TintaSiyasi.id -- Krisis di Gaza telah mencapai puncak kelamnya konflik berkepanjangan sejak Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 60.000 jiwa, termasuk lebih dari 18.000 anak-anak . Keadaan darurat pangan makin parah. IPC menyatakan Gaza telah melampaui dua dari tiga ambang batas kelaparan, dengan sekitar 24% rumah tangga mengalami kelaparan sangat parah, dan GAM (acute malnutrition) anak di Gaza City mencapai 16 %—fase kelaparan sejati .
Dalam bulan Juli 2025, 74 kematian terkait malnutrisi telah tercatat, termasuk 63 terjadi hanya di bulan ini, dimana 24 di antaranya adalah balita. Data WHO juga menyebut bahwa sejak awal 2025 sudah 154 jiwa meninggal karena malnutrisi termasuk 89 anak-anak . UNRWA menyebut 81% rumah tangga melaporkan konsumsi makanan sangat buruk, dengan 96% mengalami kelaparan harian terbaru. (routers.com, 30/7/2025)
Dilansir dari washingtonpost.com (29/7/2025) pembagian bantuan pun menjadi medan maut. Sejak akhir Mei hingga pertengahan Juli 2025, sedikitnya 875 korban tewas saat mengantre bantuan pangan; 615 terbunuh dekat pusat distribusi GHF dan sisanya di jalur konvoi . Dalam 24 jam terakhir, 111 jiwa tewas saat menunggu bantuan, termasuk 91 tewas akibat serangan saat mengantre di titik distribusi.
Ironisnya, di tengah penderitaan ini, warga Gaza terpaksa memakan daging kura-kura untuk bertahan hidup. Dunia menyaksikan, tetapi penguasa Muslim tetap diam.
Sidang Umum ke-150 Inter-Parliamentary Union (IPU) di Tashkent pada 6 April 2025 hanya menyinggung Palestina “Sepintas lalu”. Pernyataan yang keluar sebatas kata-kata klise pentingnya “Arsitektur politik baru”, “Ujian nurani dunia”, atau “Solusi dua negara”. Namun tidak ada langkah konkret untuk menghentikan genosida.
Begitu pula pertemuan The Group of Parliaments in Support of Palestine di Istanbul, 18 April 2025, yang hanya menghasilkan deklarasi dangkal tanpa strategi militer maupun politik. Bahkan seruan jihad dari International Union of Muslim Scholars (IUMS) pada 4 April 2025 pun diabaikan. Penguasa Muslim memilih aman, takut kehilangan kursi kekuasaan, dan tunduk pada tekanan Amerika.
Bahkan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk PM Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menhan Yoav Gallant atas kejahatan perang. Namun, tanpa tentara yang bergerak, semua hukum internasional hanya kertas kosong.
Gaza Bukan Sekadar Isu Kemanusiaan
Banyak pihak mengemas tragedi Gaza sebatas isu kemanusiaan. Mereka ramai menggalang dana, doa bersama, hingga konser amal. Padahal, akar masalahnya adalah penjajahan ideologis. Zionis menguasai tanah umat Islam dengan restu negara-negara kapitalis Barat.
Al-Qur’an menegaskan kewajiban kaum Muslim membela saudaranya yang dizalimi
“Dan jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan membela) agama, maka kamu wajib memberi pertolongan, kecuali terhadap kaum yang telah terikat perjanjian denganmu.”
(QS Al-Anfal: 72)
Rasulullah Saw pun mengibaratkan umat Islam sebagai satu tubuh,
“Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta, kasih sayang, dan kelembutan mereka seperti satu tubuh; jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakannya dengan berjaga dan demam.”
(HR. Muslim)
Artinya, membiarkan Gaza terus berdarah sama saja menolak seruan iman.
Mengapa Gaza Butuh Tentara, Bukan Hanya Doa?
Doa adalah senjata mukmin, tetapi doa tanpa aksi nyata adalah kepengecutan terselubung. Sejarah Islam menunjukkan, pembebasan Al-Quds oleh Salahuddin Al-Ayyubi bukan hasil doa massal, melainkan mobilisasi militer khilafah.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Ajhizah Dawlah al-Khilafah menegaskan,
“Khilafah adalah satu-satunya institusi yang secara syar’i wajib memimpin jihad, membebaskan wilayah Islam yang dijajah, dan melindungi umat dari agresi musuh.”
Dengan Khilafah, seluruh kekuatan umat mulai dari politik, ekonomi, dan militer terpadu dalam satu komando. Tanpa khilafah, kekuatan umat tercerai-berai dan sekadar sibuk aksi simbolik.
Umat Islam kini berjumlah 2,4 miliar jiwa (25% populasi dunia). Namun, mereka terpecah ke dalam 57 negara berdaulat yang tunduk pada PBB, IMF, dan rezim sekuler buatan penjajah.
Rasulullah Saw telah menggambarkan kondisi ini,
“Akan datang suatu masa, umat-umat akan memperebutkan kalian seperti orang-orang yang berebut makanan di nampan.”
Para sahabat bertanya, “Apakah karena jumlah kami sedikit?”
Beliau bersabda, “Tidak, bahkan kalian banyak, tetapi kalian seperti buih di lautan. Allah mencabut rasa takut dari musuh kalian terhadap kalian, dan Allah lemparkan wahn ke hati kalian.”
Sahabat bertanya, “Apa itu wahn?”
Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.”
(HR. Abu Dawud)
Solusi Hakiki: Kembalinya Khilafah
Selama dunia Islam diatur oleh sistem sekuler demokrasi, penguasa Muslim akan terus bergantung pada Barat. Mereka takut melawan karena kursi kekuasaan mereka dijaga penjajah.
Hanya Khilafah yang mampu,
Pertama, menyatukan tentara Muslim dari Turki, Pakistan, Mesir, Indonesia, dll.
Kedua, menghentikan normalisasi dan memutus rantai ketergantungan ekonomi-politik pada Barat.
Ketiga, mengirim pasukan dan memimpin jihad membebaskan Palestina, sebagaimana Rasulullah Saw membebaskan Makkah.
Keempat, menegakkan syariat Islam kaffah sehingga umat tidak lagi terjebak solusi setengah hati (gencatan, solusi dua negara, bantuan parsial).
Gaza benar-benar menunggu perisai Itu. Hari ini, Gaza tidak butuh lebih banyak pernyataan pers. Gaza tidak butuh lebih banyak doa tanpa aksi. Gaza butuh tentara. Gaza butuh perisai. Gaza butuh jihad dan khilafah.
Setiap darah anak Gaza adalah saksi bisu kelalaian para pemimpin Muslim. Setiap jeritan ibu Gaza adalah pengaduan mereka di hari hisab. Kita tidak hanya dituntut berempati, tetapi dituntut bergerak, menyeru tegaknya kepemimpinan Islam yang memobilisasi seluruh kekuatan umat untuk membebaskan Palestina dan seluruh tanah terjajah.
Allah Swt berfirman,
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sungguh Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(QS At-Taubah: 71)
Maka, pilihan ada di tangan umat, tetap diam dan membiarkan darah Gaza mengalir, atau bangkit mengembalikan perisai, yaitu khilafah yang akan menuntun umat menuju kemenangan hakiki.
Oleh: Nabila Zidane
Jurnalis