Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Muslim Inggris: Anas Al-Sharif Reporter Gaza Paling Berani

Senin, 01 September 2025 | 15:38 WIB Last Updated 2025-09-01T08:38:50Z

Tintasiyasi.ID -- Anas Jamal Mahmoud al-Sharif adalah seorang wartawan dan juru kamera Palestina untuk Al-Jazeera bahasa Arab, yang dikenal luas atas liputan garis depannya dari Gaza utara selama perang Gaza.

 

Namun, pada tanggal 10 Agustus 2025 lalu, Anas Al-Sharif dinyatakan meninggal dunia ketika tentara Israel menyerang tenda Al-Jazeera. Empat jurnalis lainnya juga ikut menjadi korban nyawa atas serangan tersebut.

 

Muslim Intelektual Inggris Taji Mustafa mengatakan bahwa Anas Al-Sharif adalah salah satu reporter Gaza yang paling berani. Kematian Anas menurutnya menjadi tanda pembungkaman terhadap jurnalis yang selama lebih dari satu dekade menunjukkan kepada dunia tentang gambar-gambar dan berita tanpa filter dari tempat yang dijadikan paling berbahaya di dunia.

 

“Wajah dan suara Al-Jazeera yang teguh di Gaza, telah gugur. Kematiannya menandai pembungkaman salah satu reporter Gaza yang paling berani. Seorang pria yang selama lebih dari satu dekade membawakan dunia gambar dan berita tanpa filter dari salah satu tempat paling berbahaya di dunia,” tulisnya dalam akun X milik pribadinya @tajimsutafa, pada Senin (11/08/2025)

 

Lanjut Taji menuliskan, Anas Al-Sharif lahir di Gaza pada tahun 1989 dan tumbuh besar di bawah blokade, sehingga menyaksikan langsung perang, pengepungan, dan krisis kemanusiaan yang kelak membentuk karyanya.

 

“Bergabung dengan Al-Jazeera, ia segera dikenal karena laporannya yang tenang namun menguras emosi. Sering kali disiarkan di tengah suara tembakan dan ledakan,” sambung Taji dalam tulisannya.

 

Menurutnya juga, Anas Al-Sharif  bukanlah jurnalis biasa, melainkan putra Gaza yang berani untuk berbicara kepada dunia, dan bertekad bahwa tidak ada kekejaman terhadap rakyat Gaza yang akan luput dari perhatian.

 

 

Karir Anas Al-Sharif ditandai dengan ketangguhan yang luar biasa. Pada Desember 2023, ayahnya Jamal Al-Sharif tewas, ketika serangan udara Israel menghancurkan rumah keluarganya di kamp pengungsi Jabalia. Terlepas dari duka yang mendalam, Anas kembali ke lapangan, menyatakan bahwa kebenaran harus terus ditegakkan.

 

“Seluruh dunia Arab dan sekitarnya mengenal empati sekaligus keberanian Anas. Pada Juli 2025, dalam sebuah siaran langsung ia menangis tersedu-sedu saat menggambarkan kelaparan yang dialami anak-anak Gaza. Sebuah momen yang tak terduga namun menangkap sisi kemanusiaannya yang mendalam dan beban tak tertahankan yang dipikul oleh mereka yang mendokumentasikan penderitaan tersebut,” sambungnya lagi.

 

Atas komitmen terhadap kebenaran di tengah ancaman kata Taji, Anas Al-Sharif telah dianugerahi Penghargaan Pembela Hak Asasi Manusia 2024 oleh Amnesty International, yang mengakui perannya dalam mengungkap kejahatan perang dan memperkuat suara warga sipil Gaza.

 

Bahkan di bawah ancaman pembunuhan dan kampanye hitam yang terus-menerus, Anas tidak pernah berhenti. Siaran terakhirnya di awal Agustus 2025 menunjukkan masih sedang berada di lapangan, dan memegang mikrofon di tengah reruntuhan, kekacauan, serta masih menolak untuk membiarkan Gaza dilupakan.

 

Anas Al-Sharif tidak hanya meninggalkan segudang karya jurnalistik, tetapi juga warisan keberanian moral. Laporannya kini menjadi bagian dari catatan sejarah penderitaan dan ketangguhan. 

 

“Anas mengatakan, ‘Putuskan apa pun yang ingin kau putuskan. Liputan kami terus berlanjut.’ Semoga Allah menerimanya di antara para syuhada, menghibur keluarga yang berduka, dan membalas pengorbanannya dengan tempat terbaik di surga. Suaranya mungkin tak lagi terdengar di layar kaca, tetapi kesaksiannya akan bergema dari generasi ke generasi,“ pungkasnya.[] M. Siregar

Opini

×
Berita Terbaru Update