Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Palestina dan Wajah Munafik Media Global

Kamis, 28 Agustus 2025 | 08:24 WIB Last Updated 2025-08-28T01:25:05Z

TintaSiyasi.id -- Sudah rahasia umum jika setiap kali rakyat Palestina mengangkat senjata sebagai bentuk perlawanan atas penjajahan brutal Zion*s, media global di bawah kendali Barat secara sigap melabeli aksi tersebut sebagai ekstremisme, terorisme, bahkan radikalisme.

Namun sebaliknya, ketika entitas Zion*s melancarkan agresi militer yang sistematis dan terencana, dengan bom-bom pintar, pesawat tempur, hingga senjata pemusnah massal, narasi media justru berbalik. Serangan brutal itu disebut sebagai “Langkah defensif”, “Hak mempertahankan diri”, atau “Upaya melindungi warga Isra3l dari ancaman teroris.” Inilah wajah munafik media global yang selama ini menjadi corong opini bagi sistem kapitalisme internasional.

Standar ganda ini tidak sekadar menjadi bentuk ketidakadilan jurnalistik, melainkan bagian dari strategi sistemik yang dirancang untuk mengaburkan fakta penjajahan. Dunia disuguhi ilusi seolah Palestina adalah agresor, padahal sesungguhnya mereka adalah korban kejahatan kemanusiaan paling panjang dalam sejarah modern. Sayangnya, dengan kekuatan narasi dan jaringan media yang luas, opini publik dunia dikendalikan oleh kekuatan yang membela penjajah dan menstigmatisasi perjuangan pembebasan sebagai bentuk kekacauan.

Tidak berhenti pada pemberitaan, penggiringan opini juga berlangsung di media sosial, lembaga internasional, hingga platform digital besar yang dikendalikan oleh segelintir korporasi. Mereka bukan hanya menyensor realitas yang terjadi di Gaza, tetapi juga menarget akun-akun yang vokal menyuarakan kejahatan Israel.

Hal ini menjadi bukti bahwa kebebasan pers dan kebebasan berpendapat yang selama ini diagung-agungkan oleh Barat sejatinya hanyalah ilusi, yang akan segera dicabut ketika mengganggu kepentingan geopolitik dan ekonomi mereka.

Padahal, jika merujuk pada sejarah, rakyat Palestina memiliki hak penuh atas tanah mereka yang telah dijajah paksa sejak 1948. Hak untuk mempertahankan diri dari penjajah, menurut hukum internasional sekalipun, adalah hal yang sah dan dijamin.

Namun, standar ganda Barat dan media global membuat fakta ini tenggelam di antara label negatif yang terus ditempelkan pada pejuang kemerdekaan Palestina.

Ironisnya, sebagian besar pemimpin negeri-negeri Muslim justru ikut terseret dalam narasi yang sama. Mereka larut dalam diplomasi semu, konferensi tanpa hasil, dan pernyataan “Kecaman keras” yang tidak mengubah nasib satu pun warga Gaza.

Di sinilah pentingnya umat Islam melihat persoalan ini dengan kaca mata ideologis, bukan emosional sesaat. Apa yang menimpa rakyat Palestina adalah ujian bagi seluruh kaum Muslimin, dan kewajiban kita bukan hanya bersimpati, tetapi juga menyusun langkah strategis untuk benar-benar mengakhiri penjajahan tersebut. 

Bukan dengan berharap pada lembaga internasional yang bias, bukan pula dengan berdoa sambil berdiam diri, tetapi dengan merujuk pada solusi hakiki yang diwariskan oleh syariat Islam, yaitu khilafah dan jihad fi sabilillah.


Khilafah dan Jihad Solusi Ideologis Mengakhiri Penjajahan Zion*s

Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang menyatukan umat di bawah satu kepemimpinan, berlandaskan syariat, dan bertugas menegakkan hukum Islam secara menyeluruh, termasuk melindungi wilayah dan umat dari ancaman luar. 

Dalam kitab Nizhamul Hukmi fil Islam, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa negara khilafah adalah institusi politik yang mewakili umat dalam menerapkan syariat Islam dan menyampaikan dakwah ke seluruh dunia.

Beliau menegaskan bahwa,

“Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.”

Artinya, khilafah bukan hanya soal hukum pidana dan ibadah, tetapi juga menyangkut hubungan internasional, strategi militer, serta pembebasan wilayah Muslim yang terjajah.

Dalam konteks Palestina, khilafah bukan hanya akan mengutuk penjajahan Zion*s, melainkan mengerahkan kekuatan nyata untuk menghentikannya.

Islam memandang bahwa tanah Palestina adalah tanah kaum Muslimin, yang wajib dibebaskan dari cengkeraman penjajah. Pembebasannya tidak bisa dilakukan hanya dengan demonstrasi, donasi, atau lobi diplomatik, tetapi dengan jihad fi sabilillah yang dipimpin oleh negara khilafah. Bukan sembarang jihad, tetapi jihad yang sah secara syar’i, dipimpin oleh khalifah sebagai imam tertinggi umat Islam.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Mafahim Hizb ut Tahrir juga menyatakan,

“Tidak ada jalan untuk membebaskan tanah kaum Muslimin yang dijajah kecuali dengan mengerahkan pasukan yang dipimpin oleh seorang khalifah.”

Jadi, perjuangan membebaskan Palestina adalah kewajiban syar’i, bukan sekadar isu kemanusiaan. Selama umat Islam tidak memiliki institusi khilafah, maka perjuangan akan selalu terbentur pada keterbatasan negara-negara nasionalis yang tidak memiliki keberanian politik dan legalitas syar’i untuk mengangkat senjata secara kolektif melawan penjajah.


Peran Khilafah pada Media untuk Mencegah Narasi Munafik

Selain aspek militer, khilafah juga akan mengakhiri dominasi media global dalam membentuk opini sesat. Dalam sistem Islam, media berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan kebenaran, mencerdaskan umat, dan menjaga akidah dari penyimpangan. Negara khilafah akan memiliki jaringan media yang independen dari pengaruh kapitalisme dan tidak tunduk pada narasi Barat.

Media khilafah akan menampilkan perjuangan rakyat Palestina sebagai bentuk jihad membela kehormatan umat. Kamera dan pena tidak akan disensor oleh algoritma penjajah. Bahkan media dalam khilafah akan menjadi corong dakwah Islam ke seluruh dunia, membongkar kedustaan media Barat, serta menjadi garda terdepan dalam perang opini global.

Oleh karena itu, sudah saatnya umat Islam meninggalkan sikap reaksioner dan beralih pada perjuangan sistemik. Tidak cukup hanya mengecam dan mengutuk. Tidak cukup hanya mengutuk kemunafikan media global. Kita membutuhkan institusi yang mampu melawan secara ideologis, politis, dan militer. Dan itu hanya bisa diwujudkan dengan tegaknya Khilafah ala minhaj an-nubuwwah.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surah An-Nisa ayat 75,

“Mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah di antara laki-laki, wanita-wanita dan anak-anak yang berdoa, 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang zalim penduduknya, dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu.'
Ayat ini bukan hanya seruan spiritual, tetapi seruan politik. Seruan untuk membela, melindungi, dan membebaskan.
Maka, mari berhenti berharap pada media yang berpihak. Jangan berharap pada konferensi damai yang palsu. Jangan terlena dengan opini global yang menyesatkan. Saatnya bersatu dalam satu barisan perjuangan. Bersama para pengemban dakwah ideologis, kita bangun kesadaran umat menuju tegaknya Khilafah Islamiah yang akan menjadi pelindung hakiki bagi kaum tertindas dan penjaga kehormatan Islam bukan hanya di Palestina, tapi seluruh belahan dunia lainnya. []


Nabila Zidane
Jurnalis

Opini

×
Berita Terbaru Update