Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Cendekiawan: Khilafah Itu Bukan Realistis atau Tidak Realistis, tetapi Harus Diperjuangkan

Senin, 29 September 2025 | 12:25 WIB Last Updated 2025-09-29T05:27:33Z

TintaSiyasi.id -- Menjawab pertanyaan apakah realistis khilafah akan tegak tidak lama lagi, padahal kondisi umat Islam sebaliknya, Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) menegaskan jika khilafah itu adalah sebuah kewajiban dan bukan soal realistis atau tidak realistis, sehingga harus diperjuangkan.

 

“Khilafah itu adalah sebuah kewajiban, maka ini bukan soal realistis atau tidak realistis, tetapi ini sesuatu yang memang harus diperjuangkan,” lugasnya dalam Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H: Satu Risalah, Satu Umat, Satu Tujuan di YouTube One Ummah TV, Sabtu (27/09/2025).

 

UIY menerangkan, ketika berbicara tentang cita-cita, maka cita-cita itu harus diletakkan secara tepat. “Ini cita-cita sekadar sebuah keinginan ataukah kewajiban?” ujarnya.

 

“Jika cita-cita ini adalah sebuah kewajiban, dan cita-cita tegaknya khilāfah itu adalah sebuah kewajiban, maka bukan soal realistis atau tidak realistis, tetapi ini sesuatu yang memang harus diperjuangkan,” tegasnya.

 

Ketika sesuatu harus diperjuangkan, UIY mengatakan bahwa yang dipikirkan adalah bagaimana membuat cita-cita itu menjadi mungkin.

 

“Jikalau kita berbicara tentang kondisi di mana cita-cita itu didengungkan, maka sama sekali tidak realistis. Ketika Rasulullah saw. mengatakan ,لَتُفْتَحَنَّ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ,  pasti akan ditaklukkan Konstantinopel. Bagaimana realistis? Lah, wong Nabi ketika mengucapkan itu menjelang Perang Khandak, dalam posisi yang sangat tertekan. Mereka harus menghadapi pasukan sekutu,” ungkapnya.

 

Ustaz Ismail menggambarkan, pasukan bukan datang dari satu dua kabilah, tetapi dari sekian banyak kabilah. “Jumlahnya lima kali lipat lebih besar. Umat Islam ketika itu disebut-sebut kurang lebih sekitar 2.000, sementara lawannya 10.000, dalam posisi tertekan,” ungkap UIY.

 

“Kalau dalam posisi tertekan, bagaimana bisa bicara tentang penaklukan Konstantinopel? Bahkan dengan lafaz pasti, لَتُفْتَحَنَّ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ,” ujarnya meyakinkan.


“Konstantinopel hari itu adalah sebuah kota yang sangat masyhur selain Roma. Kalau sekarang barangkali seperti New York atau London. Sama sekali tidak realistis,” lugasnya.

 

UIY menyebut, ketika para sahabat mendengar Nabi mengucapkan itu, dia memandang sebagai sebuah بِشَارَة (kabar gembira), sebagai sebuah kabar gembira yang bukan dilihat sebagai sebuah cita-cita kosong yang kemudian dinilai cita-cita itu dengan keadaan mereka hari itu.

 

“Karena itu, tak pernah kita membaca ada catatan sahabat itu merespons dengan nyinyir, misalnya ya, ‘Ngimpi kali, ye.’ “Utopis" atau apa pun seperti yang sering kita dengar sebagian umat Islam ketika mendengar cita-cita Islam ini hari,” bebernya.

 

Tetapi mereka justru memandangnya itu sebagai sebuah visi yang akan mereka wujudkan di suatu hari nanti, tambahnya, visi itu memberi arah perjuangan mereka.

 

“Dan betul, jikalau tidak ada perkataan Nabi seperti itu, mungkin tidak akan pernah lahir Muhammad Al-Fatih, anak dari Sultan Murad II. Sultan Murad II ini anak dari Mehmed I.  Mehmed I anak dari Bayezid I. Bayezid I anak dari Murad I. Murud I anak dari Orhan Gazi. Orhan Gazi anak dari Osman I. Osman I anak Ertuğrul Gazi,” ujar UIY menyebut silsilah Muhammad Al-Fatih.

 

Lanjut dikatakan, dari namanya dienal اَلْخِلَافَةُ الْعُثْمَانِيَّة (Khilāfah Utsmaniyah). “Ertuğrul Adalah anak lelaki dari Sulaiman Syah. Sulaiman Syah ini pemimpin kabilah Kayi, sebuah kabilah yang hidup nomaden dengan 400 tenda, 2.000 warganya,” kisahnya.

 

UIY menyebut, Sulaiman Syah telah meletakkan dasar-dasar perjuangan yang sangat kokoh, akidah yang luar biasa, kerinduan kepada akhirat, kecintaan kepada jihad dan syahid.

 

“Lahirlah Ertuğrul yang mendidik atau menggembleng anak lelakinya Orhan. Sejarah kemudian membuktikan bahwa Konstantinopel, sebuah kota yang luar biasa bertahan lebih dari 1.000 tahun dari musuh yang datang dari mana pun arahnya, takluk di bawah seorang pemuda 21 tahun,” ungkapnya.

 

“Mengapa sampai begitu? Karena Muhammad Al-Fatih betul-betul menginginkan seperti apa yang dikatakan oleh Nabi, فَلَنِعْمَ الْأَمِيرُ أَمِيرُهَا وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ,” sebut UIY.


Ia menyebutkan jika jarak antara Muhammad Al-Fatih dengan moyangnya Sulaiman 825 tahun. “Satu kurun yang sangat panjang dan tak pernah umat Islam yang lurus, yang punya akidah dan pemikiran yang benar mengatakan bahwa itu adalah cita-cita utopis,” tegasnya.

 

“Sejarah kemudian membuktikan, meski itu baru terwujud pada kurun waktu yang amat panjang sesudahnya,” tandasnya.

 

“Demikianlah mestinya umat Islam itu memandang setiap cita-cita. Cita-cita itu sebuah kewajiban atau bukan? Kalau itu sebuah kewajiban, maka cita-cita itu harus diletakkan sebagai satu visi yang membawa kita untuk bergerak ke arah sana,” tutur UIY.

 

Jika ini hari tidak memiliki kemampuan, UIY mengatakan bahwa harus membangun kemampuan sedemikian sehingga cita-cita itu bisa terwujud, sebagaimana yang dilakukan oleh kabilah Hayi tadi.

 

Ia menyesalkan, saat ini tidak ada atau kurang ada cita-cita di tengah-tengah umat Islam, karena umat Islam sudah dilanda oleh pesimisme.

 

“Di samping dilanda juga oleh penyakit wahn, yaitu, حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ, cinta kepada dunia berlebih-lebihan dan takut kepada mati. Cinta kepada dunia, berlebihan, dan takut kepada mati,” bebernya.

 

Akibatnya, UIY melihat cita-cita yang mulia itu dipandang sebagai sebuah beban yang kemudian dinilai dengan kondisi faktual ini hari. “Lalu mereka mengatakan bahwa ini cita-cita tidak realistis, bahkan utopis. Bukan utopis, sulit iya, tetapi bukan perkara atau bukan hal yang tidak mungkin,” sebutnya.

 

“Utopis itu sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Menegakkan benang basah. Jangankan lagi benang basah, benang kering pun tak bisa kita tegakkan. Mempertemukan utara dengan selatan sekaligus, ya itu utopis.

 

UIY menegaskan, jika menegakkan sesuatu yang sudah dijanjikan oleh Allah Swt. itu bukanlah utopis. “Sikap seperti inilah yang harus kita tanamkan kepada diri kita dan diri umat ini hari,” pungkasnya.[] Rere

Opini

×
Berita Terbaru Update