Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Gaji Guru PPPK Minim, Islam Punya Mekanisme Adil

Rabu, 08 Oktober 2025 | 05:45 WIB Last Updated 2025-10-07T22:45:25Z

TintaSiyasi.id -- Isu kesejahteraan pendidik kembali mencuat setelah Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani, menekankan pentingnya perhatian pemerintah terhadap guru honorer. Menurutnya, langkah pemerintah yang berencana menaikkan gaji guru dan dosen ASN patut diapresiasi. Namun, perhatian yang sama juga seharusnya diberikan kepada para guru honorer.

Selama ini, guru honorer telah menjadi tulang punggung pendidikan di berbagai daerah, terutama di sekolah-sekolah yang kekurangan tenaga pendidik tetap. Mereka bekerja penuh dedikasi, membimbing anak-anak bangsa, tetapi kesejahteraannya masih jauh dari kata layak. 

Tak bisa dipungkiri, kualitas pendidikan nasional tidak hanya bertumpu pada guru ASN. Peranan guru honorer sangat vital, baik dalam menjaga keberlangsungan kegiatan belajar mengajar maupun dalam mendukung tercapainya pemerataan pendidikan. Sayangnya, apresiasi yang diterima kerap tidak sebanding dengan pengorbanan yang dicurahkan.

Pemerintah tentu memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan seluruh tenaga pendidik dihargai dengan pantas. Menaikkan gaji guru honorer bukan hanya soal angka di slip gaji, tetapi juga pengakuan terhadap kerja keras dan dedikasi mereka.

Sudah saatnya negara hadir memberikan keadilan bagi semua pendidik. Jika kita ingin menciptakan generasi unggul, maka guru honorer tidak boleh dikesampingkan. Mereka juga layak mendapat kesejahteraan, sejajar dengan peran besar yang mereka emban. (beritasatu.com, 22/09/2025) 

Di ruang parlemen, suara para guru PPPK menggema dengan kepedihan yang tak terelakkan. Di hadapan anggota DPR RI, perwakilan dari Ikatan Pendidik Nusantara (IPN) menumpahkan keluh kesah mereka. Meskipun status PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) sejatinya dibangun sebagai solusi tenaga pendidik non-ASN, realitas yang mereka alami jauh dari ideal. Mereka menegaskan bahwa mereka tidak menaruh iri terhadap rekan PNS. Namun, apa yang mereka minta hanyalah keadilan dan perlakuan yang manusiawi. Hak untuk memiliki jenjang karier yang jelas, hak pensiun, dan remunerasi yang layak, semua itu belum menjadi bagian dari kehidupan mereka yang sehari-hari.

Para guru PPPK menyebut bahwa gaji mereka jauh di bawah standar yang pantas, terlebih bila dibandingkan dengan PNS. Tanpa jalur karir yang pasti, tanpa jaminan masa depan yang terstruktur, mereka merasa seperti berada di ruang yang penuh ketidakpastian. Mereka mengatakan bukan perlombaan status, tetapi sekadar harapan sederhana agar pemerintah tidak mengabaikan keberadaan dan fungsi guru PPPK, begitu kira-kira hati yang mereka suarakan. (liputan6.com, 26/09/2025) 

Belum lagi isu gaji guru PPPK paruh waktu sebesar Rp18 ribu per jam yang juga ramai dibicarakan. Angka itu sebenarnya bukan gaji pokok, melainkan hasil pembagian gaji bulanan dengan jumlah jam kerja. Contohnya, gaji Rp3 juta untuk 160 jam kerja per bulan setara dengan Rp18.750 per jam. Jika jam kerja hanya 100 jam, maka gaji yang diterima sekitar Rp1,8 juta.
Besaran gaji PPPK paruh waktu sangat bergantung pada jumlah jam kerja, kebijakan pemerintah daerah, serta kualifikasi guru. Jadi, angka Rp18 ribu hanyalah perhitungan matematis, bukan penetapan gaji tetap. (www.sindonews.com, 23/09/2023) 

Sungguh sangat membuat pilu menyaksikan kenyataan pahit dari dunia pendidikan. Padahal seharusnya, guru PPPK mendapat penghormatan dan kesejahteraan yang layak, namun justru hidup dalam ketidakpastian. Mereka yang telah menempuh pendidikan tinggi hingga S2 bahkan S3 tidak memiliki jenjang karir yang jelas. Masa depan mereka pun suram karena tidak adanya jaminan pensiun. Lebih menyedihkan lagi, gaji yang diterima sangat minim, bahkan ada yang tidak mencapai satu juta rupiah per bulan. Dengan kondisi seperti itu, banyak dari mereka akhirnya terjerat utang bank atau pinjaman online hanya demi menutupi kebutuhan hidup sehari-hari. Banyak juga yang mencari pekerjaan tambahan hingga akhirnya mereka tidak fokus dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik generasi. 

Bukankah ini sebuah ironi bagi mereka yang mengabdikan diri mencerdaskan anak bangsa? Akar masalah dalam sistem Kapitalisme ini tidak dapat dilepaskan dari kerangka besar sistem kehidupan yang sedang diterapkan dinegeri ini. 

Dalam sistem kapitalisme, negara seringkali beralasan tidak memiliki cukup anggaran untuk memberikan gaji layak kepada guru. Hal ini terjadi karena kekayaan alam yang melimpah justru diserahkan kepada swasta dan asing dengan dalih investasi.

Pemasukan negara akhirnya hanya bertumpu pada pajak dan utang, yang ironisnya justru membebani rakyat. Dalam paradigma Kapitalisme, guru PPPK dipandang bukan sebagai pendidik mulia generasi, melainkan sekadar faktor produksi murah. Mereka didiskriminasi, diperlakukan tidak adil, dan dizalimi oleh kebijakan yang hanya berpihak pada kepentingan segelintir orang. Maka jelaslah bahwa selama kapitalisme bercokol, kesejahteraan guru hanyalah mimpi. Sistem kapitalisme ini memang rusak dari akarnya, maka wajar jika selalu melahirkan kebijakan rusak dan keliru yang tidak sesuai dengan fitrah manusia.

Islam memiliki sistem hidup yang jauh berbeda dari Kapitalisme. Sistem Islam mewujudkan keadilan bagi seluruh. Dalam sejarah, Islam melalui kepemimpinan khilafah pernah menguasai dua pertiga dunia dengan kejayaan dan kesejahteraan yang merata. Salah satu pilar pentingnya adalah pengelolaan keuangan negara melalui Baitul Maal.

Dalam Islam, harta negara dikelola dengan tiga sumber utama. Ada pos kepemilikan negara seperti fai’, kharaj, jizyah, dan ghanimah. Ada pula kepemilikan umum berupa kekayaan alam, seperti tambang, hutan, air, laut, dan energi yang wajib dikelola negara untuk kemakmuran rakyat dan bukan diserahkan kepada swasta atau asing. Selain itu, ada kepemilikan individu yang sebagiannya dikenai zakat sesuai aturan syariah.

Melalui mekanisme ini, pembiayaan pendidikan, termasuk gaji guru, diambil dari pos kepemilikan negara. Gaji ditentukan berdasarkan nilai jasa dan kebutuhan hidup yang layak, bukan berdasarkan status ASN atau PPPK. Dalam sistem Islam, guru dipandang sebagai pegawai negara yang mulia, bukan buruh murah. Bahkan pendidikan, kesehatan, dan keamanan dijamin secara gratis oleh negara dengan kualitas terbaik. Islam sangat memperhatikan aspek pendidikan bahkan mendukung penuh dalam bentuk sarana dan prasarana demi terwujudnya kualitas pendidikan yang baik. Kewajiban negara ini sebagaimana dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:

(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (TQS. Al-Hajj: 41)

Apa yang menimpa guru PPPK hanyalah salah satu potret nyata dari kerusakan kapitalisme. Selama sistem ini terus dipertahankan, penderitaan umat tidak akan pernah berakhir. Jika kita benar-benar menginginkan perubahan hakiki, maka tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada sistem Islam kaffah.

Hanya dengan penerapan syariah Islam Kaffah dalam naungan Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah, kesejahteraan guru dapat dijamin, generasi dapat tumbuh cerdas, dan umat akan kembali meraih kejayaan sebagaimana yang pernah dicapai dahulu.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Yusniah Tampubolon
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update