Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Di Mana Penguasa Muslim Saat Kelaparan Gaza?

Sabtu, 02 Agustus 2025 | 03:36 WIB Last Updated 2025-08-01T20:37:07Z

Tintasiyasi.ID-- Krisis kemanusiaan di Gaza telah mencapai titik yang sangat memprihatinkan. Badan bantuan pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa nyaris sepertiga warga Gaza "tidak makan selama berhari-hari" saat kelaparan massal menyelimuti daerah kantong Palestina yang dilanda perang sejak Oktober 2023 lalu.

Krisis kemanusiaan di Jalur Gaza, sebut badan bantuan pangan PBB Program Pangan Dunia (WFP), seperti dilansir AFP, Sabtu (26/7/2025), telah mencapai "tingkat keputusasaan yang baru dan mencengangkan".

Disebutkan oleh WFP bahwa
Malnutrisi meningkat dengan 90.000 perempuan dan anak-anak sangat membutuhkan perawatan dan sekitar 470.000 orang di Jalur Gaza diperkirakan akan menghadapi "bencana kelaparan" atau "catastrophic hunger" -- kategori paling parah dalam klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu PBB -- antara Mei dan September tahun ini. (detik.com, 27/7/2025)

Tragisnya, alih-alih mendapat perlindungan, warga yang mengantre bantuan justru menjadi sasaran tembak tentara Zion*s.

PBB terus menyerukan penghentian kekerasan. Namun, setiap upaya diplomasi kerap kandas oleh hak veto Amerika Serikat yang selalu melindungi Isra3l. Artinya PBB mandul lantaran hak veto Amerika. Siklus ini berulang tanpa akhir, kecaman, resolusi, lalu veto.

Sementara itu, sejak 7 Oktober 2023, tercatat lebih dari 204 ribu warga Gaza menjadi korban, lebih dari 60 ribu di antaranya meninggal dunia, sisanya luka-luka dan terusir dari tempat tinggalnya.

Ironinya, Konferensi Tingkat Tinggi PBB di New York pada 28–29 Juli 2025 hanya menghasilkan deklarasi yang mendukung solusi dua negara tanpa berani menyebut nama Isra3l sebagai pihak pelaku tindakan ilegal. Deklarasi tersebut ibarat mengutuk kejahatan tanpa menyebut pelakunya.

Parahnya, sikap penguasa Muslim justru senyap dan kontradiktif. Alih-alih bertindak nyata, mereka memilih diam atau sekadar mengeluarkan kecaman formal tanpa tindak lanjut. Bahkan, sebagian justru menjalin normalisasi hubungan dengan Israel, berdiri bersama penjahat perang demi alasan politik pragmatis.

Padahal Rasulullah Saw telah mengingatkan dalam hadis sahih,

“Seorang pemimpin adalah penggembala, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang digembalakannya.” 
(HR. Bukhari dan Muslim)

Tanggung jawab pemimpin bukan hanya administratif, tetapi menyangkut keselamatan jiwa rakyat, termasuk umat Islam di Palestina yang dizalimi.

Gaza Bukan Sekadar Isu Kemanusiaan, Ini Masalah Iman dan Syariat

Mayoritas dunia memandang Gaza sebatas isu kemanusiaan sehingga solusi yang ditawarkan pun sebatas aksi solidaritas, bantuan logistik, dan seruan damai. Padahal, akar masalah Gaza adalah penjajahan Zion*s yang direstui negara-negara imperialis kapitalis sejak awal. Dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 191 secara tegas memerintahkan untuk memerangi Zion*s,

“Bunuhlah mereka (yang memerangimu) di mana pun kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka mengusirmu…” 

Ini menunjukkan kewajiban syar’i untuk mengusir penjajah dari setiap jengkal tanah umat Islam, bukan sekadar menuntut gencatan senjata atau solusi dua negara yang justru mengukuhkan keberadaan penjajah. Rasulullah Saw bersabda,

“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kondisi Gaza adalah cermin keimanan umat Islam. Membiarkannya berarti mengabaikan perintah iman.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menegaskan bahwa mengemban dakwah dan menegakkan khilafah adalah kewajiban umat untuk mengubah kondisi dari penerapan sistem kufur menuju penerapan Islam kaffah. Dalam bingkai Khilafah, kekuatan militer dan politik umat disatukan untuk membebaskan wilayah-wilayah yang terjajah.
Sejarah mencatat, di masa khilafah, Yahudi dan Nasrani yang hidup di Palestina justru merasakan keamanan dan penghormatan. Namun, saat kekuasaan Islam runtuh, tanah itu dirampas dan penduduknya dibantai tanpa perlindungan.

Inilah bukti nyata bahwa perlindungan hakiki hanya hadir melalui penerapan syariat Islam secara menyeluruh.

Oleh karena itu, kelaparan dan genosida di Gaza bukan sekadar tragedi kemanusiaan semata. Ini adalah ujian keimanan dan amanah kepemimpinan. Setiap tetes darah dan air mata warga Gaza kelak akan menjadi saksi di hadapan Allah Swt,

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.” (QS. At-Taubah: 71)

Umat Islam wajib menuntut para pemimpin mereka untuk bertindak nyata, bukan sekadar mengirim bantuan pangan atau kecaman diplomatik, tetapi mengerahkan kekuatan politik dan militer guna membebaskan Palestina sepenuhnya. Tanpa itu, penderitaan Gaza akan terus berulang. Hanya dengan kembalinya kepemimpinan Islam dalam bingkai Daulah Khilafah, maka umat ini akan mampu melindungi dirinya dan menegakkan keadilan di bumi.

Nabila Zidane
Jurnalis


Opini

×
Berita Terbaru Update