TintaSiyasi.id -- Program MBG yang dicanangkan oleh pemerintah yaitu rezim terpilih Prabowo - Gibran belum genap berusia satu tahun. Akan tetapi, pemberitaan korban keracunan yang diakibatkan oleh menu makanan yang disajikan terus berulang.
Beberapa fakta yang dimuat dalam pemberitaan keracunan MBG bahkan saat ini saja, angkanya tidak boleh dianggap sepele. Sebut saja seperti yang terjadi di Lebong, Bengkulu. Badan Gizi Nasional (BGN) menyampaikan permohonan maaf yang mendalam atas Kejadian Luar Biasa (KLB) dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mengakibatkan keluhan kesehatan pada 467 penerima MBG di wilayah Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu pada Rabu (27/8/2025).
Begitu juga terjadi di Kabupaten Sragen, sebanyak 196 siswa dan guru SD hingga SMP mengalami keracunan massal usai menyantap Makan Bergizi Gratis (MBG), Selasa (12/8).
Tidak kalah menyesakkan dada yang menimpa santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Islah, Kabupaten Lampung Timur yang dilarikan ke rumah sakit. Mereka diduga keracunan setelah menyantap Makanan Bergizi Gratis (MBG) pada Selasa (26/8/2025). Kasat Reskrim Polres Lampung Timur, AKP Stefanus Boyoh menjelaskan, para santri mengeluhkan gejala mual dan pusing setelah makan.
Dari fakta-fakta pemberitaan sepanjang bulan Agustus tahun 2025 saja sudah ratusan siswa dari berbagai sekolah di beberapa provinsi telah mengalami keracunan makanan yang diduga berasal dari sajian menu program MBG. Pertanyaannya adalah, apakah program MBG akan dilanjutkan meskipun sudah terindikasi membuat korban keracunan?
MBG Antara Ekspektasi dan Realita
MBG dilaksanakan karena merupakan janji kampanye Presiden, untuk mengatasi masalah malnutrisi dan stunting pada anak-anak dan ibu hamil, serta meningkatkan kualitas SDM dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Terjadinya keracunan berulang, menunjukkan adanya ketidakseriusan dan kelalaian negara, khususnya dalam menyiapkan SOP dan mengawasi SPPG. Kesehatan bahkan nyawa siswa terancam.
Seharusnya pemerintah mengetahui fakta yang terjadi dan memikirkan cara memperbaiki pengelolaan MBG ini jika masih dianggap perlu. Meskipun sebenarnya, rakyat khususnya kalangan pelajar tidak membutuhkan makan gratis di sekolah. Belum lagi, dampaknya tidak ada secara langsung bagi prestasi pembelajaran.
Justru program MBG membuat pengeluaran negara bengkak yang andaikan dianggarkan untuk yang lebih utama seperti biaya pendidikan sehingga rakyat merasakan akses dan kualitas pendidikan yang mudah juga murah. Guru disejahterakan dan tidak ditekan dengan segudang berkas administrasi serta kejaran prestasi numerik yang memecah fokus utama para guru yaitu mendidik.
Jika program MBG selanjutnya tidak ada perbaikan, maka selain menghancurkan anggaran negara, pemerintah tidak berniat tulus untuk memperbaiki negeri dari sisi pendidikan dan nutrisi generasi.
Ekspektasi Presiden Prabowo agar memiliki program unggulan MBG, pada realitasnya jauh dari kata tepat sasaran tidak efektif. Sebab MBG telah jadi proyek yang ditenderkan dan tentunya seperti hukum alami kapitalisme, keuntungan adalah tujuan utama dari setiap aktifitas hidup. Mengurus gizi generasi yang seharusnya bagian dari tupoksi pemimpin tidak layak dijadikan kantong cuan. Melainkan sebagai kewajiban yang berpeluang pahala besar.
Selain itu, pemerintah juga harus menerima kebenaran bahwa program MBG juga bukan solusi untuk menyelesaikan persoalan gizi pada anak sekolah dan ibu hamil, apalagi mencegah stunting. Sungguh jauh panggang dari api.
Negara Harus Bertanggung Jawab
Islam menetapkan negara wajib sebagai raain, bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan rakyat, di antaranya dengan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat sebagai tanggung jawab negara, dengan berbagai mekanisme sesuai syariat, secara langsung maupun tak langsung
Dalam pencegahan stunting misalnya, Islam mengajarkan setiap individu untuk mengenali tubuh dan kebutuhannya. Sehingga mereka harus memenuhi kebutuhan tersebut dengan layak agar dapat menjaga kesehatan dan mencegah penyakit berbahaya. Terlepas jika bicara sakit tetap saja bisa datang dengan kehendak Allah SWT.
Kemudian, tugas dan tanggungjawab negara adalah menerapkan sistem ekonomi syariah sebagai mekanisme pengaturan muamalah dan kepemilikan baik secara individu, masyarakat, hingga negara. Sehingga harta-harta yang ada jelas kepemilikannya dan terhindar dari korupsi begitupun dengan keserakahan penguasa.
Negara dalam Islam, wajib menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi warga khususnya kepada kaum laki-laki sebagai penanggung jawab keluarganya masing-masing.
Dengan demikian, kesejahteraan akan terwujud dan setiap keluarga mampu untuk menyediakan makanan bergizi dari rumah mereka masing-masing. Sehingga negara tidak perlu menyediakan makan bergizi gratis di sekolah.
Selain menutup pintu korupsi, negara juga bisa mengalihkan dana makan gratis di sekolah untuk pendanaan pendidikan yang berkualitas dan merata.
Jika peran negara dilaksanakan maksimal seperti yang diajarkan oleh Islam, maka kasus stunting akan dapat dicegah demikian juga masalah gizi lainnya.
Oleh karena itu, seharusnya negara menjadikan syariat Islam sebagai aturan yang terbukti mampu menjamin kesejhateraan semua rakyatnya karena memiliki sumber pemasukan yang besar sesuai ketentuan syara dan dikelola dengan sistem ekonomi Islam. Serta mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. Allahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Nadhoh Fikriyyah Islam
(Analis Mutiara Umat Institute)