Tintasiyasi.ID -- Aktivis Dakwah Malaysia Ustaz Abdul Hakim Othman menyatakan kasus bully bisa dihentikan jika negara mengeluarkan hukum yang jelas.
"Misalnya, siswa asrama di sekolah, sekolah punya sistem di mana bully
tidak boleh dilakukan di mana pun. Siapa pun yang kedapatan melakukan bully,
orang tersebut akan ditindak. Sekolah harus memastikan bully tidak
terjadi di sekolah dan asrama. Biar hukumnya jelas, dan hukum negara juga harus
dibuat," ujarnya dalam podcast Di Luar Tempurung di akun TikTok
Juru Cakap HTM, Ahad (10/08/2025).
Kemudian, katanya, pengawasan juga perlu dilakukan untuk memastikan
tindakan tersebut tidak terjadi.
"Tidak masalah kalau sipir atau polisi dikerahkan ke asrama untuk
menjaganya. Tapi bagi kami, hal itu tidak terjadi. Artinya penjagaan tetap
tidak terjadi, padahal itu cara untuk memberantasnya," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa bully telah ada sejak lama dan terus
berlanjut, seperti budaya bully di sekolah, universitas, perguruan
tinggi, dan asrama.
"Kita tidak bisa memisahkan bully ini dari sebuah budaya, budaya
bully. Budaya ini terbentuk dan sistem mempertahankannya. Budaya ini
hanya bisa dihentikan jika sistem ini benar," ujarnya.
Ia mengomentari kasus kematian Zara Qairina yang diduga akibat bully.
“Pertama, kasus ini menimbulkan banyak pertanyaan karena banyak yang
tidak mengikuti prosedur,” ungkapnya.
"Misalnya, jenazahnya tidak diautopsi. Ini aneh, jenazahnya tidak
diautopsi. Polisi tidak mengautopsi jenazahnya, bagaimana ini bisa terjadi? Ini
sesuatu yang tidak bisa kita terima," tegasnya.
Kedua, lanjutnya, kasus
itu juga disebut-sebut melibatkan VIP (Very Important Person) atau VVIP.
"Di Malaysia, kita telah melihat bahwa ini sebenarnya bukan kasus,
ada banyak kasus lain sebelumnya di mana VIP terlibat, kasusnya ditutup,
dihentikan, atau mungkin tidak ada kasus sama sekali. Jadi ketika ada VIP yang
terlibat, keadilan benar-benar tidak ada," ujarnya.
Ia mengatakan bahwa masyarakat tidak lagi percaya pada polisi dan sistem
peradilan saat ini karena tidak ada keadilan.
"Sistem ini benar-benar rusak. Siapa pun yang memimpin sistem ini,
siapa yang memegang sistem ini, orang-orang ini rusak, sistem ini rusak. Kita
tidak bisa lagi mempercayai sistem ini," ujarnya.
Selain itu, jelasnya, polisi baru akan bertindak ketika isu tersebut
mulai viral di masyarakat. “Di saat yang sama, masyarakat dilarang berspekulasi,”
herannya.
“Ini cara untuk menutup kasus. Padahal kalau kita lihat, polisi
bertindak karena spekulasi masyarakat. Kalau tidak ada spekulasi dari
masyarakat, polisi tidak akan bertindak. Itulah kenyataannya,” jelasnya.
Ia melihat bahwa selain sistem yang rusak dan korup tersebut, kepedulian
penguasa terhadap nyawa juga minim. “Ketika agama dipisahkan dari kehidupan,
masyarakat tidak dapat memahami bahwa satu nyawa sangat berharga dalam Islam,”
lugasnya.
“Faktanya, dalam Islam, satu nyawa itu penting. Membunuh satu orang,
dalam Al-Qur'an dikatakan, sama saja dengan membunuh seluruh umat manusia.
Bahkan setetes darah pun penting dalam Islam, apalagi satu nyawa,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa selama para pemimpin dan sistem sekuler tidak
diganti dengan Islam, bully dan kematian akan terus terjadi.
"Ganti pemimpin sekuler ini, ganti sistem sekuler ini, dengan
sistem Islam. Sudah terbukti sejak dulu, berapa kali pun pemimpin berganti, bully
akan terjadi lagi, kematian akan terjadi lagi,” ujarnya.
Ia kemudian mendoakan keadilan bagi adik Zara dan berharap kasus bully
itu akan membuka mata masyarakat bahwa masyarakat tidak bisa lagi berharap pada
pemimpin dan sistem saat ini.
"Kami berharap masyarakat sadar. Kami ingin masyarakat menyadari
bahwa para pemimpin itu korup, sistemnya korup, dan tidak bisa diperbaiki lagi.
Satu-satunya cara kita semua ingin mendapatkan keadilan adalah dengan mengganti
pemimpin, mengganti sistemnya," tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa masyarakat harus mengganti sistem yang ada saat
ini dengan sistem Islam jika tidak ingin mengalami nasib yang sama.
"Dan satu-satunya yang wajib bagi kita, alternatif yang tersisa,
adalah Islam. Jika masyarakat masih terjerumus dalam siklus sistem yang sama,
kita akan terus bernasib sama, berulang kali. Kami berharap kesadaran
masyarakat mencapai titik itu. Jangan sampai kita kembali menjadi korban
pemimpin dan sistem yang salah ini," pungkasnya.[] Syamsiyah Jamil