“Dari poin-poin itu kita bisa melihat
bahwa peta jalan perdamaian ala Trump ini sebenarnya alat kononial Amerika,”
ujarnya di YouTube Syiar Malam bertajuk Mengkritisi Proposal Trump,
Rabu (08/10/2025).
Ia dengan tegas mengungkapkan rencana
perdamaian itu adalah sebuah proyek pengkhianatan yang dibungkus dengan istilah
perdamaian dan rekonstruksi.
“Beberapa poin penting dari rencana
perdamaian tersebut. Pertama, deradikalisasi Gaza dan program reedukasi
yang bertujuan untuk melumpuhkan pemikiran dan perjuangan Islam,” sebutnya.
“Di balik poin itu sebenarnya adalah
penghapusan ideologi Islam politik karena istilah radikalisasi ini senjata
ideologis yang menghapuskan prinsip perlawanan jihad dalam Islam,” ulasnya.
“Sementara istilah terorisme
digunakan untuk mengkambinghitamkan jihad fi sabilillah dan perlawanan kaum
Muslim terhadap penjajahan. Karena itu perlu kita tegaskan perjuangan umat
Palestina adalah jihad fi sabillillah, bukan ekstremisme,” tandasnya.
Lanjut, ia menerangkan, rekonstruksi
Gaza di bawah bantuan dana internasional yang dikendali oleh Amerika, Bank
Dunia, dan PBB sebenarnya adalah alat penjajahan ekonomi dan jalan menuju
ketergantungan ekonomi pada lembaga kapitalis global.
“Perlu kita tegaskan, rekonstruksi
tanpa kedaulatan Islam ini hanya akan menjadi penukar darah para syuhada dengan
proyek-proyek IMF. Dan biasanya dana-dana yang banyak digunakan itu, dana-dana
dari penguasa-penguasa Arab juga, yaitu sesungguhya berasal dari kekayaan kaum
Muslim yang merupakan milik kaum Muslim,” jelasnya.
Kedua, pelucutan
senjata Hamas dan faksi perlawanan merupakan bagian dari demiliterisasi total
untuk melumpuhkan perjuangan perlawanan pembebasan tanah Palestina sehingga
Zionis Yahudi nanti bisa mengendalikan Palestina.
“Padahal di dalam Islam kita
diperintahkan untuk mempersiapkan pasukan untuk menghadap penjajah bukan
menyerahkan senjata kita. Dalam Al-Qur’an Allah Swt. berfirman, “Waa’iddu
lahum mas tatho’tum min quwwatin.” Siapkanlah untuk menghadapi mereka
kekuatan apa saja yang kamu sanggupi,” bebernya.
Ia melanjutkan kritisnya, terhadap
poin yang menyebut negara-negara regional akan menjadi penjamin agar Hamas
mematuhi kesepakatan dan Gaza tidak lagi menjadi ancaman. “Jadi ini luar biasa.
Yang menjadi korban itu adalah rakyat Palestina, tetapi negara-negara regional
diminta menjadi penjamin agar Hamas mematuhi kesepakatan dan Gaza tidak lagi
menjadi ancaman,” sesalnya.
“Ini senada dengan berbagai
pernyataan dari elite-elite politik yang mengatakan harus menjaga keamanan
Israel. Jadi yang disinggung itu justru keamanan Israel yang telah membunuh dan
mengusir rakyat Palestina,” tandasnya.
Ia membayangkan, akan ditetapkan
pasukan Arab internasional untuk menjaga perbatasan Gaza-Israel yang hakikatnya
pasukan itu sebenarnya penjaga kepentingan Israel dengan wajah Arab.
"Keamanan umat Islam hanya
terjamin di bawah kedaulatan Islam, di mana keamanan itu ada di tangan kaum
Muslim sendiri, bukan di bawah pasukan boneka kolonial,” tuturnya.
Terkait transisi pemerintahan sipil,
ia membeberkan bahwa sistem politik yang dirancang adalah sistem politik
sekuler yang dikendalikan oleh tokoh internasional yang sejatinya banyak
melakukan pembunuhan ke atas kaum Muslim.
“Jadi nanti yang akan mengendalikan
Palestina itu adalah Board of Peace yang beranggotakan Donald Trump dan
tokoh internasional seperti Tony Blair yang jejak-jejaknya penuh dengan
jejak-jejak berdarah pembunuhan ke atas kaum Muslim, seperti yang dilakukan
mereka di Irak dan negeri-negeri Islam lainnya,” katanya.
Selain itu, Farid menyebut di dalam
proposal Trump itu adanya dialog lintas agama untuk menanamkan nilai toleransi
dan hidup berdampingan.
“Terkait hal ini, ia menegaskan Islam
tidak menerima kompromi dalam akidah dan isu-isu atau narasi-narasi satu
keturunan Nabi Ibrahim as. sesungguhnya adalah legitimasi Barat untuk
normalisasi dengan penjajah Yahudi.
“Kalau kita lihat ini merupakan
agenda Barat, di mana dialog agama versi Barat itu menyamakan kebenaran Islam
dengan kebatilan Yahudi dan Nasrani. “Demikian juga dialog antaragama dengan
narasi satu keturunan Nabi Ibrahim ini sesungguhnya adalah legitimasi untuk
normalisasi dengan penjajah Yahudi,” ujarnya.
Dengan nada tegas ia menyeru dan
mengingatkan setiap Muslim agar menolak rencana pengkhianatan itu dan para
pendukungnya karena menerima atau mendukungnya itu berarti bunuh diri secara
politik dan dosa besar di hadapan Allah.
“Rencana ini bukanlah rencana damai,
tetapi rencana penghancuran total perlawanan Palestina. Tujuan utamanya adalah
melucuti senjata mujahidin, menghancurkan validitas militer Gaza, dan
memastikan pendudukan Israel terus berlanjut,” pungkasnya.[] Rahmah
