Nicko menjelaskan, sejarah Islam maupun sejarah bangsa lain senantiasa memiliki sisi baik dan sisi buruk. Namun, menurutnya, perbedaan istimewa dari peradaban Islam adalah pada metode penyebaran pengaruhnya. “Kalau Romawi meluaskan imperium dengan genosida, pembantaian, dan kasta-kastaan, Islam tidak mengenal itu,” ungkapnya.
Kendati begitu, Nicko menekankan bahwa sejarah Islam tetaplah sejarah manusia. “Islam bukan berarti tanpa lubang sama sekali. Sebab manusia, kata Rasulullah SAW, adalah tempatnya salah dan lupa. Jadi, wajar saja jika dalam sejarah Islam kita menemukan kemiskinan, kemelaratan, atau bahkan pembunuhan,” ujarnya.
Karenanya, Nicko menyebut khilafah dalam sejarah bukanlah Daulah Malakiyah (negara malaikat yang steril dari dosa), melainkan Daulah Nasyyarriyah, yaitu negara manusia. Namun, ia menambahkan, inilah letak istimewa Islam, tidak menghapus kejahatan secara total, tetapi meminimalisirnya sehingga keburukan tidak menjadi tren berulang. “Dominasi yang tampak dalam sejarah Islam justru kebaikan,” lanjutnya.
Sebagai perbandingan, Nicko menyinggung ekspansi kolonial Inggris (Britania) yang dikenal dengan slogan The Empire on Which The Sun Never Sets. Meskipun wilayahnya sangat luas, dari Selandia Baru hingga Kanada, peninggalannya justru berupa luka sejarah. “Afrika jadi korban eksploitasi demi membangun Inggris. Berbeda dengan Islam, ketika tersebar ke seluruh dunia, yang lebih diingat justru kenangan manisnya,” paparnya.
Nicko mengingatkan bahwa sejarah Islam tidak sepenuhnya bersih dari kekurangan, tetapi dominasi kebaikannya jauh lebih kuat. Sejarah yang tidak baik tetap penting dicatat agar umat tidak jatuh pada lubang yang sama di masa depan. “Itulah gunanya belajar sejarah,” pungkasnya.[] Nabila Zidane