"Kita belum bisa dikatakan merdeka selama hukum
Islam belum diterapkan secara menyeluruh di muka bumi ini. Selama belum
demikian, kita belum merdeka. Mengapa? Karena di tengah kehidupan kita, hukum
warisan penjajah yang diberikan Inggris masih berlaku,” ujarnya dalam Kelas
Tafsir Online bertajuk Sudahkah Kita Merdeka?, Ahad (24/08/2025).
Di Malaysia, sebuah Komisi independen yang dikenal
sebagai Komisi Reid dibentuk untuk mengkaji dan merancang Konstitusi Federasi
Malaya pada tahun 1956. “Jadi kita belum bisa dikatakan merdeka, karena
kemerdekaan itu harus bebas agar kita dapat menerapkan hukum Allah Swt. secara
menyeluruh," lugasnya.
Ia menambahkan bahwa hukum manusia lebih diutamakan
daripada hukum Allah Swt., sedangkan Allah Swt. sudah mengingatkan umat Islam
untuk mengamalkan Islam secara keseluruhan, baik dalam konteks individu,
kehidupan bermasyarakat, maupun kehidupan bernegara,” ulasnya seraya menukil firman
Allah Swt. di dalam surah Al-Baqarah ayat 208.
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam
Islam secara sempurna, dan janganlah kamu mengikuti jejak setan. Sesungguhnya
setan adalah musuh yang nyata bagimu,” ucapnya.
Ia menekankan bahwa terdapat lima dimensi kemerdekaan
suatu negara. “Pertama, kemerdekaan sejati, yang berarti kedaulatan
sepenuhnya berada di tangan hukum Islam,” ujarnya.
"Jadi, ketika kita berbicara tentang kemerdekaan,
kedaulatan harus berada di bawah naungan syariat Islam, dan hukum Allah Swt.
harus ditegakkan secara menyeluruh,” sebutnya.
“Namun realitas saat ini menunjukkan betapa banyak
perintah Allah yang dapat diterapkan dalam kehidupan kita, baik dalam kehidupan
bermasyarakat maupun bernegara. Pada tingkat individu, hal itu hanya bisa salat, puasa, menikah, bercerai, dan
sebagainya, tetapi hanya itu saja," jelasnya.
Kedua, kemerdekaan dalam segi pemikiran,
yaitu pemikiran berdasarkan ideologi Islam dan tidak tunduk kepada pemikiran
asing.
"Pemikiran harus tunduk pada pemikiran Islam yang
berlandaskan akidah Islam, bukan pemikiran asing atau penjajah. Namun realitas
kita saat ini, pemikiran asing masih mendominasi, pemikiran kapitalis yang
berlandaskan kemaslahatan, pemikiran liberal yang halal dan haram sudah tidak
lagi menjadi tolok ukur, dan pemikiran-pemikiran lain yang justru merusak
kehidupan kita,” tandasnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, umat harus tunduk pada
pemikiran Islam dan membebaskan pemikirannya dari pemikiran asing.
Ketiga, sebuah negara merdeka juga perlu
mandiri dalam mengelola kekayaan negara tanpa terikat dengan sistem ekonomi
penjajah.
"Namun pada kenyataannya, saat ini, dalam
pengelolaan kekayaan negara banyak terjadi kebingungan, tidak adanya pemahaman
tentang apa itu kepemilikan individu, kepemilikan umum atau masyarakat, dan
juga kepemilikan negara. Jadi, jika dikatakan bahwa kepemilikan umum adalah
milik rakyat, maka semua rakyat dapat menikmatinya secara cuma-cuma,"
tambahnya.
Keempat, secara politik, negara harus
berdaulat dalam mengambil keputusan tanpa tunduk pada agenda asing.
"Politik adalah bagian dari Islam. Politik dalam
Islam adalah ri'ayah asy-syu'un al-ummah dakhiliyyan wa kharijiyan,
artinya mengatur atau mengelola urusan umat, baik di dalam maupun di luar
negeri,” bebernya.
“Siapa yang mengatur? Tentu saja penguasa, pemimpin
yang ditunjuk oleh rakyat untuk menjadi wakil, menjadi pemimpin dalam mengelola
urusan rakyat. Jadi, rakyat harus didahulukan, rakyat harus dilindungi, rakyat
harus disejahterakan," jelasnya.
Lanjutnya, kisah Khalifah Umar Abdul Aziz dan Khalifah
Umar Al-Khattab ra. perlu diperhatikan.
“Pada masa Umar bin Abdul Aziz, masyarakatnya sangat
makmur sehingga tidak ada seorang pun yang memenuhi syarat untuk menerima
zakat, karena tidak ada orang miskin yang memenuhi syarat untuk menerima zakat,”
ujarnya mengisahkan.
"Begitu pula kisah Umar Al-Khattab yang selalu
peduli terhadap kebutuhan rakyatnya. Inilah kepemimpinan seorang pemimpin
terhadap rakyatnya," tegasnya.
Kelima, bebas secara fisik, artinya bebas
dari penjajahan dan kendali asing atas wilayahnya sendiri.
"Negara yang merdeka haruslah bebas secara fisik
dan mampu memerintah negaranya sendiri tanpa harus meminta bantuan asing atau
negara jajahan untuk memperoleh kemerdekaan," tambahnya.
Ia menyimpulkan bahwa kemerdekaan yang dimaksud
haruslah kemerdekaan yang hakiki, yaitu kemerdekaan yang hukum-hukum Allah Swt.
dapat diamalkan dalam kehidupan, sehingga Islam menjadi rahmat bagi sekalian
alam.
"Kita hanya akan meraih kemerdekaan itu dengan
Islam, ketika hukum-hukum Allah Swt. dapat diterapkan oleh suatu negara. Negara
itu adalah khilafah, negara yang merdeka, tidak terjajah, dan tidak tunduk pada
negara asing. Inilah negara yang sedang kita perjuangkan, negara Khilafah
ala minhajin nubuwah," pungkasnya.[] Hidayah Muhammad