Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kenapa Islam Mudah Diterima? Sejarawan: Hadir Tanpa Pedang Tapi Dakwah yang Efektif

Minggu, 28 September 2025 | 09:28 WIB Last Updated 2025-09-28T04:56:22Z
TintaSiyasi.id -- Sejarawan Nicko Pandawa mengatakan usai Islam menaklukan Persia tidak serta merta seluruh penduduk Persia menjadi muslim dan hanya 20 persen penduduk Persia yang beragama Islam.  Meski minoritas, tetapi Islam dapat diterima masyarakat setempat lantaran mereka mendapatkan Islam tidak dengan pedang tetapi dengan dakwah yang efektif. "Mengapa dengan penduduk muslim yang masih minoritas kekuasaan Islam begitu diterima oleh masyarakat setempat? Tidak lain itu karena mereka mendapatkan Islam tidak dengan pedang tetapi dengan integritas dan dakwah yang efektif," ujarnya dalam Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H: Satu Risalah, Satu Umat, Satu Tujuan, Sabtu (27-9-2025) di YouTube One Ummah TV.

Nicko memandang cara Islam dalam mengajak masyarakat memeluk Islam sangat berbeda dengan jenderal terkenal Romawi yakni Julius Caesar. Pada tahun 50-an SM Julius Caesar menaklukan Galia dengan cara keji yakni dengan membantai 1 juta penduduk Galia yang total penduduknya saat itu 3 juta jiwa. "Coba kita lihat bagaimana Julius Caesar yang menaklukan Galia pada saat itu berpopulasi 3 juta orang, caranya adalah dia bantai 1 juta orang, dia perbudak 1 juta orang dan sisanya dia ajak yuk gabung ke Republik Romawi," terangnya.

Ia menuturkan bahwa Islam tidak mengenal metode Julius Caesar dengan "Veni, vidi, vici" adalah frasa bahasa Latin yang berarti "Saya datang, saya melihat, saya menaklukkan". Adapun kaum cara yang dilakukan kaum muslimin dengan dakwah dan jihad. "Kemudian memperlihatkan keanggunan Islam lewat implementasi syariat, bangsa-bangsa beragam dari Spanyol sampai India melihat Islam sebagai potret nyata dimana penerapan syariah menjadi cara efektif bukan hanya didengar tapi juga dilihat dan dirasakan keindahannya," ungkapnya.

Lanjutnya, keindahan Islam tampak dari membaurnya kaum muslim dengan bangsa-bangsa yang dibebaskan dan mereka hidup bersama dalam satu komunitas. Tampak ketika Sultan Muhammad Al-Fatih memfutuhad Bosnia salah seorang Pangeran Herzegovina bernama Stjepan Hercegović masuk Islam secara sukarela.

"Stjepan kemudian mengganti namanya menjadi Ahmed dan kemudian mashyur menjadi Hersekzade Ahmed Pasha yang berarti Ahmed seorang Hersegzade, Stjepan antusias terus mempelajari Islam hingga kelak diangkat menjadi wakil kepala negara Daulah Ustmaniyah, bayangkan seorang Bosnia yang awalnya mualaf mampu menjadi orang tertinggi kedua setelah Sultan, dalam islam siapapun berhak dapat kedudukan istimewa tak peduli latar belakangnya, rasnya atau bangsanya," jelasnya.

Meski demikian, Nicko menegaskan fenomena tersebut tidak hanya diterapkan di wilayah Timur tengah maupun Eropa, melainkan di tanah air juga diterapkan hal serupa seperti terjadi di Kesultanan Banten. Tangan kanan Sultan Ageng Tirtayasa bukanlah orang Banten tetapi seorang muslim China bergelar Kyai Ngabehi Cakradana.

Ia mengungkapkan, Kesultanan Mataram bukan hanya milik orang jawa karena sultan Agung Hanyakrakusuma mengangkat Bupati tegal bukan seorang jawa tapi justru seorang berbangsa Turki atau Kesultanan Tidore di Maluku dimana Sultan Maluku mengangkat panglima jihadnya justru banyak dari muslimin yg asli Papua. "Betapa luar biasanya Islam melebur bangsa-bangsa dan tentu ini sudah dicontohkan nabi yang memiliki sahabat yang bukan hanya orang Arab tapi juga orang yang lama tinggal di Romawi seperti Suhaib Ar- Rumi atau Bilal dari Ethiopia atau Salman dari Persia," tandasnya. [] Taufan



Opini

×
Berita Terbaru Update