ada kebaikan yang datang dari negara-negara adidaya ini dan kolonialisme mereka,” lugasnya.

 

Ia menolak klaim bahwa demokrasi adalah jalan atau jalur menuju masa depan yang konon akan membawa kemakmuran, keamanan, dan pembangunan.

 

“Namun yang sebenarnya terjadi justru sebaliknya, rakyat terus menderita akibat pemerintahan yang korup, ketidakstabilan, ketidakamanan, dan kemiskinan,” kritiknya.

 

Seterusnya, ia turut menyangkal klaim demokrasi adalah sistem daripada rakyat untuk rakyat.

 

“Pada kenyataannya kekuasaan untuk membuat perubahan dan membuat undang-undang hanya berada di tangan segelintir elite kaya dan mereka melakukannya dengan mengorbankan kebutuhan rakyat,” tegasnya.

 

Sarah juga mempertanyakan nilai-nilai kemanusiaan yang dipromosikan oleh sistem kapitalis Barat, dengan mengatakan bahwa AS sendiri telah gagal memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya.

 

“Negara ini menghadapi infrastruktur yang memburuk, kemiskinan, kekurangan pangan, tunawisma, dan kesulitan mendapatkan perawatan medis. Sistem pendidikannya berada dalam kondisi yang sangat buruk. Anak-anak berusia lima tahun saja sudah berani mengancam akan melukai guru mereka,” bebernya.

 

Imbuhnya, demokrasi hanya menguntungkan negara-negara adidaya dan merupakan alat untuk mengalihkan perhatian rakyat demi mempertahankan kendali atas masyarakat dunia.

 

“Kekuatan kolonial Barat berbisnis menciptakan perpecahan, menciptakan faksi-faksi dan kekacauan di luar negeri dan bahkan di dalam negeri, karena hal itu membuat rakyat teralihkan, hanya berfokus pada bertahan hidup dan tidak menyadari adanya sistem alternatif yang mungkin ada untuk mengurus urusan mereka,” jelasnya.

 

Ia mengakhiri dengan menekankan bahwa penyatuan di bawah satu pemerintahan adalah cara untuk mengakhiri pendudukan Barat atas tanah-tanah Muslim.

 

"Setelah negara (khilafah) ditegakkan kembali di tanah-tanah kaum Muslim dan kita berada di bawah panji Islam dengan kekuatan militer yang bersatu, maka kita akan mampu melindungi tanah-tanah kita dari penjajahan, sebagaimana yang telah dilakukan pada masa Nabi Muhammad SAW," pungkasnya.[] Aliya Ab Aziz


 


 

 


 

 

 

 

Opini

×
Berita Terbaru Update