TintaSiyasi.id -- Perwakilan guru dari Ikatan Pendidik Nusantara (IPN) keras menyuarakan nasib guru yang statusnya PPPK. Mereka meminta pemerintah agar lebih memperhatikan dan mensejahterakan guru. Salah satu perwakilan guru mengatakan PPPK tidak memiliki jenjang karier dan tidak memiliki uang pensiun serta gaji yang minim. Hal itu berbeda jauh dengan PNS. (Liputanenam, 6 Oktober 2025)
Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani meminta pemerintah agar tidak hanya menaikkan gaji guru dan dosen berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), tetapi juga memperhatikan nasib guru honorer. Ia berharap mulai tahun 2026 mendatang tidak ada lagi guru honorer yang menerima gaji hanya Rp 300.000 per bulan. (beritasatu.com, Senin 22 September 2025)
Padahal guru honorer memiliki peran yang sangat vital dalam dunia pendidikan, mereka juga berperan dalam memajukan pendidikan nasional, namun kehidupan mereka jauh dari kata sejahtera akibatnya banyak dari mereka terjerat Pinjaman Online (Pinjol).
Dalam sistem kapitalisme negara tidak memiliki anggaran yang cukup untuk menggaji guru secara layak, mereka beranggapan bahwa pendidikan sebagai beban atau sektor komersial bukan prioritas utama negara, dimana aspek keuntungan menjadi pertimbangan utama.
Alasan inilah yang membuat negara enggan mengeluarkan anggaran besar untuk pendidikan, karena pendidikan dianggap sebagai tanggung jawab masyarakat atau sektor swasta, bukan kewajiban negara, sementara sering kali anggaran yang awalnya diajukan bagi pendidikan justru difokuskan dan dialihkan untuk membiayai utang negara.
Dalam pandangan kapitalisme, negara berperan sangat minim, yakni hanya sebagai regulator, akibatnya dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) negara menyerahkan kepada swasta atau asing atas nama investasi akibatnya negara tidak memiliki pemasukan, alhasil negara hanya bergantung pada pajak dan utang yang menambah beban rakyat.
Inilah kegagalan sistem kapitalisme dalam mensejahterakan rakyatnya tak terkecuali guru yang dipandang sekadar faktor produksi, bukan pendidik mulia generasi. Guru hanya dianggap sebagai pekerja kontrak dengan gaji rendah dan tanpa jaminan kesejahteraan.
Lain halnya dengan sistem Islam, di mana mekanisme keuangan negara dalam Islam dikelola oleh Baitul Maal. Di mana sumber pendapatan diperoleh dari tiga pos yaitu zakat, kharaj dan fa'i serta ghonimah, dengan tiga pos pendapatan utama ini maka Baitul Maal mengelola keuangan negara untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar warga negara termasuk pembiayaan gaji guru yang sangat diprioritaskan.
Dalam sistem Islam gaji guru ditentukan berdasarkan nilai jasa, bukan berdasarkan status ASN/PPPK, semua guru dikategorikan sebagai pegawai negara, dan menempatkan guru sebagai pahlawan pendidikan. Negara khilafah akan memastikan terpenuhinya semua kebutuhan dasar rakyatnya baik sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan semua telah disediakan secara gratis oleh negara dengan kualitas terbaik.
Hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan kemakmuran bersama yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam, karena negara yang harus mengambil tanggung jawab penuh untuk menjamin dan mensejahterakan rakyat dan terutama para pendidik sesuai dengan amanat syariat.
Khilafahlah yang dapat menghentikan praktik korupsi yang menggerogoti anggaran pendidikan, untuk itu perlu adanya kritikan terhadap sistem kapitalisme dengan menyerukan perubahan yang mendasar dalam segala bidang dengan mengembalikan solusinya hanya kepada sistem Islam secara kaffah.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Nur Afrida
Aktivis Muslimah