Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Sikap Orang yang Mengenal Allah SWT (Makrifatullah) Menurut Abu Laits As-Samarqandi

Minggu, 03 Agustus 2025 | 11:58 WIB Last Updated 2025-08-03T04:58:34Z

TintaSiyasi.id --  Pendahuluan.
Makrifatullah, yakni mengenal Allah Swt. dengan sebenar-benarnya pengenalan adalah maqam spiritual tertinggi dalam perjalanan ruhani seorang hamba. Bukan sekadar mengenal nama dan sifat-Nya, tetapi menghadirkan keagungan Allah dalam setiap detak hati, laku hidup, dan kesadaran eksistensial. Dalam pandangan Imam Abu Laits As-Samarqandi, seorang ulama besar abad ke-4 H, orang yang telah mencapai makrifatullah akan memancarkan sikap-sikap yang luar biasa dalam kehidupan.

Dalam karya monumentalnya Tanbihul Ghafilin, beliau menyingkap bagaimana buah dari makrifatullah tidak sekadar berupa ilmu, tetapi berubah menjadi cahaya perilaku yang agung, tunduk, dan penuh cinta.

Makna Makrifatullah Menurut Abu Laits As-Samarqandi

Abu Laits menjelaskan bahwa makrifatullah adalah ilmu yang menghujam ke dalam hati dan menghasilkan rasa takut, cinta, harap, serta kerendahan diri di hadapan-Nya. Ia bukan sekadar pengetahuan akademik, tetapi sebuah perasaan hidup dalam kesadaran akan kehadiran dan pengawasan Allah Swt.
Makrifatullah membawa seseorang dari sekadar “tahu” menjadi “merasa” dan “tunduk sepenuhnya”.

Sikap Orang yang Mengenal Allah Swt.
Abu Laits menyebut beberapa tanda atau sikap utama yang muncul dari seseorang yang benar-benar mengenal Allah Swt:

1. Rasa Takut (Khasyyah) yang Tulus
Orang yang makrifat kepada Allah tidak bermain-main dengan dosa. Ia takut bukan karena ancaman siksa semata, tetapi karena malu kepada Allah. Seperti seorang anak yang sangat mencintai orang tuanya, ia enggan menyakiti hati-Nya.
“Takutnya orang alim lebih dahsyat daripada takutnya orang bodoh, karena ia tahu betapa Maha Dahsyatnya Allah.” (Tanbihul Ghafilin)

2. Merendahkan Diri (Tawadhu')

Makrifatullah melahirkan kesadaran bahwa manusia hanyalah makhluk hina tanpa daya. Ia tidak akan sombong dengan ilmunya, jabatannya, atau amalnya. Ia justru semakin merunduk di hadapan Allah, sebagaimana bumi yang dipijak,  tetapi tetap memberi kehidupan.

3. Khusyuk dalam Ibadah

Orang yang makrifatullah akan menghayati setiap detik ibadah sebagai perjumpaan dengan Sang Kekasih. Shalatnya tidak sekadar gerakan, tetapi dialog penuh cinta dan rasa haru. Dzikirnya bukan rutinitas, tetapi kehadiran yang hidup.

4. Malu Berbuat Dosa
Rasa malu seorang arif (yang mengenal Allah) jauh lebih besar daripada rasa takut. Ia merasa selalu dalam pandangan Allah, sehingga malu melakukan hal yang tidak pantas meskipun dalam kesunyian.
“Seorang arif tidak butuh penjaga, karena hatinya telah diawasi oleh Allah.”

5. Zuhud Terhadap Dunia
Dunia bagi seorang arif hanyalah titipan, bukan tujuan. Abu Laits menyatakan bahwa dunia di mata orang yang mengenal Allah seperti bangkai di depan orang berakal, tidak akan diambil kecuali karena sangat terpaksa.

6. Mencintai Kesendirian untuk Berzikir
Orang yang makrifat senang menyendiri bukan karena membenci manusia, tetapi karena merindukan dialog dengan Rabb-nya. Ia menikmati malam untuk bermunajat, dan siang untuk memberi manfaat kepada sesama.

7. Memperbanyak Taubat dan Istighfar
Semakin tinggi makrifat seseorang, semakin merasa hina dan tidak layak. Ia tidak pernah merasa cukup dengan amalnya. Ia terus beristighfar, meskipun hidupnya sudah dipenuhi amal saleh.

8. Sabar dalam Ujian, Syukur dalam Nikmat
Makrifatullah membentuk mental yang tangguh. Ia sabar karena tahu bahwa Allah sedang mendidik, dan bersyukur karena yakin semua datang dari cinta-Nya.

9. Ikhlas dan Tawakal
Seorang arif tidak berharap pada makhluk. Ia bersandar sepenuhnya kepada Allah. Semua amalnya didasarkan pada ikhlas, dan hasilnya diserahkan kepada Yang Maha Bijaksana.

10. Semangat Menebar Kebaikan
Orang yang makrifatullah akan terus menebar rahmat dan manfaat. Ia merasa bahwa setiap waktunya harus digunakan untuk mendekatkan diri dan orang lain kepada Allah.

Penutup: Makrifatullah, Inti dari Kehidupan Ruhani

Makrifatullah bukan sekadar ilmu atau pengalaman mistis, tetapi sebuah puncak dari proses panjang ibadah, mujahadah, dan tazkiyah. Abu Laits As-Samarqandi mengajarkan bahwa jika seseorang mengenal Allah dengan sebenar-benarnya, maka hidupnya akan berubah total: dari egoisme menuju pengabdian, dari lalai menuju kesadaran, dari kebanggaan menuju kerendahan hati.

Inilah maqam para salihin, para ulama rabbani, dan orang-orang yang hatinya senantiasa hidup dalam cahaya cinta Ilahi. Semoga Allah menghiasi kita dengan makrifat yang sejati.
“Barangsiapa mengenal Allah, maka ia akan takut, tunduk, dan senantiasa rindu untuk berjumpa dengan-Nya.” (Abu Laits As-Samarqandi).

Wallahu a‘lam bish-shawab.

Dr. Nasrul Syarif, M.Si.  
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana  UIT Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update