Tintasiyasi.id.com -- Di tengah hiruk pikuk kehidupan masyarakat hari ini, kita sering mendengar jeritan rakyat yang terjerat pinjol (pinjaman online) dan luluh lantak karena judol (judi online).
Dua perkara ini seperti kembar jahat yang menyedot habis harta, menghancurkan rumah tangga, menambah angka kriminalitas, bahkan menyeret banyak orang pada jurang putus asa hingga bunuh diri.
Fenomena ini bukan sekadar masalah ekonomi, tetapi problem sistemik akibat diterapkannya sistem sekuler-kapitalis yang membebaskan semua aktivitas selama menghasilkan keuntungan.
Lihatlah, bagaimana pinjol dilegalkan dengan dalih “Membantu masyarakat yang tidak punya akses ke bank.” Padahal di balik itu ada jebakan riba yang sangat jelas.
Sementara judol menjamur seperti jamur di musim hujan, difasilitasi teknologi digital, merusak mental generasi muda, dan dibiarkan tumbuh di ruang maya tanpa pengawasan tegas.
Padahal Allah Swt. sudah sangat jelas mengingatkan umat manusia tentang bahaya riba. Firman-Nya
"Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
(QS. Al-Baqarah: 275)
Bahkan Rasulullah Saw melaknat semua pihak yang terlibat dalam riba, mulai dari pemakan, pemberi, pencatat, dan saksi-saksinya. Semuanya sama-sama berdosa. (HR. Muslim).
Adapun soal judi, Allah Swt. berfirman,
“Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
(QS. Al-Maidah: 90)
Jelaslah, baik pinjol maupun judol adalah keharaman nyata. Namun mengapa keduanya masih bercokol leluasa di negeri ini? Jawabannya ada pada sistem yang dipakai. Sistem sekuler memberi ruang luas bagi praktik ribawi, sementara kapitalisme menganggap perjudian sebagai “Industri hiburan” yang bisa menambah pemasukan negara. Maka, meskipun rakyat banyak yang hancur, negara tetap bersikap setengah hati.
Pendidikan Islam Melahirkan Generasi Tangguh
Islam memiliki metode khas dalam mendidik manusia. Pendidikan Islam tidak hanya mengejar keterampilan teknis, tetapi membentuk iman yang kokoh dan pemikiran Islam yang mendalam. Dengan iman yang kukuh, lahirlah ketakwaan, yakni keterikatan peserta didik pada hukum Allah.
Dampaknya luar biasa, individu tumbuh menjadi sosok yang peduli terhadap kondisi masyarakat, berani menegakkan amar makruf nahi mungkar, serta menjauhi praktik keharaman.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nizham al-Islam menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian Islam yang berpikir dan berperilaku sesuai hukum syariat. Oleh karena itu, metode pendidikan yang tidak menuju ke sana wajib ditolak.
Pendidikan sekuler yang hanya mencetak buruh industri atau konsumen setia kapitalisme terbukti gagal menanamkan ketahanan iman. Akibatnya, banyak generasi yang gampang tergoda dengan uang instan pinjol dan mimpi kaya mendadak lewat judol.
Mekanisme Islam Memenuhi Kebutuhan Dasar
Salah satu akar masalah merebaknya pinjol dan judol adalah kemiskinan struktural. Rakyat yang kesulitan memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan akhirnya tergoda meminjam uang ribawi atau berharap menang judi. Islam justru memberikan solusi yang fundamental.
Dalam sistem khilafah, khalifah bertanggung jawab penuh agar kebutuhan dasar rakyat tercukupi. Mekanismenya jelas,
Pertama, setiap laki-laki balig wajib bekerja untuk memenuhi nafkah dirinya dan keluarganya. Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan, baik melalui pembukaan lahan, pemberian modal usaha, maupun pembangunan sektor riil.
Kedua, jika seseorang tidak mampu bekerja karena alasan syar’i (sakit permanen, cacat, tua renta), maka nafkahnya ditanggung keluarganya.
Ketiga, jika keluarga juga tidak mampu, barulah negara mengambil alih pemenuhan kebutuhan dasarnya melalui Baitulmal.
Selain itu, negara juga wajib menjamin kebutuhan kolektif masyarakat seperti pendidikan, keamanan, dan kesehatan, termasuk kesehatan jiwa. Semua ini dimungkinkan karena negara mengelola sumber daya alam sesuai syariat, bukan diserahkan kepada korporasi asing seperti hari ini.
Dengan mekanisme ini, tidak akan ada rakyat yang harus menggadaikan masa depannya pada pinjol, apalagi menggantung harapan pada judol.
Dalam sistem Islam, tidak ada ruang bagi praktik riba maupun perjudian, baik dalam bentuk offline maupun online. Negara akan menutup semua celahnya. Standar pengawasan adalah halal-haram, bukan sekadar “Aman dan terkendali."
Instansi penerangan dalam khilafah berperan mengatur seluruh media dan teknologi informasi agar tidak dimanfaatkan untuk aktivitas haram. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 103 Muqaddimah ad-Dustur,
“Instansi penerangan adalah direktorat yang menangani penetapan dan pelaksanaan politik penerangan daulah demi kemaslahatan Islam dan kaum Muslim.”
Teknologi digital akan dikelola dengan berbasis akidah Islam. Artinya, setiap konten yang mendukung pinjol atau judol akan diblokir permanen. Tidak ada istilah “Izin legal” atau “Situs resmi.” Semua haram harus ditutup rapat, titik.
Menata Ulang Mekanisme Utang-Piutang
Khilafah juga akan menata mekanisme utang-piutang agar terbebas dari riba. Yang wajib dibayar hanyalah pokok utang. Adapun bunga atau biaya tambahan wajib dikembalikan kepada pihak yang berutang. Dengan begitu, hak-hak harta warga negara tetap terjaga, sementara praktik riba terkubur.
Sanksi Tegas dan Menjerakan
Sistem Islam tidak sekadar melarang, tetapi juga menegakkan sanksi. Sanksi ini bersifat zawajir (pencegah) sekaligus jawabir (penebus dosa). Para pelaku pinjol maupun judol akan dikenai hukuman takzir sesuai keputusan hakim.
Bisa berupa penjara, denda, hingga cambuk. Semua pihak yang terlibat dalam riba pun dihukum, seperti pemberi, pemakan, saksi, hingga pencatatnya. Dengan sanksi ini, masyarakat terlindungi. Tidak ada lagi ruang bagi mafia judi dan rentenir digital untuk menjerat rakyat.
Pemimpin Beriman adalah Solusi
Di sinilah pentingnya hadir seorang pemimpin beriman yang berani menutup rapat pintu pinjol dan judol. Pemimpin semacam ini tidak takut kehilangan investor, tidak gentar melawan mafia judi, karena keberpihakannya murni kepada Allah dan umat.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menegaskan bahwa seorang khalifah wajib mengurus urusan umat sesuai syariat, bukan dengan standar keuntungan atau tekanan asing. Maka, hanya khilafah yang mampu secara sistemik menghapus keharaman, menutup celah maksiat, dan membangun masyarakat bertakwa.
Selama kita masih dipimpin dengan sistem sekuler, pinjol dan judol akan terus berputar. Kadang dilarang, kadang dilegalkan, tapi selalu ada celahnya. Namun ketika Islam diterapkan secara kafah dalam bingkai khilafah, seluruh celah itu akan tertutup permanen. Rakyat terbebas dari jebakan riba dan judi, hidup dalam kesejahteraan, ketenangan, dan keberkahan.[]
Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)