Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

FIWS: Peta Jalan Perdamaian Gaza Adalah Alat Kolonial Amerika

Senin, 27 Oktober 2025 | 15:40 WIB Last Updated 2025-10-27T08:41:17Z

TintaSiyasi.id -- Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi menyatakan bahwa rencana peta jalan perdamaian Gaza yang disebut Trump adalah bagian dari strategi kolonial Amerika.

 

“Dari poin-poin itu kita bisa melihat bahwa peta jalan perdamaian ala Trump ini sebenarnya alat kononial Amerika,” ujarnya di YouTube Syiar Malam bertajuk Mengkritisi Proposal Trump, Rabu (08/10/2025).

 

Ia dengan tegas mengungkapkan rencana perdamaian itu adalah sebuah proyek pengkhianatan yang dibungkus dengan istilah perdamaian dan rekonstruksi.

 

“Beberapa poin penting dari rencana perdamaian tersebut. Pertama, deradikalisasi Gaza dan program reedukasi yang bertujuan untuk melumpuhkan pemikiran dan perjuangan Islam,” sebutnya.

 

“Di balik poin itu sebenarnya adalah penghapusan ideologi Islam politik karena istilah radikalisasi ini senjata ideologis yang menghapuskan prinsip perlawanan jihad dalam Islam,” ulasnya.

 

“Sementara istilah terorisme digunakan untuk mengkambinghitamkan jihad fi sabilillah dan perlawanan kaum Muslim terhadap penjajahan. Karena itu perlu kita tegaskan perjuangan umat Palestina adalah jihad fi sabillillah, bukan ekstremisme,” tandasnya.

 

Lanjut, ia menerangkan, rekonstruksi Gaza di bawah bantuan dana internasional yang dikendali oleh Amerika, Bank Dunia, dan PBB sebenarnya adalah alat penjajahan ekonomi dan jalan menuju ketergantungan ekonomi pada lembaga kapitalis global.

 

“Perlu kita tegaskan, rekonstruksi tanpa kedaulatan Islam ini hanya akan menjadi penukar darah para syuhada dengan proyek-proyek IMF. Dan biasanya dana-dana yang banyak digunakan itu, dana-dana dari penguasa-penguasa Arab juga, yaitu sesungguhya berasal dari kekayaan kaum Muslim yang merupakan milik kaum Muslim,” jelasnya.

 

Kedua, pelucutan senjata Hamas dan faksi perlawanan merupakan bagian dari demiliterisasi total untuk melumpuhkan perjuangan perlawanan pembebasan tanah Palestina sehingga Zionis Yahudi nanti bisa mengendalikan Palestina.

 

“Padahal di dalam Islam kita diperintahkan untuk mempersiapkan pasukan untuk menghadap penjajah bukan menyerahkan senjata kita. Dalam Al-Qur’an Allah Swt. berfirman, “Waa’iddu lahum mas tatho’tum min quwwatin.” Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi,” bebernya.

 

Ia melanjutkan kritisnya, terhadap poin yang menyebut negara-negara regional akan menjadi penjamin agar Hamas mematuhi kesepakatan dan Gaza tidak lagi menjadi ancaman. “Jadi ini luar biasa. Yang menjadi korban itu adalah rakyat Palestina, tetapi negara-negara regional diminta menjadi penjamin agar Hamas mematuhi kesepakatan dan Gaza tidak lagi menjadi ancaman,” sesalnya.

 

“Ini senada dengan berbagai pernyataan dari elite-elite politik yang mengatakan harus menjaga keamanan Israel. Jadi yang disinggung itu justru keamanan Israel yang telah membunuh dan mengusir rakyat Palestina,” tandasnya.

 

Ia membayangkan, akan ditetapkan pasukan Arab internasional untuk menjaga perbatasan Gaza-Israel yang hakikatnya pasukan itu sebenarnya penjaga kepentingan Israel dengan wajah Arab.

 

"Keamanan umat Islam hanya terjamin di bawah kedaulatan Islam, di mana keamanan itu ada di tangan kaum Muslim sendiri, bukan di bawah pasukan boneka kolonial,” tuturnya.

 

Terkait transisi pemerintahan sipil, ia membeberkan bahwa sistem politik yang dirancang adalah sistem politik sekuler yang dikendalikan oleh tokoh internasional yang sejatinya banyak melakukan pembunuhan ke atas kaum Muslim.

 

“Jadi nanti yang akan mengendalikan Palestina itu adalah Board of Peace yang beranggotakan Donald Trump dan tokoh internasional seperti Tony Blair yang jejak-jejaknya penuh dengan jejak-jejak berdarah pembunuhan ke atas kaum Muslim, seperti yang dilakukan mereka di Irak dan negeri-negeri Islam lainnya,” katanya.

 

Selain itu, Farid menyebut di dalam proposal Trump itu adanya dialog lintas agama untuk menanamkan nilai toleransi dan hidup berdampingan.

 

“Terkait hal ini, ia menegaskan Islam tidak menerima kompromi dalam akidah dan isu-isu atau narasi-narasi satu keturunan Nabi Ibrahim as. sesungguhnya adalah legitimasi Barat untuk normalisasi dengan penjajah Yahudi.

 

“Kalau kita lihat ini merupakan agenda Barat, di mana dialog agama versi Barat itu menyamakan kebenaran Islam dengan kebatilan Yahudi dan Nasrani. “Demikian juga dialog antaragama dengan narasi satu keturunan Nabi Ibrahim ini sesungguhnya adalah legitimasi untuk normalisasi dengan penjajah Yahudi,” ujarnya.

 

Dengan nada tegas ia menyeru dan mengingatkan setiap Muslim agar menolak rencana pengkhianatan itu dan para pendukungnya karena menerima atau mendukungnya itu berarti bunuh diri secara politik dan dosa besar di hadapan Allah.

 

“Rencana ini bukanlah rencana damai, tetapi rencana penghancuran total perlawanan Palestina. Tujuan utamanya adalah melucuti senjata mujahidin, menghancurkan validitas militer Gaza, dan memastikan pendudukan Israel terus berlanjut,” pungkasnya.[] Rahmah

Opini

×
Berita Terbaru Update