Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tunjangan Anggota DPR Fantastik, Bukti Politik Kapitalistik

Jumat, 29 Agustus 2025 | 07:52 WIB Last Updated 2025-08-29T00:53:04Z
TintaSiyasi.id -- Lagi-lagi rakyat dibuat miris dengan tingkah polah dan kebijakan para elit politik negeri ini. Pasalnya, di tengah berbagai permasalahan ekonomi yang dihadapi hari ini, anggota Dewan Pewakilan Rakyat malah mendapatkan bermacam-macam tunjangan yang besarannya sungguh fantastik. Misalnya saja, tunjangan rumah yang nilainya Rp 50 juta per bulan, sehingga total gaji dan tunjangan mereka menjadi lebih dari Rp 100 juta per bulan. (beritasatu.com, 20-08-2025)

Meski DPR menyatakan bahwa gaji pokok mereka pada periode 2024-2029 tidak naik. Yakni dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 75 tahun 2000, besaran gaji anggota DPR ditetapkan sejumlah Rp 4,2 juta per bulan. Bagi level jabatan pimpinan dewan, lebih tinggi sedikit yakni Rp 5,04 juta untuk Ketua DPR dan Rp 4,62 juta untuk Wakil DPR. Akan tetapi, jumlah tersebut akan fantastik jika ditambah dengan berbagai macam tunjangan, antara lain tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi, tunjangan perumahan, hingga dana resesm. Yakni bisa mencapai lebih dari Rp 70 juta per bulan. Dan apabila ditambah lagi dengan fasilitas rumah dinas, kendaraan, maka bisa tembus Rp 100 juta dalam sebulan. (Kompas.com, 19-08-2025)

Sangat wajar jika rakyat marah dan merasa dikhianati. Di saat rakyat mengalami hidup susah akibat kebijakan pemerintah yang menerapkan efisiensi anggaran, para anggota legislatif justru tertawa bahagia menerima tunjangan kebutuhan hidup mewah. Bahkan sangat wajar kondisi kesenjangan antara rakyat dengan kondisi elit pejabat kita temukan di tengah penerapan system politik demokrasi kapitalis. Bukti nyata karakter kapitalistik begitu dekat dengan kehidupan elit politik negeri ini. 

Sebab, harga politik itu mahal dalam negeri demokrasi. Jadi, adanya politik transaksional menjadi keniscayaan karena mendapatkan ‘cuan’ adalah tujuannya. Dan merekalah penentu jumlah besaran anggaran demi kepentingan di kalangan mereka sendiri. Sedangkan rakyat sengaja hanya dijadikan ‘bancakan’ politik agar mereka sampai di kursi jabatan yang diinginkan.

Tak hanya itu, rakyat harus siap dengan berbagai kebijakan zalim yang ‘nirempati’. Karena faktanya memang jabatan yang mereka emban, bukan menjadi tanggung jawab yang harus ditunaikan. Melainkan sebagai alat untuk memperkaya diri, hingga lupa akan ‘amanah’ sebagai wakil rakyat.

Namun gambaran tersebut jelas tidak pernah ada dalam penerapan sistem politik Islam. Di satu sisi, perbedaan mendasar dari segi asas politik yang menjadi pondasi bangunannya. Sistem politik Islam jelas tegak berlandaskan ‘Aqidah Islamiyah’, di mana syariat Allah yang menjadi pedoman. Sedangkan demokrasi, maka wakil rakyat menjadi subyek pembuat hukum, di mana akal manusia menjadi sumber pedomannya. 

Di sisi lain, Islam memandang bahwa jabatan adalah tanggungjawab besar yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. Dalam Islam, wakil rakyat dipilih sebagai representasi rakyat dalam memberikan aspirasinya terkait perjalanan kepemimpinan kepala negara yakni Khalifah selama memimpin mereka. Bukan dalam rangka membuat atau melegislasi undang-undang. Dan jabatan mereka ini bukan hanya menjadi amanah dari rakyat tapi juga amanah Allah yang harus ditunaikan. Sehingga tidak terpikirkan menjadikan jabatan sebagai alat untuk meraih kepentingan pribadi. Sebab, keimanan kepada Allah sajalah yang menjadikan jabatan mereka selalu terjaga dalam ketaatan.

Islam juga mewajibkan setiap muslim, bukan hanya para pejabat termasuk wakil rakyat yang menjadi anggota Majelis Umat untuk ‘fastabikul khairat’ dalam menjalankan amanahnya. Karena amanah dalam Islam adalah bagian dari menjalankan kebaikan. Allah subhanallahu ta’ala berfirman dalam Al quran surat Al-Baqarah ayat 148, “Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Inilah yang menjadi motivasi setiap muslim termasuk wakil rakyat di dalam Islam dalam menjalankan amanahnya. Dan gambaran ini bisa kita saksikan saat Islam menjadi sistem kehidupan yang diterapkan oleh negara. Wallahu a’lam. []


Oleh: Yulida Hasanah
(Aktivis Muslimah Brebes)

Opini

×
Berita Terbaru Update