Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Magang Berbayar, Akankah Menjadi Solusi Masalah Pengangguran?

Rabu, 29 Oktober 2025 | 06:41 WIB Last Updated 2025-10-28T23:42:03Z

TintaSiyasi.id -- Baru-baru ini, pemerintah meluncurkan program magang berbayar yang terasa menjadi angin segar bagi para sarjana, khususnya bagi yang baru lulus dalam kurun waktu satu tahun. 

Dalam program ini perusahaan di berbagai bidang diarahkan untuk mendata berapa job yang terbuka, tenaga kerja yang dibutuhkan dan nantinya diisi oleh para lulusan sarjana. Program yang dijalankan selama 6 bulan ini dirancang untuk menjembatani dunia pendidikan dengan dunia kerja dan bertujuan untuk memberi kesempatan bekerja agar meningkatkan kompetensi para sarjana, dengan kata lain agar para sarjana memiliki pengalaman di dunia kerja sehingga pasca magang lebih mampu bersaing. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam akun instagram resminya menyatakan seluruh peserta magang juga akan menerima upah atau uang saku bulanan setara UMP yang sepenuhnya ditanggung oleh APBN. Perusahaan sebagai penyelenggara magang diarahkan menyiapkan mentor untuk peserta magang.

Sekilas program ini seakan mengatasi masalah pengangguran, padahal jika dicermati penyebab masalah pengangguran adalah karena kecilnya ketersediaan lapangan kerja yang ada, bukan sekedar kompetensi yang dinilai kurang memadai atau butuh ditingakatkan, atau tidak mampu bersaing. Program magang berbayar ini seakan menutupi realitas tersebut. Apakah pasca magang seluruh peserta magang lantas dapat memiliki pekerjaan? Tidak, mereka harus tetap bersaing dengan ribuan sarjana lainnya untuk mendapatkan pekerjaan tetap. 

Kecilnya ketersediaan lapangan kerja ini menjadi tugas dan tanggung jawab negara untuk menyelesaikannya, dengan cara serius membangun sebesar-besarnya ketersediaan lapangan kerja bagi rakyat serta mencitptakan kemandirian bagi rakyat untuk melakukan aktivitas produksi. 

Hal ini dapat dilakukan jika berbagai sumber daya alam dikelola untuk kepentingan rakyat, jika kekayaan yang ada terdistribusi secara merata, saat aset dan modal tersebar merata, dan yang paling penting saat negara benar-benar memiliki tanggung jawab untuk mengurusi rakyat.

Persoalannya hari ini, kekayaan dan sumber daya alam dikuasai oleh segelintir orang yakni para kapital dan negaralah yang memberi izin kepemilikan ini, alih-alih kekayaan alam dimanfaatkan untuk membangun kemandirian ekonomi justru negara memberikannya kepada para kapital yang akhirnya membuat rakyat bahkan negara bergantung pada para kapitalis. 

Para kapitalis yang membangun bisnis, perusahaan tentu berorientasi mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, orientasi ini menjadikan mereka menekan sekecil mungkin pengeluaran aktivitas produksi, salah satunya gaji buruh atau karyawan. Artinya mereka tentu meminimalisir jumlah kebutuhan terhadap buruh serta mengusahakan gajinya sekecil mungkin. Inilah cara berpikir dalam ekonomi kapitalis. 

Pada akhirnya realitas kecilnya ketersediaan lapangan kerja disolusi dengan program magang berbayar yang upahnya sejatinya berasal dari pajak yang dibayar rakyat (APBN). Kesimpulannya magang berbayar tidak mampu menjadi solusi masalah besarnya pengangguran, selama negara tidak memiliki tanggung jawab penuh untuk membangun lapangan kerja bagi rakyat, serta tata kelola ekonominya masih menggunakan asas dan aturan ekonomi kapitalis maka masalah pengangguran akan terus menjadi bahaya laten.

Berbeda halnya dengan pengaturan ekonomi Islam, dalam Islam terdapat syariat yang mengatur kepemilikan, ada tiga kepemilikan, kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Masing-masing telah ditetapkan komoditinya serta pemanfaatannya. Contohnya tambang, minyak, hutan, laut, komoditi ini termasuk bagian kepemilikan umum, sehingga haram di miliki oleh sekelompok orang tertentu. Artinya seluruh rakyat dapat mengakses hutan, laut untuk dimanfaatkan mencari nafkah. 

Dalam Islam negara harus bertanggung jawab mengelola kepemilikan umum seperti tambang, minyak dan sebagainya dengan orientasi memenuhi kebutuhan seluruh rakyat, termasuk kebutuhan terhadap pekerjaan. Rasulullah bersabda:

 “Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim). []


Oleh: Ayu Fitria Hasanah, S.Pd.
Pengamat pendidikan dan sosial

Opini

×
Berita Terbaru Update