Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Marak Narkoba di Kalangan Remaja: Fenomena Apa?

Jumat, 15 Agustus 2025 | 12:58 WIB Last Updated 2025-08-15T05:58:15Z

TintaSiyasi.id -- Narkoba masih menggila. Mirisnya, justru marak di kalangan remaja, generasi penerus bangsa. Saat memberikan kuliah umum di Universitas Indonesia (UI) Depok, Jawa Barat, Rabu (6/8), Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Polisi Marthinus mengungkapkan, sebanyak 312 ribu anak usia remaja (15-25 tahun) di Indonesia terpapar narkotika dari angka prevalensi penyalahgunaan narkotika pada tahun 2023 sebesar 1,73 persen atau setara 3,33 juta orang (antaranews.com, 9/8/2025).

Bahkan tak hanya menjadi pengguna, mahasiswa dan pelajar pun terlibat dalam peredaran narkoba. Beberapa di antara mereka ditangkap karena mengedarkan dan menjual narkoba ke pembeli lain. Modus perdagangan narkoba pun beragam. Para oknum memiliki seribu cara untuk mengedarkan narkoba dengan cara ilegal. Dari modus produk brownies, keripik pisang, hingga air mineral. Terbaru, ada narkotika jenis baru yang dicampurkan ke cairan rokok elektrik alias vape (krjogja.com, 29/7/2025).

Berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan. BNN kini semakin gencar melakukan edukasi dan pencegahan melalui berbagai program, termasuk sosialisasi di sekolah dan universitas, pembentukan satgas anti-narkoba di lingkungan pelajar, serta kolaborasi dengan kementerian dan lembaga pendidikan. 

Demikian pula, aparat sering menangkap pengedar narkoba beserta jaringannya. Namun nyatanya, peredaran barang haram tak lantas hilang. Ya, inilah salah satu potret buram penerapan sistem sekularisme liberal kapitalistik. Sangat mungkin, terus maraknya narkoba tak lepas dari keberadaan sistem rusak tersebut.

*Penyebab Kasus Narkoba Marak Terjadi di Kalangan Remaja*

Peredaran narkoba di Indonesia hingga kini terus terjadi dan seakan sulit untuk dihentikan. Terus masuknya narkoba di tanah air, disinyalir akibat struktur perdagangan narkoba di Indonesia menarik bagi sindikat narkoba internasional. Pasalnya, barang haram ini bisa dijual dengan harga tinggi dibandingkan di beberapa negara lain. Misalnya saja, harga narkotika jenis sabu-sabu di Cina hanya berkisar Rp20.000 dan di Iran berkisar pada Rp50.000. Namun di Indonesia, harga jualnya mencapai angka Rp1,5 juta/gram!

Selain itu, jumlah penduduk Indonesia yang besar serta luasnya wilayah dan terbuka menjadikannya sebagai pangsa pasar menggiurkan. Bahkan, diduga kuat, Indonesia sudah menjadi basis produksi beberapa jenis narkoba.

Bila ditelisik, ada beberapa faktor mengapa remaja rentan terhadap penyalahgunaan narkoba dan bahkan menjadi pengedar. Berikut beberapa alasannya:

Pertama, rasa ingin tahu dan pencarian jati diri. Remaja berada pada fase eksplorasi diri. Mereka cenderung penasaran dan ingin mencoba hal-hal baru, termasuk yang berbahaya seperti narkoba, tanpa menyadari risiko jangka panjangnya.

Kedua, tekanan dari lingkungan sosial (peer pressure). Remaja seringkali ingin diterima dalam kelompok pertemanan. Jika teman sebaya menggunakan narkoba, ada tekanan untuk ikut mencoba agar tidak merasa dikucilkan.

Ketiga, kurangnya pendidikan dan pengawasan orang tua. Dalam banyak kasus, remaja tidak mendapat perhatian atau pengawasan yang cukup dari keluarga. Hal ini membuat mereka lebih mudah terjerumus ke pergaulan bebas dan penyalahgunaan narkoba.

Keempat, krisis ekonomi dan keluarga tak harmonis. Remaja dari keluarga dengan masalah ekonomi atau konflik rumah tangga rentan mencari pelarian melalui narkoba. Beberapa bahkan tergiur menjadi pengedar karena iming-iming uang cepat.

Kelima, pengaruh media dan internet. Konten di media sosial, film, atau musik kadang mengglorifikasi penggunaan narkoba, membuatnya terlihat keren atau normal. Ini bisa memengaruhi cara pikir remaja.

Keenam, akses yang semakin mudah. Peredaran narkoba kini menyasar berbagai kalangan, termasuk pelajar. Kemudahan akses membuat narkoba bisa didapatkan bahkan di lingkungan sekolah atau tempat nongkrong, bahkan dengan harga murah.

Ketujuh, kurangnya edukasi dan kesadaran. Masih banyak remaja yang tidak memahami bahaya narkoba secara utuh. Program edukasi di sekolah atau komunitas mungkin belum cukup menyentuh akar masalah.

Kedelapan, Indonesia sebagai pasar besar. Indonesia dianggap sebagai pasar potensial bagi peredaran narkoba karena jumlah penduduk yang besar dan lemahnya pengawasan di beberapa wilayah. Remaja jadi sasaran empuk karena dianggap mudah dipengaruhi.

Dengan demikian, maraknya kasus narkoba di kalangan remaja merupakan akibat dari kombinasi faktor psikologis, sosial, ekonomi, dan sistem yang belum optimal. Dalam penerapan sistem sekularisme kapitalistik liberal yang memfasilitasi aktivitas jauh dari agama, serba bebas, dan yang dicari hanya kesenangan duniawi, wajar bila faktor-faktor penyebab di atas mudah kita jumpai.

Dampak Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Remaja terhadap Masa Depan Bangsa

Penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja di Indonesia memiliki dampak yang sangat serius terhadap masa depan bangsa. Remaja adalah generasi penerus yang akan memegang peran penting dalam pembangunan dan kemajuan negara. Ketika  mereka terjerumus  narkoba, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga masyarakat luas dan negara secara keseluruhan. Berikut beberapa dampaknya:

Pertama, kerusakan fisik dan mental. Secara fisik, narkoba dapat merusak organ vital seperti otak, jantung, hati, dan paru-paru. Remaja yang sudah menggunakan narkoba sejak dini akan mengalami penurunan kesehatan jangka panjang. Adapun secara mental bisa menimbulkan gangguan kejiwaan seperti depresi, kecemasan, halusinasi, bahkan gangguan jiwa berat. Dampak jangka panjangnya, generasi yang sakit-sakitan tidak mampu berkontribusi optimal bagi pembangunan bangsa.

Kedua, penurunan prestasi dan produktivitas. Remaja pengguna narkoba cenderung menurun semangat belajar, bolos sekolah, bahkan putus sekolah. Daya pikir dan konsentrasi pun terganggu, sehingga prestasi akademik merosot tajam. Akibatnya, bangsa kehilangan potensi sumber daya manusia yang berkualitas.

Ketiga, meningkatkan angka kriminalitas dan masalah sosial. Banyak remaja yang terlibat tindak kriminal untuk mendapatkan narkoba, seperti mencuri, merampok, hingga menjadi pengedar. Lalu lingkungan menjadi tidak aman dan rusak secara moral. Konsekuensi selanjutnya, stabilitas sosial terganggu dan biaya sosial menjadi tinggi.

Keempat, hilangnya generasi penerus yang berkualitas. Penggunaan narkoba jangka panjang bisa menyebabkan ketergantungan dan kematian dini. Banyak potensi anak muda yang harusnya menjadi pemimpin, ilmuwan, guru, atau tenaga ahli justru hilang sia-sia. Hal ini menimbulkan dampak strategis yaitu terganggunya regenerasi kepemimpinan dan kemajuan bangsa. 

Kelima, beban ekonomi negara meningkat. Pemerintah harus mengeluarkan banyak dana untuk rehabilitasi, pengobatan, pengamanan, dan penegakan hukum. Pun produktivitas tenaga kerja menurun karena tingginya angka ketergantungan narkoba. Efeknya adalah pembangunan nasional menjadi terhambat.

Keenam, merusak moral dan jati diri bangsa. Narkoba menjauhkan remaja dari nilai-nilai luhur bangsa seperti gotong royong, disiplin, tanggung jawab, dan integritas. Pun memunculkan generasi yang kehilangan arah, mudah terpengaruh, dan tidak memiliki visi hidup jelas. Risiko lanjut yaitu lemahnya karakter bangsa dan runtuhnya budaya positif.

Dengan demikian, penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja adalah ancaman serius bagi masa depan Indonesia. Jika tidak ditangani secara komprehensif, dampaknya akan menurunkan kualitas sumber daya manusia, memperlemah daya saing bangsa, serta menghambat pembangunan nasional. Oleh karena itu, pencegahan dan edukasi dini sangat penting, tidak hanya oleh pemerintah dan sekolah, tapi juga keluarga dan masyarakat luas.

Strategi Pengendalian Narkoba di Kalangan Remaja

Strategi pengendalian narkoba di kalangan remaja harus dilakukan secara komprehensif, melibatkan berbagai pihak seperti pemerintah, sekolah, keluarga, masyarakat, serta media. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat diterapkan secara efektif di Indonesia, termasuk di kalangan remaja:

Pertama, pendidikan dan penyuluhan bahaya narkoba. Hal ini terintegrasi dalam kurikulum sekolah, yaitu materi tentang bahaya narkoba dimasukkan dalam pelajaran seperti Pendidikan Kewarganegaraan, Biologi, atau Bimbingan Konseling. Selain itu, menggelar kampanye antinarkoba melalui seminar, webinar, lomba kreatif (poster, video, dan lain-lain) dengan pesan antinarkoba. Juga mengadakan pelatihan peer educator, dengan melibatkan siswa sebagai agen perubahan untuk menyampaikan informasi kepada teman sebaya.

Kedua, penguatan peran keluarga. Terkait pendidikan (pengasuhan), orang tua diberikan edukasi agar mampu mendeteksi perubahan perilaku anak dan melakukan pendekatan emosional. Orang tua juga menjalin komunikasi terbuka di rumah, dengan membangun hubungan hangat dan saling percaya antara orang tua dan anak.

Ketiga, pemberdayaan komunitas dan sekolah. Mewujudkan sekolah sebagai zona aman narkoba, dengan kebijakan zero tolerance, pengawasan ketat, dan tes urine berkala. Selain itu mengadakan kegiatan positif untuk remaja seperti memfasilitasi kegiatan ekstrakurikuler, seni, olahraga, dan wirausaha untuk mengalihkan dari aktivitas negatif.

Keempat, penegakan hukum dan pengawasan. Sanksi tegas bagi pengedar.  Meskipun masih remaja, pengedar harus ditindak sesuai hukum dengan pendekatan yang tetap mempertimbangkan aspek rehabilitasi. Pun mengawasi area rawan narkoba, terutama di sekitar sekolah, warnet, kos-kosan, dan tempat tongkrongan. Juga dipastikan aparat tidak justru melindungi atau bahkan menjadi jaringan peredaran barang haram ini. 

Kelima, rehabilitasi dan pendekatan kesehatan. Pendekatan kesehatan bagi pengguna remaja  mengutamakan rehabilitasi, bukan pemenjaraan, bagi remaja yang menjadi korban penyalahgunaan. Adanya dukungan psikologis dan konseling, baik di sekolah maupun puskesmas, agar remaja bisa pulih dan kembali ke masyarakat.

Keenam, optimalisasi media dan teknologi. Melakukan kampanye digital di media sosial, gunakan platform yang digemari remaja (TikTok, Instagram, YouTube) untuk menyampaikan pesan positif. Pun membuat aplikasi pelaporan atau konseling online sebagai saluran aman bagi remaja melaporkan penyalahgunaan atau mencari bantuan.

Oleh karena itu, pengendalian narkoba di kalangan remaja tidak bisa hanya dilakukan oleh satu pihak saja. Butuh sinergi antara edukasi, pencegahan, pemberdayaan, penegakan hukum, dan rehabilitasi, dengan pendekatan yang empatik dan berkelanjutan. 

Peran aktif remaja sendiri sebagai agen perubahan juga sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari narkoba. Dan yang utama, penerapan sistem hidup yang baik seperti sistem Islam, akan memfasilitasi warganya untuk hidup bersih, jauh dari penggunaan barang haram sebagai wujud keimanan dan ketaatan pada Sang Pencipta. []

Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. dan Puspita Satyawati

Opini

×
Berita Terbaru Update