TintaSiyasi.id -- Ada perubahan tren dalam merayakan kemerdekaan Indonesia. Jika dulu selebrasi merah putih cenderung disimbolkan dengan gapura dan bendera, kini pemaknaan tersebut dikemas dalam bentuk yang lebih menarik. Sebagaimana gerakan Indonesia Gelap dan Darurat Konstitusi yang sebelumnya telah digaungkan. Pengibaran bendera One Piece ini bukanlah suatu bentuk gerakan radikal. Simbol-simbol yang dipakai melambangkan cerita perjuangan dan perjalanan panjang dalam mencapai sesuatu. Bukan sebuah hal baru yang muncul sebagai respon masyarakat terhadap dunia politik.
Fenomena ini bukan pertanda dari satu krisis politik atau ekonomi, melainkan akumulasi dari rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah. Media sosial berhasil mengakomodasi ekspresi tersebut sehingga masyarakat dapat menunjukan kegelisahannya. Hal ini tentunya lumrah dilakukan dan tidak seharusnya menuai tanggapan represif dari pemerintah. Melarang tidak akan efektif. Motor resonansi yang baik itu terbuka, artikulasinya cukup bagus dan ada pesan yang wajib diketahui. Beginilah cara rakyat mengingatkan bahwa ada isu penting: Indonesia belum merdeka secara hakiki.
Indonesia sedang dirundung pilu. Katanya sudah merdeka, tetapi realitasnya masih terpenjara. Tidak bebas dari kekufuran yang membelenggu rakyatnya. Tidak bisa menghamba dengan sebaik-baiknya ibadah pada Sang Pencipta. Perayaan pun digelar di setiap sudut kota dan desa, ditemani rakyatnya yang mayoritas sengsara.
Akibat kemiskinan, jutaan balita kurang gizi, kebutuhan hidup tidak terpenuhi, kebodohan menjangkiti generasi, pengangguran, pajak kian mencekik, kriminalitas mafia merajalela, kesehatan hanya dimiliki oleh orang kaya, keamanan bak barang mewah yang sulit dirasakan warga. Inilah paradoks negeri berlimpah sumber daya alam.
Negeri Zamrud Khatulistiwa ini, kini sungainya dicemari limbah industri. Gunungnya digunduli, hutannya ditebangi, laut dan udaranya penuh dengan polusi. Bencana alam datang bertubi-tubi akibat tangan manusia yang penuh dengan keserakahan. Sungguh ironi di negeri gemah ripah loh jinawi.
Negeriku pun sedang tersedu menyaksikan kemungkaran bertebaran di setiap penjuru. Mulai dari pelecehan terhadap syariat Allah Swt., hingga kriminalisasi para ulama, semua terjadi di negeri muslim terbesar ini. Syariat Khilafah dimonsterisasi, jihad yang agung dikebiri, syariat jilbab dinodai, pengemban dakwahnya dipersekusi.
Tidak Butuh Retorika
Negeriku tidak butuh retorika “merdeka” dari penguasa yang abai terhadap rakyatnya dan senantiasa berdiri bersama pengusaha. Negeriku tidak butuh retorika “merdeka” dari kaum intelektual yang telah terbeli oleh harta. Negeriku hanya butuh kemerdekaan hakiki yang mampu mengeluarkannya dari seluruh permasalahannya.
Sungguh, ketiadaan moncong senjata penjajah pada negeri ini bukan berarti kita telah merdeka seutuhnya. Ketertundukan pada sistem kufur, penjajahan budaya, kelaparan, kemiskinan, kebodohan, dan setumpuk problematik yang diidap, semua itu tetap ada, bahkan keberadaannya makin ter-mutajasad pada kehidupan masyarakat.
Kemerdekaan Hakiki Dalam Islam
Sejatinya, kemerdekaan hakiki adalah saat kita terlepas dari belenggu kekufuran dan ketika manusia bisa tunduk sepenuhnya kepada hukum Islam dari Allah SWT Pencipta alam semesta.
Kemerdekaan hakiki dalam pandangan Islam adalah seseorang, atau sebuah masyarakat negara baru bisa dikatakan merdeka secara hakiki, ketika ia bisa tunduk sepenuhnya kepada seluruh perintah dan larangan Allah, serta melepaskan diri dari belenggu sistem yang bertentangan dengan tauhid seraya menegakkan hukum Islam.
Dalam sejarah kemudian terbukti, ketika sebuah negara menerapkan hukum Islam maka negara yang semula kumuh, menjadi berkemajuan dan penuh cahaya, di dalam Al-Qur'an ini disebut mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.
Dan dalam sejarah kemudian terbukti bagaimana negeri-negeri yang dikuasai Islam berubah dari semula kusam, menuju negeri yang berkemajuan. Negeri seperti Spanyol dan daerah lain di Eropa yang semula itu kumuh, mundur, mencapai kemajuan ketika dalam kekuasaan Islam, di saat negeri lain sedang berada dalam kegelapan.
Bahkan dalam sejarah kaum Yahudi justru berkemajuan ketika Islam berjaya di Andalusia. Bahkan orang Yahudi pun mencapai masa keemasan justru di masa kejayaan Islam di Andalusia. Sementara kolonialisme Barat menyebarkan kebodohan dan kerusakan.
Bagi bangsa Indonesia untuk merenungkan kemerdekaan negeri Indonesia selama 80 tahun lebih itu sudah hakiki atau belum. Secara fisik dan militer memang negara kita sudah bebas dari penjajahan sebagaimana proklamasi tahun 1945. Tapi setelah 80 tahun lebih berlalu penting bagi kita ini hari untuk menilai benarkah kita sudah merdeka secara hakiki. Tentu jawabannya bergantung pada apa pengertian kita mengenai penjajahan dan apa pengertian kita tentang merdeka.
Kemerdekaan juga tidak boleh terlepas dari rasa syukur dan tafakur. Kita harus bertafakur menyertai rasa syukur. Bersyukur sudah terbebas dari penjajahan fisik atau militer dari Belanda, Jepang dan lainnya, tetapi tetap tidak boleh berhenti bertafakur memikirkan bahwa masih ada penjajahan dalam bentuk lain yang terjadi saat ini, seperti penjajahan ekonomi, politik, sosial budaya.
Ada dua faktor penyebab ekonomi, politik, sosial, budaya, masih dikendalikan dan di hegemoni oleh barat. Dua faktor tersebut adalah pertama, barat tidak akan mau kehilangan handle-nya atau kendalinya di negeri-negeri muslim yang sangat strategis. Kedua, penguasa-penguasa di negeri ini, tokoh-tokoh politiknya mau menjadi kaki tangan para penjajah, demi dukungan terhadap kekuasaannya
Indonesia itu strategis secara geografis maupun geo ekonomis. Di Indonesia ada barang tambang luar biasa, diapit oleh dua benua dan dua samudra. Barat tidak mau kehilangan, karena itu mereka akan terus melakukan penguasaan, pengendalian, hegomoni dan dominasi. Jika mereka sudah melepaskan secara fisik dan militer, mereka akan terus berusaha untuk memegang aspek lain, baik secara ekonomi, politik, sosial, maupun budaya.
Hegemoni barat terus digaungkan untuk menjaga kepentingan politik, dan kepentingan ekonomi, untuk menjaga supaya barat punya akses terhadap kekuasaan. Sehingga terpilihlah penguasa-penguasa di negeri ini, tokoh-tokoh politik yang mau menjadi kaki tangan para penjajah demi dukungan terhadap kekuasaannya.
Dakwah : Membangkitkan Kesadaran Umat
Mari kita bangkitkan kesadaran umat Islam untuk berjuang melepaskan negeri ini dari segala bentuk penjajahan dengan dakwah menegakkan syariat Islam.
Jikalau kemarin umat telah berhasil berjuang untuk mewujudkan kemerdekaan, melepaskan diri dari penjajahan fisik dan militer, hari ini selanjutnya umat butuh memperjuangankan untuk membebaskan dari penjajahan non fisik: penjajahan ekonomi, politik.
Perjuangan optimal yaitu dengan cara dakwah menegakkan syariat Islam, dakwah menyadarkan umat untuk menuntut perubahan bagi tegaknya kehidupan Islam yang di dalamnya diterapkan syariat Islam. Dengan itu, kita bisa mengabdi kepada Allah Swt, Tuhannya manusia dengan sepenuh-penuhnya.
Umat tidak punya pilihan setelah komunisme dan kapitalisme terbukti gagal. Bahkan semakin nyata kebobrokonnya. Bagaimana Krisis Ekonomi mulai melanda dunia, Yunani, Amerika, dan lain sebagainya. Pertanyaannya umat mau kemana akan mengadu selain kepada Islam? Inilah saatnya kita kembali kepada Islam. Kita diberikan negeri yang luar biasa barokah dari Allah. Kita sendiri juga mengakui kemerdekaan Indonesia atas berkat rahmat Allah, tapi kenapa kita mengelola negeri yang dulu merdeka atas nama Allah, justru sekarang meninggalkan tuntunan Allah? Oleh karena itu harus dihentikan, sudah saatnya kita kembali kepada Islam, kepada Al haqq, yaitu kepada Syariah Islam. Dan jika betul-betul kita mau menjadi khoiru ummah, maka tidak mungkin tidak kita harus bersatu, dan persatuan itu hanya mungkin terjadi dengan Khilafah. Sehingga umat bisa terlindungi dari penjajahan.
Wallahu A'lam
Oleh: Imanda Amalia, S.KM, M.PH
Dosen, Founder @Rumahsyariahinstitute