Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Negara Wajib Menyediakan Lapangan Kerja, Bukan Janji Kosong

Minggu, 10 Agustus 2025 | 19:43 WIB Last Updated 2025-08-10T12:43:28Z
TintaSiyasi.id -- Janji kampanye tentang penciptaan 19 juta lapangan kerja yang pernah diucapkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali menjadi sorotan. Setelah satu tahun berlalu, publik mulai mempertanyakan realisasinya.

Direktur The Economics Future Institute (TEFI), Dr. Yuana Tri Utomo, menyebut janji tersebut tak lebih dari ilusi manis yang tak memiliki pijakan di struktur APBN.

Tidak ada alokasi anggaran untuk janji itu. Ini murni retorika kampanye,” kritiknya lugas. Menurutnya, janji besar tanpa road map dan mekanisme akuntabel adalah bentuk manipulasi harapan publik. Dampaknya? Turunnya kepercayaan rakyat terhadap kredibilitas negara itu sendiri.(media-umat.com, 5/8/2025)

Kontradiksi kebijakan kian jelas terlihat. Di satu sisi, narasi pembangunan SDM terus digaungkan. Di sisi lain, anggaran pendidikan justru dipangkas. Padahal pendidikan adalah fondasi utama penciptaan lapangan kerja. Retorika pembangunan terus diproduksi, hilirisasi industri, ekonomi digital, green jobs, hingga bonus demografi. Namun publik mulai jenuh karena semua itu sebatas jargon tanpa bukti.

Publik wajib tau bahwa fenomena janji kosong lahir dari paradigma kapitalisme. Sistem ini memandang negara bukan sebagai pengurus rakyat, melainkan fasilitator pasar. Kebijakan ekonomi diarahkan untuk memikat investor, bukan untuk menjamin kesejahteraan rakyat. Akibatnya, pemenuhan kebutuhan dasar, termasuk pekerjaan, diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar.

Inilah yang menyebabkan pengangguran menjadi masalah struktural. Negara tak hadir memberi solusi menyeluruh, hanya sekadar memberi insentif dan proyek jangka pendek. Rakyat dibiarkan bertahan hidup sendiri dalam kompetisi yang timpang.

Dalam Islam Negara Wajib Menjamin Pekerjaan

Berbeda dengan kapitalisme, Islam menetapkan bahwa negara (khilafah) wajib mengurus seluruh urusan rakyat, termasuk menjamin pekerjaan bagi laki-laki yang wajib memberi nafkah keluarga. Rasulullah Saw bersabda,

Imam adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.”
(HR Bukhari dan Muslim)

Kewajiban ini ditegaskan pula oleh para ulama. Imam Abu Yusuf dalam Kitab al-Kharaj menegaskan bahwa pemimpin berdosa jika membiarkan rakyat kelaparan atau menganggur.

Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam menjelaskan,

Negara Islam wajib menyediakan pekerjaan bagi rakyatnya. Jika mereka tidak mendapat pekerjaan, negara wajib menanggung kebutuhan mereka hingga pekerjaan itu tersedia.”

Adapun solusi Islam dalam upaya menyediakan lapangan kerja adalah sebagai berikut,

Pertama, Islam melarang privatisasi kekayaan alam. Negara mengelola hasil tambang, energi, dan sumber daya lain untuk kepentingan rakyat, membuka lapangan kerja luas, dan mendistribusikan manfaatnya.

Kedua, distribusi tanah produktif. Tanah terlantar didistribusikan kepada rakyat yang mampu mengelola (iqtha’), sebagaimana praktik Khalifah Umar bin Khattab.

Ketiga, pembangunan industri strategis. Negara mengembangkan industri berbasis kebutuhan rakyat, bukan sekadar kepentingan ekspor atau korporasi asing.

Keempat, pendidikan dan pelatihan berbasis akidah. 
Sistem pendidikan Islam mencetak SDM unggul sekaligus berakhlak, siap bekerja dengan orientasi ibadah, bukan sekadar materi.

Kelima, jaminan bagi yang tidak mampu bekerja. Baitul Mal menanggung kebutuhan orang sakit, cacat, atau lansia tanpa diskriminasi.

Mengapa Islam Solutif?

Islam menyelesaikan masalah hingga ke akarnya, seperti menghapus kesenjangan kaya-miskin lewat distribusi kekayaan adil. Menutup peluang kapitalisasi sektor publik. Mengarahkan pembangunan untuk kemaslahatan, bukan keuntungan elit. Menanamkan motivasi akhirat sehingga kerja bernilai ibadah.

Hasilnya, generasi produktif dan tangguh lahir, masyarakat tenang, dan krisis pengangguran teratasi. Sejarah khilafah membuktikan, pada masa Umar bin Abdul Aziz, hampir tak ditemukan orang yang mau menerima zakat karena semua kebutuhan sudah tercukupi.

Oleh karena itu, janji 19 juta lapangan kerja bukan sekadar soal angka yang tak tercapai. Ini cermin kegagalan paradigma kapitalisme yang menjadikan janji politik sebagai komoditas elektoral, bukan amanah kepemimpinan.

Islam menawarkan jalan keluar fundamental, yaitu negara sebagai raa’in yang benar-benar mengurus rakyat. Pekerjaan bukan lagi janji kosong, tetapi kewajiban negara yang dijalankan sebagai ibadah.
Kini, pilihan ada di tangan umat, mau terus berharap pada janji kosong kapitalisme, atau ikut bergabung memperjuangkan sistem yang terbukti menyejahterakan, yaitu sistem Islam kaffah.


Oleh: Nabila Zidane
Jurnalis

Opini

×
Berita Terbaru Update