Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kohabitasi Berujunh Mutilasi, Dampak Tragis Liberalisasi Pergaulan Sosial

Selasa, 23 September 2025 | 19:37 WIB Last Updated 2025-09-23T12:37:10Z

Tintasiyasi.id.com -- Berharap apa dari hubungan haram yang dijalin selama bertahun-tahun? Menjalin ikatan halal dalam waktu lama saja tidak menjamin nyawa selamat. Apalagi saat menjalin ikatan haram.

Tragis

Sebanyak 554 potongan tubuh seorang wanita inisial (TAS) ditemukan seusai adegan rekonstruksi oleh pelaku (Alvi) dilakukan. Kepala korban disimpan di lemari kos wilayah Lidah Wetan, Surabaya. Adapun potongan tubuh dibuang di wilayah Pacet, Kabupaten Mojokerto.

Pelaku merupakan pacar korban yang sudah menjalin hubungan selama lima tahun. Menurut pengakuan dari Alvi, pembunuhan dan mutliasi terjadi karena mulut korban yang melontarkan kata tidak enak didengar. Sehingga, membuat darahnya mendidih dan langsung menikam leher korban, kemudian berlanjut memotong tubuh menjadi ratusan bagian (Detikjabar, 18/09/2025).

Kisah di atas teramat tragis di antara banyaknya kisah nahas lain yang menimpa pasangan kohabitasi. 

Kusutnya Batas Pergaulan

Sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan membuat seseorang merasa bebas bertindak dalam kehidupannya. Ketika marah, cinta, senang, seseorang akan melampiaskan dengan cara apa pun sesuka hatinya. Halal dan haram merupakan urusan kesekian, bahkan tidak diperhatikan.

Normalisasi kumpul kebo di kalangan anak muda termasuk tren toksik buah sekularisme. Dalam masyarakat sekuler-liberal saat ini, aktivitas pacaran bukan lagi hal yang tabu. Bahkan tinggal serumah dan membagi tugas rumah tangga dengan pacar adalah hal yang wajar. Miris!

Peran orang tua dalam situasi pergaulan yang kian amburadulpun cukup memprihatinkan. Tuntutan ekonomi mengharuskan peran Ibu sebagai pendidik pertama bagi anak mulai tergerus. Sehingga, ditemukan Ibu pekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Alhasil anak merasa kurang kasih dan sayang dari orangtua, terutama Ibu. Kemudian mencari "tangki" kasih sayang yang kurang tersebut kepada laki-laki yang disebut "pacar". Setelah pasangan kohabitasi mempertimbangkan berbagai aspek, ditambah derasnya arus liberal di tengah generasi muda. 

Tidak heran banyak pasangan memilih untuk mantap living together tanpa ikatan halal.
Negara yang dibangun atas pemisahan agama dari kehidupan tidak membentuk rakyat untuk memiliki pemahaman yang benar dalam menjalani kehidupan, khususnya menjalin hubungan antara laki-laki dan perempuan.

Bahkan, hubungan tersebut terkesan dibiarkan tanpa ada aturan hukum yang berarti dan membuat pelaku jera. Terkecuali, di saat kohabitasi telah memakan korban, barulah kemudian pelaku dijatuhi hukuman. Keterlaluan!

Solusi Kaffah

Berharap apa dari sistem buatan manusia yang tidak memanusiakan manusia? Kasus di atas memang satu nyawa perempuan melayang. Tentu tidak menutup kemungkinan dikemudian hari, nyawa laki-laki jadi korban.

Maka perlu upaya sistematis yang dibangun berdasarkan aturan shahih. Dengan adanya upaya ini, laki-laki dan perempuan memiliki pemahaman yang benar dan keren tentang sistem pergaulan dalam Islam.

Upaya bisa dimulai dengan menancapkan aqidah kokoh dalam diri individu. Ketawaan individu adalah benteng awal bagi seseorang agar mampu bertindak sesuai tujuan penciptaan.

Seseorang akan menjauhi hal-hal yang diharamkan oleh Islam seperti pacaran dan membunuh.
Berikutnya, kontrol masyarakat terhadap pergaulan bebas disemarakkan. Bahkan masyarakat senang dan aktif mengingatkan serta mencegah kemungkaran dimana saja ditemui.

Paling penting negara menerapkan sistem Islam secara kafah. Negara berperan aktif membentuk rakyatnya agar berkepribadian Islam melalui sistem pendidikan berbasis akidah Islam, menerapkan sistem pergaulan Islam, serta melaksanakan sistem sanksi Islam pada pelaku jarimah (pelanggaran terhadap hukum syariat).
Wallahu’alam bishshawwab.[]

Oleh: Siska Ramadhani, S. Hum
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update