Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Gaza: Derita dan Harapan persatuan Umat di Tengah Serangan

Rabu, 10 September 2025 | 08:41 WIB Last Updated 2025-09-10T01:41:55Z

TintaSiyasi.id -- Sudah hampir 700 hari derita Gaza, kian akhir Israel makin mengintensifkan serangan udara, menghantam gedung-gedung tinggi hingga hancur, korban tewas terus bertambah. Belum lagi bencana kelaparan makin parah karena blokade yang begitu ketat.

Berbagai aksi persatuan umat terus dilakukan yang terbaru adalah relawan internasional, termasuk 33 dari Indonesia, ikut misi Global Sumud Flotilla 2025 yang digerakkan oleh aktivis dari 44 negara. Mereka berlayar dari Tunisia membawa bantuan makanan, obat-obatan, dan dukungan moral ke Gaza, berusaha menembus blokade Israel. Namun belum membuahkan hasil yang signifikan bagi kemerdekaan Gaza.

Bantuan kemanusiaan itu penting, tapi tak cukup untuk membawa kemerdekaan, karena perjuangan mereka butuh keadilan dan kebebasan sejati, bukan hanya sekadar bantuan semata. 

Umat saat ini harus digiring dengan pemahaman dan solusi dari sebuah permaslahan dinilai dari sudit pandang Islam. Kaum Muslim saat ini telah terpapar oleh paham kapitalisme yang sering memicu perpecahan karena mengedepankan kepentingan individu dan materi, yang menjauhkan umat dari pemahaman Islam yang kaffah, dan memunculkan arus moderasi yang dipolitisasi supaya Islam tidak kembali ke ajarannya secara utuh. Akibatnya, umat terpecah dalam berbagai kelompok yang saling bersaing dan sulit bersatu dalam perjuangan bersama.

Nasionalisme sebagai ajaran kapitalisme merupakan ide yang sangat berbahaya bagi persatuan umat Islam karena mendorong setiap negara mementingkan kepentingan bangsanya sendiri, hingga mengabaikan saudara seiman di negara lain, seperti kasus Gaza. Ide ini memecah umat menjadi negara-negara kecil dan melemahkan solidaritas Islam universal yang berlandaskan akidah, bukan batas wilayah. Akibatnya, umat Islam sulit bersatu menghadapi tantangan bersama.

Umat Muslim di seluruh dunia hakikatnya adalah saudara. Persaudaraan yang terbangun di dalamnya adalah lahir dari keimanan dan keyakinannya kepada Allah SWT yang merupakan ajaran akidah Islam itu sendiri.

Persaudaraan dalam Islam bukan hanya sebatas ikatan emosional, tetapi juga tanggung jawab untuk saling mendukung, mengasihi, dan menjaga satu sama lain. Atas dasar inilah menjadikan kewajiban bagi kita umat muslim di seluruh dunia untuk melakukan pembelaan atas Gaza yang merupakan kewajiban kita semua.

Sesuai sabda Rasulullah dalam hadis shahi bersabda dalam hadis yang shahih, “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari no. 6011 dan Muslim no. 2586)

Hanya dengan pemahanam yang benar yang akan menghantarkan sebuah pergerakan yang akan membawa hasil yang signifikan bagi kemerdekaan Gaza itu sendiri. Perlu adanya kesadaran politik untuk membangun pemahaman kepada umat.

Kesadaran politik dalam Islam mengajarkan umat untuk tidak hanya beriman, tapi juga aktif memperjuangkan keadilan. Dengan pemahaman ini, umat diharapkan mampu bersatu, menyuarakan kebenaran, dan mendukung perjuangan kemerdekaan sebagai bagian dari amanah dakwah. 

Umat harus melawan hegomoni Amerika di seluruh penguasa Muslim di dunia. Dengan mendirikan khilafah sebagai institusi negara yang dapat menyatukan umat. 

Khilafah itu produk politik bukan sekedar romantisme sejarah yang memiliki landasan ideologis, historis, empiris yang kuat. Khalifah dengan keberaniannya akan meyerukan jihad kepada seluruh kaum muslim untuk membebaskan Gaza.

Jika kekuatan muslim sudah di satukan dari seluruh dunia maka tidak akan adanya kekuatan yang lain yang mampu untuk mengalahkannya. Sebab jumlah kaum muslim begitu besar jika dibandingkan dengan jumlah Israel laknatullah.

Sejarah membuktikan bahwa Salahuddin Al-Ayyubi membebaskan Baitul Maqdis pada 27 Rajab 583 H (1187 M) setelah kemenangan gemilangnya di Perang Hittin melawan pasukan Salib. Ia menyatukan pasukan Muslim dari Mesir dan Syam, lalu mengepung selama 40 hari hingga kota tersebut menyerah tanpa penumpasan berdarah seperti saat tentara Salib merebutnya dulu. Pembebasan ini sekaligus mengembalikan Masjid Al-Aqsa sebagai tempat ibadah umat Islam dengan penuh kehormatan.

Gaza merupakan permata mahkota dunia Islam yang membutuhkan jembatan pembebasan segera dari kita kaum Muslim saat ini menuju sebuah kemerdekaan yang hakiki yaitu dengan jihad dan khilafah. []


Putri Rahmi D.E., S.ST
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update