Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Korupsi Adalah Masalah Sistemis Lintas Identitas

Jumat, 15 Agustus 2025 | 15:11 WIB Last Updated 2025-08-15T08:11:52Z

TintaSiyasi.id -- Menanggapi kasus korupsi kuota haji yang dilakukan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana, mengatakan, korupsi adalah masalah sistemis lintas identitas.

"Korupsi masalah sistemis lintas identitas. Bahkan yang sering teriak NKRI harga mati, anti HTI, nasionalis, agamis dalam tanda petik, banyak yang terjerat kasus korupsi," ungkapnya di akun TikTok agung.wisnuwardana, Rabu (13/8/2025).

Oleh sebab itu, ia menyarankan, jika menginginkan solusi tuntas maka harus mengubah sistem. Dalam sistem Islam haji dikelola negara sebagai amanah mengurusi ibadah bukan untuk bisnis. Kuota haji murni berdasarkan antrian terbuka. Semua data bisa diakses publik, travel cuma menyediakan jasa, tidak punya kuota sendiri.

"Kalau sistemnya bobrok korupsi akan tetap marak, siapapun latar belakang pelakunya, hasilnya sama rakyat dirugikan, hanya sistem Islam kaffah dalam naungan khilāfah yang menutup celah ini (korupsi) total," ujatnya.

Dalam Islam, lanjut Agung, ada Mahkamah Madzalim, sebuah lembaga independen yang bisa langsung memecat, menghentikan pejabat zalim. Ada Qadhi, Hisbah yang akan mengawal semua pungutan. Ada sanksi tegas, harta korup disita kemudian dihukum ta'zir sampai bisa hukuman mati. Dengan sistem ini, jual beli kuota bisa dihentikan.

"Beranikah kita kembali ke aturan Allah, beranikah kita menerapkan sistem Islam rahmatan lil alamiin," imbuhnya.

Penyebab

Ia menjelaskan penyebab korupsi dana haji di Indonesia bisa terjadi. Hal itu karena haji dikelola bukan semata-mata sebagai amanah ibadah tetapi sebagai pasar besar bernilai miliaran dolar. Kuota haji menjadi komoditas, pejabat punya kewenangan, staf khusus menjadi penghubung, travel jadi penerima manfaat. Semua punya insentif main belakang. 

"Pasar ini enggak kenal apakah seseorang mantan ketua ormas keagamaan atau tidak. Mantan GP Ansor atau tidak. Kalau sudah urusan uang semua bisa tergoda. Yaqut memang mantan ketua GP Ansor sering teriak NKRI harga mati, keras pada HTI, tetapi ini bukan pertama kali tokoh yang paling lantang nasionalisme justru tersandung kasus korupsi," ujarnya.

Ia mengungkapkan, tambahan kuota haji resmi dari Pemerintah Arab Saudi dibagi dua, reguler untuk rakyat, khusus untuk travel. Dalam undang-undang mengatakan, kuota khusus hanya 8 persen, tetapi dilapangan jumlahnya bisa tembus 50 persen.

"Atinya, puluhan ribu jamaah reguler kehilangan haknya. Kuota yang seharusnya untuk reguler dialihkan ke travel premium yang bayar lebih mahal, negara rugi, jamaah sengsara," tandasnya.[] Alfia Purwanti

Opini

×
Berita Terbaru Update