Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tragedi Raya: Potret Bobroknya Sistem Kesehatan Kapitalis yang Mengabaikan Nyawa

Jumat, 29 Agustus 2025 | 07:28 WIB Last Updated 2025-08-29T00:28:23Z

TintaSiyasi.id -- Kabar duka kembali menyelimuti tanah air. Seorang balita berusia tiga tahun bernama Raya, warga Mampang, Jakarta Selatan, meninggal dunia setelah sempat mengalami muntah darah hebat. Hasil diagnosa Rumah Sakit menyebutkan bahwa balita ini terinfeksi cacing dan menderita TBC. Yang lebih memilukan, hasil pemeriksaan menunjukkan cacing hidup bersarang dalam tubuhnya. Sebuah kenyataan yang menyayat nurani siapa pun yang masih punya rasa kemanusiaan.(serambinews.com, 20/8/2025)

Bagaimana mungkin, di ibu kota negara yang digadang-gadang sebagai pusat modernisasi, masih ada balita yang meninggal karena infeksi parasit yang seharusnya bisa dicegah dan diobati sejak dini?


Mengapa Cacing Bisa Hidup dalam Tubuh Raya?

Secara medis, infeksi cacing yang berat terjadi karena sanitasi buruk, lingkungan tidak higienis, dan kurangnya nutrisi serta akses kesehatan. Cacing seperti Ascaris lumbricoides (cacing gelang), hookworm (cacing tambang), dan Trichuris trichiura (cacing cambuk), bisa masuk ke tubuh lewat tanah, makanan, atau tangan yang terkontaminasi. Jika daya tahan tubuh rendah dan gizi buruk, cacing dapat berkembang biak di dalam usus bahkan menyebar ke organ-organ lain.

Kasus Raya menunjukkan adanya malnutrisi parah yang ditandai dengan pembesaran perut dan kurus ekstrem. Infeksi cacing menyebabkan penyerapan nutrisi terganggu, menyebabkan anemia, dan melemahkan sistem imun. Ditambah lagi dengan TBC, penyakit yang juga erat kaitannya dengan lingkungan padat, ventilasi buruk, dan ketimpangan sosial. Ini bukan sekadar tragedi medis, tapi cermin nyata dari kegagalan sistemik dalam menyejahterakan rakyat.


Negara Kapitalis Gagal Menjamin Hak Dasar Rakyat

Sudah menjadi kewajiban negara untuk memastikan rakyatnya hidup sehat, punya akses pangan, sanitasi, dan layanan kesehatan. Namun faktanya, Indonesia masih menduduki peringkat ke-115 dari 121 negara dalam Global Hunger Index (2022). Ironis, kekayaan alam berlimpah tapi balita kelaparan dan mati karena infeksi parasit.

Di saat rakyat kecil bertahan hidup dengan bubur encer dan rumah sempit, para elite nyaman dengan gaji jumbo, fasilitas rumah sakit VIP, bahkan berobat ke luar negeri. Bansos pun diselewengkan, sistem kesehatan dikomersialkan, dan tanggung jawab negara diswastakan.

Ini bukan hanya lalai. Ini bentuk pengkhianatan terhadap amanah sebagai pengurus umat (raa'in). Rasulullah Saw bersabda,

 "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Sayangnya, sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah menjadikan penguasa hanya berfungsi sebagai regulator, bukan penanggung jawab. Mereka lebih sibuk mengejar pertumbuhan ekonomi versi kapitalis ketimbang memastikan balita seperti Raya mendapat imunisasi, gizi, dan sanitasi layak.


Sistem Islam Menjamin Kesehatan Rakyat

Berbeda dengan sistem kapitalis, Islam mewajibkan negara (khilafah) menjamin kebutuhan pokok rakyat, seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan secara langsung dan tanpa syarat.

“Imam (khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam sistem khilafah, kesehatan bukan komoditas, tapi hak rakyat. Negara mendirikan rumah sakit gratis dengan pelayanan berkualitas tanpa diskriminasi. Sumber dana berasal dari Baitul Mal, termasuk dari harta milik umum (seperti tambang, minyak, gas), fa’i, kharaj, dan zakat.

Khalifah Harun al-Rasyid, misalnya, membangun rumah sakit dengan tenaga medis ahli dan pelayanan setara untuk rakyat biasa maupun pejabat. Dokter berkeliling ke rumah-rumah untuk memberikan layanan preventif dan edukasi. Bahkan, di masa Khilafah Utsmaniyah, rumah sakit dilengkapi perpustakaan dan pusat penelitian kesehatan.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Nizham al-Islam menegaskan bahwa Islam bukan sekadar agama spiritual, melainkan sistem hidup yang menyeluruh, termasuk dalam urusan pengelolaan negara. Beliau menolak sistem demokrasi sekuler yang menjadikan hukum berasal dari akal manusia, dan menyerukan penegakan kembali khilafah sebagai metode syar'i untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan.

Dalam Muqaddimah ad-Dustur, beliau menuliskan,

"Negara khilafah adalah negara yang berdiri atas dasar akidah Islam dan menerapkan hukum-hukum syariah dalam seluruh aspek kehidupan. Kesehatan, pendidikan, dan keamanan menjadi tanggung jawab penuh negara terhadap rakyat."

Menurut beliau, masalah kesehatan tidak bisa diselesaikan dengan tambal sulam atau sekadar proyek jangka pendek. Solusi tuntas hanya bisa dilakukan bila sistem Islam diterapkan secara kaffah, dengan negara yang benar-benar bertanggung jawab di hadapan Allah dan rakyatnya.


Menutup Luka, Bukan Menutup Mata

Kematian Raya bukan sekadar statistik kematian balita. Ia adalah simbol dari sistem yang gagal menjaga amanah. Satu nyawa yang hilang karena kelalaian negara adalah bukti bahwa kita butuh perubahan mendasar, bukan sekadar belas kasihan atau program karikatif sesaat.

Sudah saatnya umat Islam kembali menyadari bahwa keadilan sosial dan pelayanan kesehatan paripurna hanya bisa terwujud jika sistem yang digunakan berasal dari Zat yang Maha Adil. Bukan sistem buatan manusia yang sarat kepentingan dan korupsi, tapi sistem Islam dari Allah SWT yang diturunkan sebagai rahmat bagi semesta alam.

“Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.”
(QS. Al-Anbiya: 107)

Raya mungkin sudah pergi, tapi jangan biarkan nyawa balita lainnya ikut terkubur bersama kelalaian kita. Saatnya kita suarakan perubahan, bukan lagi lewat derma, tapi lewat sistem yang benar, yaitu Khilafah ala minhaj an-nubuwwah. []


Nabila Zidane
Jurnalis

Opini

×
Berita Terbaru Update