TintaSiyasi.id -- Kabar tentang Ahmed Al-Sharaa alias al-Julani yang kini dikabarkan tengah wara-wiri ke berbagai negara dan berencana ingin menemui Trump, menurut Pengamat Politik Internasioal Inggris Adnan Khan, menyatakan bahwa Al-Sharaa berpeluang menjadi pemimpin agen asing, meskipun awalnya bukan.
“Kita tahu ada yang hidupnya sebagai agen atau budak. Untuk
dia (Al-Sharaa) ini bukan, tetapi bisa menjadi seperti itu. Jadi apa yang
terjadi di sini adalah ingin memperoleh uang dari Amerika untuk keuasaan yang
ia lahirkan, meskipun dengan atau tanpa arahan,” ujarnya dalam akun X
@theGeopolity, Selasa (09/09/2025).
Poinnya menurut Adnan adalah dengan uang yang
diperoleh, Amerika akan mengatur dan melindunginya dengan baik. Jika tidak mau
tunduk kepada Amerika, juga tidak menjadi masalah, karena masih ada agen yang
bisa dijadikan pemimpin.
Lanjut, ia menjelaskan, di negara Amerika, Britania,
dan Prancis, mereka telah lama bekerja sama dengan keluarga-keluarga agen. Tujuannya
adalah mencoba untuk masuk ke dalam kekuasaan kepemimpinan para agen.
“Tetapi kita telah mendapati Ahmed Al-Sharaa seorang
individu yang anda tahu, justru ia sendirilah yang mengatur untuk memperolah
kekuasaannya. Jujur saya katakan kepada Anda, ia bahkan tidak dikontrol negara
manapun. Tidak satu negara pun,”
bebernya.
Oleh karena itu, penting kata Adnan, untuk mengetahui
sejarah atau latar belakang seseorang yang akan menjadi pemimpin, karena jika
tidak, tentu memunculkan kekhawatiran dipimpin seseorang yang tidak dikenal
latar belakangnya.
Namun menurutnya, mengungkapkan fakta yang sedang
terjadi sudah cukup membantu untuk mengenali sosok pemimpin tersebut.
“Dan lagi, ini maksud saya Ahmed Al-Sharaa adalah
sosok yang unik, karena sebuah grup mendapatkan kekuatan dan memang terjadi.
Tetapi apa yang anda cenderung ditemukan di Timur Tengah khususnya
kekeluargaan, pegawai militer, mereka adalah orang-orang yang biasanya
menduduki kekuasaan,” lanjutnya lagi.
Secara historis, latar belakang Ahmad Al-Sharaa
berasal dari ISIS, sehingga ia mengaku terkejut ketika sekarang menjadi mantan
ISIS yang sedang dipelihara.
Namun yang menjadi persoalan penting bukan latar
belakangnya sebagai ISIS kata Adnan, melainkan desas-desus pertemuannya dengan
Israel secara rahasia, yang merupakan bagian dari agenda Amerika. Secara
individu, Al-Sharaa dikenal baik kata Adnan.
“Saya pikir pada saat itu, ketika podcast ini
saya keluarkan, kita akan mendapatkan kepastian informasi apakah Trump jadi
bertemu dengan Al-Sharaa atau tidak, karena ini merupakan kunci penting bagi
Al-Sharra sebagai mantan ISIS yang berjuang di peperangan Irak dan berasal dari
Kamp Bukka. Bahkan Al-Sharaa adalah narapidana yang paling dikenal diantara
semua anggota ISIS,” jelasnya menambahkan.
Perjalanan Al-Sharaa sampai ke tampuk kepemimpina
adalah berkat kerjasama denga Turki. Keduanya mampu menggulingkan rezim Suriah
sebelumnya. Sebab 13 tahun peristiwa Arab Spring terjadi di Suriah, tetapi
tidak membuahkan hasil apapun.
Kini Al-Sharaa, sebut Adnan, resmi menjadi bintang pop
karena berkunjung ke berbagai serta mengenakan seragam tentara dan terkadang
dengan gaya lain. Ia juga baru-baru ini berada di Prancis, dan sedang mencoba
untuk bisa bertemu dengan Donald Trump di Timur Tengah.
Hanya saja menurutnya, Al-Sharaa harus memahami
permainan Amerika jika sudah masuk dalam tingkatan agen mereka. Ada pola yang
selalu dimainkan ketika seorang agen tidak lagi bisa diajak kerjasama, yaitu
tamat.
“Tetapi menuju tingkatan agen, ketika sudah menjadi agen, dan Anda sudah tidak berguna lagi, Anda akan disingkirkan. Tidak akan ada yang peduli. Bahkan para penasihat Anda, karena Anda hanya tinggal menunggu tamat," tandasnya.
Ini adalah pola yang dianggap
sangat sederhana untuk dimainkan terhadap para pemimpin agen dan negaranya,
yaitu siap untuk tamat,” pungkasnya.[] M. Siregar