Tintasiyasi.ID -- Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) mempertanyakan mengapa negara-negara peserta Konferensi New York tak pernah mengutuk semua kejahatan yang dilakukan oleh Zionis Israel.
“Jadi ini sesuatu yang sangat tidak fair. Mereka mengutuk
serangan Oktober 2023, tetapi mereka tak pernah mengutuk semua kejahatan yang
dilakukan oleh Zionis Israel,” ungkapnya pada diskusi Deklarasi New York:
Drama Pencitraan, Solusi Palsu untuk Palestina di kanal YouTube Focus to
The Point, Jumat (15/08/2025).
UIY menyatakan jika Palestina itu sudah tidak punya angkatan bersenjata.
“Mereka jika pun ada kekuatan bersenjata itu ya milisi, begitulah,” ujarnya.
“Kalau milisi ini dilucuti, kan mereka sama sekali enggak punya apa-apa.
Kalau enggak punya apa-apa itu di depannya ada musuh yang sangat sadis begitu,
itu kan seperti menyerahkan leher kita
ke tukang jagal,” sebutnya geram.
Anggap serangan Hamas ke Israel itu, lanjutnya, sebagai sebuah
kejahatan. “Lah, apa yang semua dilakukan oleh Zionis Israel atas Palestina itu
apa bukan kejahatan? Kenapa bukan itu yang dikutuk?,” kecamnya.
Dan itu sejak 1948, bahkan berdirinya Israel itu sendiri, UIY nilai juga
sesuatu yang semestinya juga harus dikutuk.
Ia juga menyesalkan, kenapa sejak beberapa tahun terakhir itu diplomasi
luar negeri Indonesia, khususnya menyangkut Palestina, kalau boleh disebut itu
mengalami kemunduran.
“Dulu itu tegas Indonesia mengatakan, ‘Bahwa apa yang terjadi di
Palestina itu adalah penjajahan.’ Itu pernah saya baca dalam pernyataan resmi
di web Kementerian Luar Negeri dan itu benar, tetapi sekarang itu tak ada lagi
pernyataan seperti itu,” telusurnya.
“Nah, itu menunjukkan dari kesadaran substansi persoalan penjajahan
menjadi bukan penjajahan itu kan kemunduran?” tanyanya.
Sebab, sebutnya, ketika tidak lagi dianggap penjajahan, artinya menerima
okupasi itu. “Ibarat kata dulu kita menerima kehadiran Belanda di negeri kita dan
menyerahkan bagian dari wilayah kita ke Belanda,” sebutnya menganalogikan.
“Apalagi sekarang mendorong atau ikut setuju dalam two-state solution?
Itu artinya kita melegitimasi keberadaan penjajah atas wilayah yang dijajah, dikuasai,
dan yang dirampasnya,” tegasnya.
Kemudian ia melanjutkan, sangat memprihatinkan ketika ikut-ikutan
mengutuk Hamas. “Sedangkan kita dulu itu selalu diberitahu, ditanamkan, bahwa
Indonesia itu berjuang karena Indonesia bisa merdeka berjuang melawan penjajah,”
bebernya.
“Itu kan sesuatu yang ditanamkan terus-menerus kepada kita. Keberanian
untuk kita itu tak berhenti melawan penjajah, tetapi untuk melawan apa pun
sampai dikatakan meski hanya punya bambu runcing sekalipun. Lalu kenapa untuk
hal serupa kita justru berbalik 180 derajat bukan mendukung, malah mengutuk?”
herannya.
“Loh, ada apa dengan kita? Bukankah mereka juga tengah berjuang untuk
melawan penjajah? Mestinya kan didukung. Kalaulah umpamanya tak bisa mendukung,
mestinya jangan mengecam,” lugasnya.
UIY mengatakan, kalaulah bisa memberikan bantuan, mending diam. “Itu
batas yang paling minimal. Walau diam itu sendiri juga salah, karena ada
kezaliman itu kita tidak boleh diam gitu,” tuturnya.
“Harusnya kita melakukan sesuatu, tetapi anggaplah misalnya, batas
minimalnya itu diam. Itu masih lebih bagus daripada ikut menyerang dan ikut
mengecam,” tandasnya.[] Titin Hanggasari