Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Lonjakan Pengangguran, Bukti Kapitalisme Gagal Mewujudkan Kesejahteraan

Kamis, 04 September 2025 | 19:10 WIB Last Updated 2025-09-04T12:10:13Z

Tintasiyasi.id.com -- Belakangan ini terkuak krisis pasar tenaga kerja global yang luar biasa. Bukan hanya di negara miskin atau berkembang, negara-negara besar seperti Inggris, Prancis, Amerika Serikat, hingga Cina pun, kini menghadapi peningkatan pengangguran yang signifikan. 

CNBC Indonesia melaporkan, fenomena baru muncul; banyak orang “pura-pura bekerja” atau bahkan bekerja tanpa digaji, hanya demi dianggap publik memiliki pekerjaan. Ini adalah gambaran betapa rapuhnya fondasi ekonomi kapitalis yang selama ini diagung-agungkan dan diadopsi hampir seluruh negeri di dunia.

Laporan Celios (2024) menegaskan, 50 orang terkaya di Indonesia memiliki kekayaan setara dengan 50 juta rakyat. Artinya, kekayaan hanya berputar pada segelintir orang. 

Ironisnya, rakyat hanya mendapatkan sisa dan remah-remah kekayaan yang ada, itu pun harus diperebutkan rakyat demi menyambung kehidupan diri dan keluarganya. Sementara, jutaan rakyat -khususnya anak muda- kesulitan mendapatkan pekerjaan dan penghidupan layak.

Ketimpangan inilah konsekuensi logis kebebasan memiliki yang dijamin oleh sistem kapitalisme. 

Kapitalisme Gagal Menjamin Lapangan Kerja

Fenomena ini menggambarkan kegagalan sistem kapitalisme dalam menjamin ketersedianya lapangan kerja. Akibatnya, masyarakat tidak memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga sirnalah kesejahteraan.

Adapun beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka pengangguran dalam sistem kapitalisme, di antaranya adalah:

Pertama, negara berlepas tangan dalam menjamin tersedianya lapangan pekerjaan. Karena, kapitalisme menempatkan penciptaan lapangan kerja sepenuhnya di tangan pasar. Sementara, negara hanya bertindak sebagai fasilitator, bukan penjamin. Akibatnya, saat industri dilanda badai PHK, rakyat kehilangan pekerjaan tanpa ada perlindungan.

Kedua, ketimpangan kekayaan makin tajam. Kekayaan menumpuk pada segelintir elit ekonomi (oligarki) bahkan asing sementara mayoritas rakyat terpinggirkan. Begitu juga, anak muda hanya disiapkan sebagai buruh murah atau bahkan tidak terserap sama sekali. Sementara perusahaan besar lebih memilih tenaga kerja asing untuk masuk dengan leluasa dan bekerja dengan gaji yang lebih besar.

Ketiga, kebijakan tambal sulam tidak menyelesaikan masalah ketersediaan lapangan kerja. Alih-alih Job fair atau pembukaan jurusan vokasi dianggap solusi, nyatanya ribuan lulusan vokasi tetap menganggur bahkan dunia industri pun tidak mampu menampung, apalagi saat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Mengingat efisiensi kinerja perusahaan terus dilakukan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.

Selama kapitalisme tetap menguasai sistem ekonomi dunia, termasuk Indonesia, pengangguran akan terus menjadi masalah struktural bukan sekedar kasuistik.

Islam Menjamin Pekerjaan dan Distribusi Kekayaan

Islam memiliki sistem ekonomi unik yang sangat berbeda dengan kapitalisme. Prinsipnya bukan membiarkan pasar berjalan bebas, melainkan negara hadir aktif sebagai pengurus (raa’in) untuk memastikan kesejahteraan rakyat.

Adapun langkah-langkah kebijakan negara Islam dalam memecahkan persoalan pengangguran adalah sebagai berikut:

Pertama, negara wajib menyediakan pekerjaan. Rasulullah ﷺ bersabda, “Imam (kepala negara) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari).
   
Dalam praktiknya, negara memfasilitasi rakyat agar bisa bekerja, antara lain dengan memberikan tanah bagi yang mampu mengolahnya, menyediakan modal untuk usaha, membangun industri strategis yang menyerap tenaga kerja, memastikan sektor pertanian, perdagangan, dan manufaktur berkembang pesat.

Kedua, distribusi kekayaan yang adil, Islam melarang penumpukan harta pada segelintir orang. Mekanisme zakat, larangan riba, kewajiban infak, hingga pengelolaan kepemilikan umum (seperti tambang, energi, dan hutan) oleh negara, serta memastikan kekayaan beredar luas dan tidak dikuasai oligarki.

Ketiga, sistem pendidikan yang membentuk sumber daya manusia (SDM) unggul. Tak hanya itu, pendidikan dalam Islam bukan sekadar mencetak tenaga kerja murah, melainkan membentuk generasi berkepribadian Islam dan ahli di bidangnya. SDM yang lahir dari sistem pendidikan Islam siap mengelola sumber daya secara produktif dan memberi kontribusi nyata bagi umat.

Saatnya anak muda menyadari, hanya Khilafah solusi tuntas untuk menyelesaikan permasalahan dunia. Anak muda adalah korban utama krisis tenaga kerja global. Kapitalisme jelas gagal menyediakan pekerjaan dan mewujudkan kesejahteraan. 

Islam menawarkan solusi mendasar: negara yang bertanggung jawab penuh, distribusi kekayaan yang adil, serta sistem pendidikan yang melahirkan generasi berkualitas.

Oleh karenanya, selama kapitalisme masih menjadi poros, pengangguran hanya akan diwariskan dari generasi ke generasi. Saatnya anak muda menyadari, hanya dengan penerapan Islam secara kaffah, dalam naungan Khilafah kesejahteraan hakiki dapat diwujudkan.[]

Oleh: Diana Wijayanti
(Aktivis Muslimah)




Opini

×
Berita Terbaru Update