Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kematian Zara Qairina: Bullying Bukan sekadar Kelakuan, tapi Buah dari Peradaban Sekuler Liberal

Senin, 18 Agustus 2025 | 08:35 WIB Last Updated 2025-08-18T01:35:28Z

TintaSiyasi.id -- Zara Qairina Mahathir, gadis belia berusia 13 tahun, ditemukan tak sadarkan diri di lantai bawah gedung asrama sekolahnya di Sabah, Malaysia, dini hari 16 Juli 2025. Ia meninggal sehari kemudian dengan kondisi tubuh penuh luka dan memar. Sejak itu, Malaysia bergolak. Nama Zara mengguncang nurani, seorang anak perempuan yang diduga mengalami bullying hingga nyawanya melayang. Lebih dari sekadar insiden, tragedi ini mencerminkan betapa retaknya sistem sosial yang mestinya menjamin rasa aman dan martabat manusia. 

Sejumlah desas-desus menyebut Zara dipaksa mandi malam, bahkan dimasukkan ke dalam mesin cuci sebelum akhirnya ditemukan tergeletak di bawah gedung asrama. Pengacara yang mewakili ibu korban mengimbau masyarakat untuk menahan diri dari spekulasi yang dapat menyebabkan tekanan bagi keluarga, dan berpotensi mengakibatkan konsekuensi pidana. (detik.com, 13/8/2025)

Meski pihak berwenang masih menyelidiki kebenarannya, namun satu hal yang tak terbantahkan bahwa sistem pendidikan dan pengawasan yang lalai telah gagal melindungi seorang anak dari kekerasan. Di balik semua spekulasi dan emosi publik, tersimpan luka besar bernama sistem sekuler yang kian menelantarkan nilai-nilai kemanusiaan dan ketakwaan.


Bullying Bukan Masalah Sepele

Masyarakat sekuler kerap memandang bullying sebagai "kenakalan biasa", atau "proses pendewasaan". Akibatnya, banyak korban dipaksa menanggung trauma dalam diam. Padahal, bullying adalah bentuk kezaliman yang nyata. Dalam Islam, kezaliman sekecil apa pun adalah dosa besar.

Rasulullah Saw. bersabda, "Zalim adalah kegelapan pada hari kiamat." (HR. Bukhari dan Muslim)

Betapa berat akibat perbuatan zalim, terlebih jika ditimpakan pada mereka yang lemah, seperti anak-anak. Tidak ada tempat dalam Islam untuk kekerasan verbal, fisik, maupun psikologis atas dasar apa pun.

Fenomena bullying sejatinya bukan hanya kesalahan individu, tetapi buah dari sistem sekuler-liberal yang memisahkan agama dari kehidupan. Dalam sistem ini, tidak ada rujukan akidah yang membentuk karakter manusia. Standar benar-salah ditentukan oleh hawa nafsu dan opini mayoritas, bukan wahyu. Maka, generasi tumbuh tanpa pemahaman hakiki tentang jati dirinya sebagai hamba Allah.

Padahal Allah Swt telah berfirman dalam Al-Qur'an surah Adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya, "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."

Ayat ini bukan hanya perintah untuk shalat dan puasa, tetapi penegasan identitas hidup. Manusia adalah makhluk bertugas, bukan sekadar bereksistensi. Tanpa pemahaman ini, anak-anak akan tumbuh sebagai pribadi rapuh, agresif, narsistik, merasa superior, atau justru penuh rasa minder dan putus asa.


Sistem Sekuler Sukses Mencetak Generasi Egois

Sekularisme menjadikan pendidikan sekadar alat meraih ijazah, bukan sarana pembinaan akhlak. Media massa dan hiburan dipenuhi konten kekerasan, pelecehan, dan ketelanjangan nilai. Lalu siapa yang mengajarkan anak-anak ini untuk takut pada Allah? Siapa yang menanamkan bahwa menyakiti orang lain adalah dosa?

Zara hanyalah satu dari banyak korban yang mungkin tak terungkap. Bullying telah menjadi sistemik, difasilitasi oleh lingkungan, didiamkan oleh guru, dan dianggap biasa oleh institusi. Tak heran jika kematian Zara justru membongkar borok besar dunia pendidikan modern yang kehilangan ruh kemanusiaannya.


Cara Islam Membentuk Generasi Bertakwa

Berbeda dengan sekularisme yang menjauhkan Tuhan dari kehidupan, Islam menjadikan akidah sebagai pusat seluruh aktivitas. 

Dalam sistem Islam, pendidikan bukan hanya mencetak cerdas akademik, tapi membentuk kepribadian Islam (syakhsiyyah Islamiyah), yakni pola pikir islami (akal yang berpikir dengan Islam) dan pola sikap islami (jiwa yang tunduk pada syariat).

Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nizhamul Islam menegaskan bahwa, “Tujuan pendidikan dalam Islam bukan sekadar penguasaan materi, tetapi pembentukan kepribadian Islam yang berpikir dan bersikap sesuai syariat.”

Karena itu, sistem Islam membangun generasi dengan pondasi takut kepada Allah, bukan takut kepada hukum semata. Menjaga kehormatan sesama, bukan saling menginjak untuk eksistensi. Saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran, bukan saling menyakiti demi status sosial.

Dalam naungan Khilafah Islamiyah, negara memiliki tanggung jawab mutlak atas keamanan fisik dan psikologis warganya, termasuk anak-anak. Tidak akan ada kasus bullying dibiarkan tanpa penyelidikan. Bahkan, negara memiliki mekanisme hisbah (pengawasan masyarakat) dan qadhi mazhalim (pengadilan penganiayaan oleh penguasa atau institusi) yang memungkinkan rakyat mengadukan kezaliman tanpa takut tekanan politik.

Negara juga akan menerapkan kurikulum Islam yang mengajarkan akidah, akhlak, dan fikih sejak dini. Membangun lingkungan pendidikan yang terkontrol dan terawasi secara ketat. Menanamkan nilai kasih sayang, empati, dan keberanian menegur kemungkaran.

Rasulullah Saw bersabda, "Tidak sempurna iman salah satu dari kalian sampai dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim)

Sistem inilah yang akan menumbuhkan masyarakat yang saling menjaga, bukan saling menjatuhkan.


Solusi Bukan Hanya Autopsi dan Aksi Simpati

Zara telah tiada. Kita hanya bisa menangisi dan mendoakan. Tapi jika kita ingin mencegah “Zara-Zara” lainnya, maka perubahan sistemik adalah satu-satunya jalan. Bukan sekadar menghukum pelaku, tapi membenahi akar yang membusuk.

Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan, "Tidak akan pernah lahir generasi mulia dari sistem kufur. Hanya sistem Islam yang mampu menuntun manusia pada kemuliaan hidup dan akhirat."

Oleh karena itu, perjuangan membangun peradaban Islam bukanlah mimpi utopis. Ini kewajiban. Sebab hanya dalam sistem Islam setiap nyawa dihargai. Setiap anak dijaga martabatnya.Setiap manusia diperlakukan manusiawi, karena ia ciptaan Allah yang mulia.

"Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam..." (TQS. Al-Isra’: 70)

Zara, maafkan kami yang terlambat bersuara. Tapi kematianmu tidak akan kami biarkan sia-sia. Kami akan menolak lupa. Dan lebih dari itu, kami akan terus menggaungkan bahwa sistem Islam adalah satu-satunya solusi menyeluruh untuk menciptakan dunia yang lebih manusiawi.

Karena hanya dalam peradaban Islam, manusia hidup bukan untuk saling menindas, tapi untuk saling menyelamatkan dari api neraka.” []


Nabila Zidane
(Jurnalis)

Opini

×
Berita Terbaru Update