"Salah satu masalah utama umat Islam hari ini adalah kaburnya pemikiran. Karena tadi nggak clear pemikirannya, makanya di sini pentingnya dakwah pemikiran yang kemudian menjernihkan pemikiran dengan detoksifikasi dari segala macam isme-isme. Itu cara terbaik untuk menyatukan mereka,” ujarnya dalam acara Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H bertajuk Satu Risalah, Satu Umat, Satu Tujuan, Sabtu (27/9/2025) di YouTube One Ummah TV.
Ia mengutip pendapat Syekh Muhammad Husein Abdullah dalam kitab Dirasat fi al-Fikr al-Islami, yang menganalogikan tubuh umat Islam seperti tubuh manusia.
“Kalau darahnya bersih, ia sehat. Kalau darahnya kotor, ia sakit. Darah di dalam tubuh umat Islam yang menjadikannya sehat, kuat, dan bisa disatukan adalah pemikiran, akidah, atau dengan bahasa lain, ideologi, mabda,” jelasnya.
Menurutnya, kondisi umat saat ini ibarat tubuh yang darahnya kotor, penuh racun.
“Banyak toksiknya, banyak racunnya. Sekularisasi, pluralisme, kapitalisme, sosialisme, liberalisme, macam-macam isme yang sudah merasuki tubuh umat Islam. Itu yang harus didetoks supaya darahnya bersih,” tegasnya.
K.H. Hafidz menekankan bahwa proses detoksifikasi dilakukan dengan dakwah pemikiran. Ia mengaitkan hal ini dengan firman Allah dalam Al-Qur’an, ud’u ila sabili rabbika bil hikmah (serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah). Hikmah, katanya, adalah hujjah yang kuat. Lalu al-mau’izhah al-hasanah adalah mempengaruhi perasaan dengan pemikiran yang menggugah hati. Sedangkan wajadilhum billati hiya ahsan adalah penjelasan terbaik, yakni menghancurkan racun (al-hadm) kemudian membangun kembali (al-bina) dengan Islam yang murni.
“Begitulah cara Rasulullah membina para sahabat sehingga Islam itu lengket. Kalau nanti sudah bersih seperti itu, seruan persatuan itu mudah,” ujarnya.
Ia mencontohkan perang Bu’ats antara Aus dan Khazraj yang berlangsung puluhan tahun. Setelah Islam masuk, racun pemikiran mereka didetoksifikasi, sehingga tiba-tiba mereka bisa bersaudara.
“Bedanya, dulu mereka berperang dalam keadaan kafir. Umat Islam sekarang berkelahi dalam keadaan sama-sama Muslim. Masalahnya, karena sama-sama ada toxic di dalam pikiran masing-masing,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa meski umat Islam sudah berakidah Islam, banyak racun dari luar yang masuk, sehingga pemikiran Islam tidak bisa bekerja maksimal.
“Kalau ditanya seperti apa langkah untuk menyatukan mereka, yaitu tadi, dengan dakwah, proses detoksifikasi. Maka di sini pengemban dakwah harus punya pemikiran yang clear sehingga dakwahnya bisa mengobati, mendetoks,” katanya.
Menurut K.H. Hafidz, pengemban dakwah tidak hanya harus menguasai tsaqafah Islam, tetapi juga pemikiran lain agar tidak kecolongan. Ia menyebut bahwa dalam tafsir dikenal istilah mughalathat (kesesatan logika) yang menjadi senjata orang kafir untuk melemahkan umat Islam.
“Sehingga akhirnya, alih-alih bersatu, umat Islam diadu domba,” ujarnya.
Ia menegaskan kembali, “Karena tadi nggak clear pemikirannya, makanya pentingnya dakwah pemikiran yang menjernihkan. Itu cara terbaik menyatukan mereka. Kalau itu sudah dilakukan, insyaAllah seruan persatuan itu seperti yang tadi cerita ketika Aus dan Khazraj sudah bersatu di Madinah. Hampir saja mereka berkelahi karena fitnah Sas bin Qais, orang Yahudi. Tapi Nabi cukup mengatakan ittaqullah ya qaum al-anshar, langsung mereka menangis, berpelukan, dan tidak jadi berkelahi. Sekarang umat Islam tiap Jumat dibacakan ya ayyuhannas ittaqullah, tapi tidak ada pengaruhnya. Karena tidak ada proses detoksifikasi,” pungkasnya.[]Nabila Zidane