"Islam memandang masalah kemiskinan berangkat
dari persoalan riil. Apa itu persoalan riilnya? Yaitu terkait dengan kebutuhan
dasar," rilisnya di akun Instagram miliknya har.030324
bertajuk Solusi Kemiskinan Menurut Islam, Ahad (24/08/2025).
Di dalam Islam, tutur Kiai Hafidz, standar kemiskinan
berbeda dengan standar yang ditetapkan di dalam rumus-rumus ekonomi, termasuk
bank dunia hari ini.
Menurut Kiai Hafidz, ada dua kategori kebutuhan riil. “Pertama,
kebutuhan individu terkait dengan sandang, pangan dan papan. Kedua,
kebutuhan kolektif terkait dengan pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Ini
adalah kebutuhan riil,” tekannya.
Kemudian ia menyampaikan bagaimana strategi atau
kebijakan Islam dalam memenuhi kebutuhan riil tersebut.
Ia katakan, Islam menetapkan apa yang disebut dengan milkiyah
atau kepemilikan. “Apakah itu milkiyah fardiyah (kepemilikan individu), milkiyah
'ammah (kepemilikan umum), ataukah milkiyah daulah (kepemilikan
negara),” sebut Kiai.
"Itulah ketentuan kepemilikan yang diatur di
dalam Islam," tegasnya.
Kepemilikan
Kiai Hafidz lanjut membeberkan ketiga kepemilikan. “Pertama,
kepemilikan individu, yaitu setiap individu punya hak untuk memiliki. Misalnya,
individu boleh punya tanah, punya apa saja yang memungkinkan individu itu untuk
memiliki. Selama itu ada manfaatnya, selama itu diperbolehkan dalam
Islam," sebutnya.
"Kedua, kepemilikan umum. Kepemilikan umum
adalah kepemilikan yang tidak boleh dimiliki oleh individu karena sifatnya umum
dan menguasai hajat hidup orang banyak," jelasnya.
"Siapa yang mengelola kepemilikan umum tersebut?
Jawabannya adalah negara," sambungnya.
Kiai Hafidz menyebutkan keperluan kepemilikinan umum
dari sebuah hadis:
اَلْمُسْلِمُوْنَ
شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
“Manusia sama-sama membutuhkan tiga hal yaitu air,
padang dan api. Artinya ini dikelola
oleh negara, manfaatnya untuk rakyat, dikembalikan kepada rakyat,"
terangnya.
Lebih lanjut, ia memaparkan bagaimana
kebutuhan-kebutuhan seperti sandang,
pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan tersebut dipenuhi.
"Kebutuhan-kebutuhan itu dipenuhi dengan melalui
pendapatan negara dengan pengelolaan kepemilikan umum tadi," tegasnya.
Ketiga, kepemilikan negara. "Selain
itu, negara juga punya harta benda, yaitu kepemilikan negara. Maka di situ
negara berhak," imbuhnya.
Ia memisalkan, ketika negara memiliki tanah hasil
penarikan dari umat atau masyarakat yang tidak mengelola tanah lebih dari tiga
tahun, kemudian ada orang yang produktif, orang tersebut bisa menghasilkan
harta, maka negara boleh memberikannya. "Ini miliknya, "tegasnya.
Memberikan tanah kepada orang yang punya produktivitas
tetapi tidak punya lahan, ia katakan iqtha’.
"Inilah cara menyelesaikan dan dari strategi
kepemilikan individu, umum, dan negara. Maka di situlah cara Islam
menyelesaikan masalah kemiskinan dengan tuntas, dengan kebijakan memastikan
masing-masing individu tidak ada satu pun yang kebutuhan pokoknya tadi yang
tidak dipenuhi," tandasnya.[] Lanhy Hafa
