TintaSiyasi.id -- Sejumlah 44 pelajar diamankan Sat Samapta Polres Karawang sebab puluhan pelajar tersebut hendak bergabung dengan massa pendemo yang akan melakukan aksi demonstrasi di gedung DPR. Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, menyatakan bahwa para pelajar tugasnya saat ini hanya untuk belajar, jadi tidak perlu ikut unjuk rasa dan turut melakukan politik praktis (www.detikjabar.com, 28/08/2025).
Menyalanya semangat massa demonstrasi hampir di seluruh pelosok negeri nampaknya juga turut merambat pada naluri para pelajar yang juga menjadi saksi ketidakadilan dan ketidakpuasan atas kinerja serta aturan yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Namun, ketika jiwa kritis pelajar meronta ingin ikut membela rakyat, aspirasi generasi masa depan ini malah dibungkam dengan alasan pelajar tidak patut hadir dalam politik praktis.
Dampak Sistem Demokrasi Sekuler
Padahal, pelajar juga memiliki hak berpendapat yang sama dengan masyarakat lainnya. Akan tetapi, hak konstitusi pelajar malah dicederai oleh pelarangan menyampaikan kritik pada petinggi negeri. Walhasil, salah satu pilar yang selama ini diagungkan sistem demokrasi yaitu menjunjung tinggi kebebasan dalam berpendapat bagaikan sekadar simbolis, yang pada faktanya tidak semua dapat beraspirasi.
Bukankah menjadi terbukti bahwa hipokrit demokrasi nyata terjadi dan selayaknya masyarakat juga dapat menilai betapa tidak sempurnanya sistem demokrasi sekuler yang diciptakan oleh manusia. Ketidaksempurnaannya melahirkan berbagai peraturan zalim yang menyengsarakan dan melegalkan hukum buatan manusia untuk mengatur urusan manusia, sehingga menelurkan para penguasa, pejabat, dan aparat yang condong kepada hawa nafsu.
Maka tak heran jika sistem demokrasi sekuler meniadakan agama dalam menerapkan setiap aturan, karena agama dianggap hanya sebatas untuk mengatur ibadah mahdhah saja. Pantaslah jika ada elite penguasa yang berkata kasar atau berperilaku tidak pantas, semisal ada anggota DPR yang tidur pada saat rapat. Sebab sistem demokrasi sekuler memanglah tidak mampu menghadirkan sosok penguasa dan wakil rakyat yang tulus melayani, dikarenakan asas yang terbangun dalam menjalankan tugas negara bukanlah hukum syara, namun asas manfaat.
Khilafah, Sistem Pemerintahan Sempurna
Oleh karenanya, sudah sepantasnya manusia mencampakkan sistem demokrasi sekuler dan beralih pada sistem yang menerapkan syariat Islam secara sempurna, yakni sistem pemerintahan Islam: khilafah. Khilafah akan menjadikan akidah Islam sebagai dasar dalam setiap aspek kehidupan, sehingga semua peraturan yang terlahir di dalamnya hanya bersumber dari wahyu Allah Swt., yaitu kitab suci Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Khilafah juga menjadikan kacamata Islam sebagai solusi atas problematika hidup masyarakat, termasuk ketika ada warga negara khilafah menyampaikan kritik pada pemerintah, baik secara individu maupun kelompok. Maka warga yang mengkritik dan menyampaikan aspirasi tidak boleh menggunakan cara-cara yang diharamkan Allah, seperti anarkis atau merusak fasilitas publik. Namun Islam memandang bahwa dalam mengoreksi penguasa, hendaknya mengetahui akar masalahnya secara mendasar, sehingga solusinya pun harus mendasar pula, yaitu solusi yang tidak bertentangan dengan hukum syara.
Dalam Islam, sistem pemerintahan khilafah hanya memiliki satu orang penguasa yang bertugas untuk menjalankan syariat Islam. Penguasa tersebut adalah khalifah. Khalifah memiliki kuasa penuh dalam membuat aturan juga mengurusi urusan umat Islam ataupun non-Muslim, dan ia juga memiliki kewajiban untuk menjamin keamanan nyawa serta harta rakyat dan memudahkan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat per kepala. Sehingga tidak ada aset negara yang disewa atau dijual dan tidak ada rakyat miskin yang terlantarkan.
Untuk itulah, menjadi pelajar yang kritis dan melek politik tidaklah salah, karena pelajar adalah aset negara yang kelak akan melanjutkan kepemimpinan. Ketika manusia memilih khilafah menjadi sistem pemerintahan negara, maka akidah Islam akan menjadi dasar dalam berpolitik, sehingga peraturan atau undang-undang yang dibuat negara tidak akan ada yang mengkhianati rakyat, dan penguasanya mampu berlaku adil, tidak berpihak hanya pada para petinggi parpol atau elite pengusaha.
Hendaknya kita sebagai umat Islam meyakini bahwa tidak ada syariat yang terbaik dan diridai Allah Ta’ala selain syariat Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:
“Sesungguhnya Allah telah meridai bagimu tiga hal dan membenci tiga hal bagimu. Tiga hal yang diridai Allah bagimu adalah menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, berpegang teguh pada agama Allah, dan saling memberi nasihat kepada pemimpin yang Allah jadikan pimpinan bagimu.” (HR. Bukhari dan dinilai sahih dalam Ash-Shahihah)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Oleh: Essy Rosaline Suhendi
Aktivis Muslimah