Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Wujud Nyata Syukur: Menghidupkan Rasa Terima Kasih kepada Allah Melalui Amal

Rabu, 30 Juli 2025 | 06:01 WIB Last Updated 2025-07-29T23:01:32Z
Tintasiyasi.ID-- “Bukanlah syukur itu sekadar lisan yang mengucap ‘Alhamdulillah’, tetapi ia adalah ketaatan kepada-Nya, dan menjauhi larangan-Nya.”
— Imam Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin

Pendahuluan: Dari Rasa ke Aksi

Syukur yang sejati bukanlah sekadar perasaan atau ucapan, tapi sebuah kesadaran yang mendorong amal nyata. Ia tumbuh dari hati yang sadar akan kebaikan Allah, lalu menjelma dalam lisan yang memuji, anggota tubuh yang taat, dan jiwa yang tunduk.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddin menyebut bahwa syukur adalah ibadah hati, lisan, dan anggota tubuh secara bersamaan. Ia memberikan peta jalan tentang bagaimana seorang hamba menghidupkan syukurnya dalam perbuatan. Berikut empat bentuk nyata dari wujud syukur tersebut:

1. Taat kepada Perintah-Nya

Ketaatan adalah bentuk syukur paling jujur. Al-Ghazali mengingatkan bahwa tiada guna lisan yang memuji jika tubuh terus menerjang larangan-Nya. Orang yang benar-benar bersyukur akan menunjukkan rasa terima kasihnya kepada Allah dengan menunaikan kewajiban agama, menjaga shalat, puasa, zakat, dan menunaikan amanah hidup sesuai syariat.
“Syukur sejati adalah menggunakan nikmat yang diberikan untuk taat kepada Yang Memberi.”
— Imam Al-Ghazali

Refleksi:
Apakah nikmat kesehatan sudah membuat kita rajin ke masjid? Apakah nikmat ilmu membuat kita rendah hati dan mengajarkan kebaikan?

Amalan praktis:
• Menjadikan ibadah wajib sebagai prioritas harian.
• Menjaga amal sunnah sebagai bentuk cinta dan penguat syukur.

2. Memperbanyak Memuji-Nya (Tahmid dan Dzikir)

Lisan yang basah dengan tahmid (Alhamdulillah) adalah lisan yang penuh syukur. Al-Ghazali menjelaskan bahwa pujian yang tulus kepada Allah adalah bentuk kesadaran akan kemurahan-Nya. Semakin seseorang sering memuji Allah, semakin ia menyadari bahwa segala yang ia miliki bukan miliknya, tetapi titipan dari Yang Maha Pemurah.
“Ucapan Alhamdulillah itu ringan di lisan, namun berat dalam timbangan dan tinggi nilainya di sisi Allah.”
— Hadis Riwayat Muslim

Refleksi:
Apakah kita lebih sering memuji karier, harta, atau kemampuan sendiri daripada memuji Allah?

Amalan praktis:
• Biasakan mengucap "Alhamdulillah" dalam setiap kondisi.
• Perbanyak dzikir syukur setiap pagi dan petang, misalnya:
"Allahumma ma asbaha bi min ni‘matin fa minka wahdaka, la syarika laka, falaka al-hamdu wa laka asy-syukru."

3. Mendekatkan Diri kepada Allah (Taqarrub ilallah)

Syukur sejati akan mendorong hati untuk mendekat kepada Allah, tidak menjauh. Ia menyadari bahwa sumber kebahagiaan bukan dunia, tapi kedekatan dengan Rabb-nya. Maka, ia akan memperbanyak shalat sunnah, tilawah, dzikir, munajat, dan amal sosial yang mendekatkannya kepada Allah.
“Jika engkau bersyukur, maka Allah akan menambah. Tambahan terbesar bukanlah dunia, tapi kedekatan dengan-Nya.”
— Imam Al-Ghazali

Refleksi:
Apakah nikmat yang kita miliki membuat kita semakin dekat kepada Allah atau justru semakin lalai?

Amalan praktis:
• Bangun malam untuk qiyamul lail sebagai tanda cinta dan syukur.
• Menyendiri dalam munajat dan doa sebagai bentuk taqarrub.

4. Memperbanyak Memohon Ampunan (Istighfar)

Salah satu wujud syukur yang sering dilupakan adalah istighfar, karena kesadaran akan dosa juga tanda syukur. Orang yang bersyukur akan merasa bahwa ia belum cukup dalam berterima kasih kepada Allah. Maka, ia mohon ampun atas kelalaiannya, dan ini menjadi pembersih hati dan penyubur iman.
“Syukur tidak sah tanpa merasa diri lemah. Dan permohonan ampunan adalah bentuk tertinggi dari pengakuan hamba yang hina di hadapan Tuhan yang Maha Agung.”
— Imam Al-Ghazali

Refleksi:
Apakah kita merasa sudah cukup baik hanya karena rezeki lancar dan hidup mudah?

Amalan praktis:
• Perbanyak istighfar setiap hari, minimal 100 kali:
Astaghfirullah wa atubu ilaih.
• Gunakan waktu-waktu mustajab (seperti sepertiga malam atau setelah shalat) untuk memohon ampun dengan tulus.

Penutup: Syukur yang Menyelamatkan

Syukur bukan hanya perasaan manis, tapi jalan keselamatan. Dalam Al-Qur’an, Allah menyatakan:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
— (QS. Ibrahim: 7)

Imam Al-Ghazali mengingatkan bahwa syukur adalah kunci penjaga nikmat, bahkan kunci bertambahnya rahmat. Maka siapa pun yang ingin hidupnya berkah, hatinya tenang, dan akhiratnya selamat, hendaklah menjadikan syukur sebagai gaya hidup ruhani.

Doa Penutup:
"Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-hamba-Mu yang pandai bersyukur dalam hati, lisan, dan perbuatan. Jangan jadikan kami lalai hingga nikmat berubah menjadi petaka, dan jangan jadikan kami sombong sehingga lupa bahwa semua berasal dari-Mu."

Oleh. Dr. Nasrul Syarif M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana  UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update