Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pengakuan Palestina Negara Berdaulat, Direktur FIWS: Negara Palestina Lemah dan Dilemahkan

Senin, 06 Oktober 2025 | 06:18 WIB Last Updated 2025-10-05T23:18:27Z

TintaSiyasi.id -- ‌Menanggapi diakuinya negara Palestina sebagai negara yang berdaulat, Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi menerangkan bahwa sesungguhnya itu negara Palestina yang lemah dan dilemahkan.

 

‌"Sebanyak 157 dari 193 anggota PBB itu mengakui negara Palestina sebagai negara yang berdaulat, apalagi kalau kita bicara negara Palestina kalaupun itu diakui, itu sesungguhnya adalah negara Palestina yang lemah dan dilemahkan," paparnya dalam Palestyn Diakui, #Israel Menjajah di kanal YouTube Khilafah News, Ahad (28/09/2025).

 

Menurut Bung Farid, sapanya, luasnya Negara Palestina sangat kecil bahkan terpisahkan dengan Tepi Barat. “Terpisahnya wilayah Palestina akan memudahkan penjajah Yahudi menguasainya,” tandasnya.

 

“Bisa kita lihat dari luasnya Negara Palestina kalau diakui sekarang, jadi kalau kita bicara Tepi Barat dan Gaza, luasnya itu hanya 6 ribu km persegi. Kalau kita bandingkan itu lebih kurang satu provinsi Bali. Ini artinya negara yang sangat kecil,” ungkapnya.

 

“Gaza terpisahkan dengan Tepi Barat, di situ ada pembagian daerah. Wilayah A ada sekitar 18 persen, kontrolnya ini ditangan otoritas Palestina, kemudian ada wilayah B yang luasnya sekitar 22 persen Tepi Barat, kontrolnya sipil ada di otoritas Palestina tetapi keamanan antara otoritas Palestina dan Israel. Kemudian ada area C di Tepi Barat itu sekitar 60 persen, ini yang paling luas, dan ini itu dalam kontrol penuh baik sipil maupun keamanan nya di bawah otoritas Yahudi,” jelasnya.

 

Karena itu, lanjutnya, bisa perkirakan Palestina sebagai sebuah negara akan sangat bergantung ekonominya kepada negara-negara lain termasuk masuknya lalu lintas ekonomi itu sangat tergantung pada Israel, itulah yang disebut sebagai posisi lemah.

 

Ia menambahkan, bahwa tak berhenti di situ, Negara Palestina harus melakukan demiliterisasi yaitu tidak boleh memiliki kekuatan militer, bahkan disyaratkan pelucutan terhadap persenjataan Hamas.

 

“Belum lagi syarat dari sebuah Negara Palestina merdeka yang disebut oleh presiden Prancis yaitu negara Palestina yang harus menjalankan demiliterisasi, artinya negara Palestina tidak dibolehkan memiliki kekuatan militer, bahkan disyaratkan pelucutan terhadap persenjataan Hamas dan pejuang perlawanan lainnya, sehingga terbentuk Palestina yang lemah secara militer,” terangnya.

 

Ini menunjukkan, tambahnya, solusi dua negara adalah solusi yang ilusi karena masih dalam cengkeraman entitas penjajah Yahudi.

 

“Oleh karena itu usulan solusi dua negara ini adalah solusi yang ilusi, tidak memberikan suatu signifikan terhadap pemberhentian penjajahan Yahudi, karena kontrolnya itu tetap masih dalam kontrol entitas Yahudi. Itulah realitas fakta dari negara Palestina kalau diakui sekarang ini,” pungkasnya.[] Nab

Opini

×
Berita Terbaru Update