Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Dijanjikan Kerja, Dibebani Derita: Potret Buram Dunia Kerja Hari Ini

Kamis, 14 Agustus 2025 | 13:29 WIB Last Updated 2025-08-14T06:29:10Z


Tintasiyasi.id.com -- Marak penipuan calo modus lowongan pekerjaan. Seiring berkembangnya teknologi digital, penawaran lowongan kerja melalui media sosial semakin marak dan menjadi sorotan masyarakat. Sayangnya, tak sedikit dari tawaran itu yang berujung pada aksi penipuan. 

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Pesisir Barat (DT2KP pesbar) mencatat lonjakan laporan terkait lowongan palsu ini yang menawarkan beragam posisi, mulai dari karyawan toko, hingga staf administrasi, namun tanpa identitas sebuah perusahaan dan tanpa alamat yang jelas.

Modus penipuan yang beredar meliputi permintaan biaya administrasi dan penyalahgunaan data pribadi.Meski di Pesisir Barat belum ada laporan resmi korban, DT2KP mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada dan teliti dalam menanggapi tawaran kerja di media sosial (radarlambar.bacakoran.co 10/08/2025).

Sebelumnya, pada 22 Juli 2025 lalu, di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat aparat kepolisian berhasil menangkap seorang calo kerja yang diduga menawarkan pekerjaan dengan meminta imbalan uang kepada pencari kerja. 

Menanggapi kasus ini, Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi menegaskan bahwa praktik calo ilegal sangat merugikan masyarakat dan mencoreng citra dunia kerja.

Disnaker pun mengingatkan bahwa pencari kerja tidak perlu membayar biaya apapun untuk mendapatkan pekerjaan melalui jalur resmi dan berkomitmen untuk terus melakukan pengawasan serta penindakan terhadap praktik calo ilegal di wilayah tersebut. (tribunnews.com 22/07/2025)

Potret Buram Dunia Kerja Kini

Fenomena ini menunjukkan bagaimana sistem kerja hari ini menempatkan manusia bukan sebagai pemilik kehormatan, tetapi sebagai objek ekonomi. Segalanya diukur dari uang, bahkan untuk sekadar mendapat peluang kerja. Calo menjadi “penjaga pintu” yang memperjualbelikan harapan. 

Negara, alih-alih hadir sebagai pelindung dan penjamin kesejahteraan rakyat, justru cenderung mengambil posisi sebagai fasilitator pasar semata. 

Pemerintah lebih sibuk mengundang investasi, mendukung tenaga kerja murah, dan menyesuaikan regulasi dengan kepentingan pemodal, ketimbang menjamin perlindungan hak pekerja dan pemerataan akses kerja.

Dalam sistem kapitalisme, pekerjaan tidak dipandang sebagai kebutuhan sosial yang wajib dijamin, tetapi sebagai komoditas. Pekerja menjadi alat produksi, bukan manusia yang harus dimuliakan.

Akibatnya, rakyat dibiarkan bersaing bebas di tengah keterbatasan lapangan kerja, dan saat jatuh dalam perangkap seperti penipuan kerja, negara datang terlambat atau bahkan absen.

Solusi Sistemik: Mengembalikan Kehormatan Kerja dalam Naungan Islam

Hal ini sangat berbeda dengan sistem kerja pada zaman keemasan Islam. Dalam sejarah sistem Islam, bekerja adalah bagian dari kehormatan individu dan pelayanan terhadap masyarakat.

Negara menjamin kebutuhan pokok warganya, sehingga bekerja bukanlah paksaan karena kemiskinan, melainkan bentuk kontribusi yang bernilai. Tak ada ruang bagi percaloan, penipuan, atau eksploitasi karena semua diatur dalam kerangka hukum syariat yang tegas dan adil.

Solusinya bukan sekadar memperketat hukum positif atau membuat regulasi baru. Solusi sejati adalah perubahan sistemik, mengembalikan tata kerja kepada sistem yang mampu menyatukan aspek ekonomi, sosial, dan hukum dalam satu keadilan.

Negara dalam Islam berkewajiban menjadi ra’in (pengurus rakyat) yang menyediakan lapangan kerja, menjamin distribusi kekayaan, dan menindak penipuan dengan tegas. Tidak ada ruang bagi percaloan atau praktik bayaran untuk bekerja, karena sumber daya dan kesempatan dikelola negara untuk kemaslahatan umat.

Sebuah negara sejatinya memikul tanggung jawab penuh terhadap rakyatnya. Menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bukanlah pilihan, melainkan kewajiban. Negara yang abai dalam hal ini telah mengingkari perannya sebagai pengurus rakyat.

Adapun solusi yang bisa diambil untuk menuntaskan permasalahn ini adalah:

1. Membangun jaringan informasi kerja yang aman dan terpercaya.
Komunitas, RT/RW, menjadi pusat verifikasi lowongan kerja agar aman dari calo dan penipuan.

2. Meningkatkan literasi hukum dan keamanan data.
Pencari kerja dibekali pengetahuan tentang hak-hak pekerja menurut syariat dan hukum, ciri penipuan, dan cara menjaga data pribadi.

3. Menumbuhkan budaya peduli dan berani melapor.
Warga tidak diam jika ada penipuan kerja, melapor, dan saling melindungi agar pelaku tak bebas beraksi.

4. Sistem alternatif yang memuliakan pekerja. 
Dalam Islam, pekerjaan adalah bagian dari kehormatan manusia dan semua aspeknya telah diatur dalam satu sistem syariat. Negara memiliki tanggung jawab langsung untuk menyediakan lapangan kerja layak, menghapus percaloan, menindak penipuan dengan hukum yang tegas, dan memastikan distribusi kekayaan merata. Pekerja dipandang sebagai manusia yang dimuliakan, bukan sekadar alat produksi.

Dalam Islam, hukum akad kerja (ijarah) dijelaskan dalam berbagai kitab fiqih populer, salah satunya Fiqh al-Islami wa Adillatuhu karya Wahbah az-Zuhaili, bahwa akad kerja harus memenuhi beberapa syarat:

1. jelas upah
2. jelas pekerjaan
3. saling ridha
4. tidak menzalimi.

Rasulullah SAW bersabda: "Berikanlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya kering." (HR. Ibnu Majah). Ini bukan hanya etika, tetapi hukum yang mewajibkan keadilan dalam relasi kerja. Dalam Islam, mempekerjakan seseorang tanpa akad yang sah atau menjanjikan pekerjaan palsu adalah bentuk kezaliman yang harus ditindak.

Kasus maraknya lowongan kerja palsu di Pesisir Barat dan penangkapan calo kerja di Bekasi harus menjadi pelajaran serius, bukan sekadar berita sesaat. 

Fenomena ini merupakan sinyal bahwa sistem kerja hari ini belum mampu memberikan perlindungan yang memadai bagi rakyatnya. 

Sudah saatnya kita beralih kepada sistem yang terbukti menjaga kehormatan, hak, dan kesejahteraan para pekerja, yaitu sistem Islam. Sebab dalam Islam, bekerja bukanlah jalan penderitaan, melainkan pintu menuju kemuliaan dan kontribusi nyata bagi masyarakat.[]

Oleh: Fatimah Az Zahro
(Aktivis Muslimah)


Opini

×
Berita Terbaru Update