Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Sound Horeg, Potret Abainya Negara dalam Menjaga Aqidah Umat

Kamis, 31 Juli 2025 | 17:47 WIB Last Updated 2025-07-31T10:50:21Z


Tintasiyasi.id.com -- Fenomena Sound Horeg kini menjadi perbincangan masyarakat karena tingkat kebisingan yang ditimbulkan meresahkan masyarakat.

Sound horeg adalah sebuah fenomena penggunaan sistem audio yang sangat besar dan menghasilkan suara yang sangat keras dan menggetarkan, seringkali digunakan dalam acara-acara informal seperti hajatan, karnaval, atau pawai.

Istilah “horeg” sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti “bergetar” atau “bergerak”, menggambarkan efek getaran yang dihasilkan dari suara keras tersebut.

Tingkat kebisingan sound horeg ini bisa memecahkan kaca, menggetarkan tanah dan meretakkan dinding rumah warga. Sungguh diluar nalar.

Bisa dibayangkan seperti apa kebisingan yang dihasilkan dari sound horeg ini. Padahal telinga manusia hanya bisa mentolerir volume hingga 80 desibel saja.

Tetapi mirisnya, ada sebagian masyarakat yang mentolerir fenomena ini dengan dalih sudah merupakan tradisi. Tetapi apakah karena sebuah tradisi lalu bisa menabrak semua norma-norma di masyarakat?

Bukan hanya menimbulkan kebisingan yang luar biasa tetapi para pendukung kegiatan ini rela untuk merusak fasilitas umum seperti jembatan hanya agar karnaval sound horeg bisa melintas di atasnya.

Yang lebih tidak masuk akal lagi ada seorang kepala desa yang menyarankan agar warga yang sakit untuk mengungsi ketika diadakan karnaval ini.

Apa urgensi adanya karnaval sound horeg ini kalau pada faktanya menimbulkan kebisingan dan merusak fasilitas umum?

Menanggapi fenomena tersebut akhirnya ulama mengeluarkan fatwa haram atas aktivitas ini dan ini merupakan langkah yang tepat untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lain.

Buah Penerapan Sistem Sekuler

Inilah buah dari penerapan sistem sekuler di negeri mayoritas muslim ini. Sistem sekuler telah menawarkan sistem hidup yang serba bebas dan tak perduli pada aturan agama. Kebebasan ekpresi merupakan salah satunya.

Ungkapan yang sering muncul seperti: “Jangan bawa-bawa agama dalam kehidupan.” Itu sudah mencerminkan umat Islam di negeri mayoritas muslim ini sudah terkontaminasi dengan ajaran yang bukan berasal dari Islam.

Mereka menganggap urusan agama hanya urusan pribadi dan tidak ada ruang di ranah publik. Seperti itulah potret masyarakat yang tak terjaga aqidahnya.

Sistem sekuler sudah begitu dalam merasuk di jiwa-jiwa kaum muslimin di negeri ini hingga mereka tidak bisa lagi membedakan mana hukum Islam dan mana hukum yang bukan Islam.

Sudah sebegitu jauhkah pemahaman kaum muslimin di negeri ini akan agamanya sendiri? Mereka memandang sistem sekularisme yang sejatinya bukan dari Islam mereka elu-elukan sedemikian rupa tanpa kritik sama sekali.

Tetapi terhadap ajarannya sendiri mereka banyak berhujah dan berdalih, hatta keputusan pengharaman soud horeg yang keluar dari lisan seorang ulama yang seharusnya dihormati, mereka berani untuk menghina dan menjatuhkannya. 

Ingat para ulama adalah pewaris para nabi. Bahkan dalam hadis qudsi disebutkan, “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Barangsiapa memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya.’” 

Imam Syafii menjelaskan, bila para ulama bukanlah wali Allah, maka tidak ada wali Allah di muka bumi.
Sedemikian mulianya seorang ulama hingga diwajibkan untuk memiliki adab terhadap para ulama.

Negara Wajib Menjaga Aqidah
Umat Islam dan Memahamkannya

Negeri yang dikenal dengan jumlah umat Islam terbesar di dunia, sudah semestinya negara memahamkan kepada rakyatnya agar mempelajari ajaran Islam dengan benar sekaligus mengamalkannya.

Dengan adanya peran negara tersebut diharapkan perilaku yang merugikan masyarakat tidak pernah terjadi karena masyarakat memiliki pemahaman yang benar terkait agamanya.

Dalam Islam segala aktivitas seorang muslim terikat dengan hukum syariat. Jangankan untuk aktivitas yang tidak memiliki faedah seperti sound horeg, untuk membaca al qur’an pun Islam melarang pembacanya mengangkat suara ketika ada yang sedang melakukan sholat.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:
 “Sesungguhnya orang yang shalat itu sedang bermunajat kepada Rabbnya. Maka janganlah sebagian kalian mengeraskan bacaan Al-Qur’an sehingga mengganggu sebagian yang lain.”

Demikianlah Islam memperhatikan adab ketika melakukan aktivitas apapun agar tidak mengakibatkan ketidaknyamanan antar anggota masyarakat hatta dalam melakukan aktivitas beribadah pun harus memperhatikan adab dalam melakukannya.

Inilah pentingnya negara membina dan menjaga aqidah umat agar umat tidak terjerumus pada aktivitas yang tidak diperkenankan oleh syariat. Dengan demikian akan terbentuk masyarakat yang memiliki adab ketika berinteraksi di antara individu masyarakat.

Dan negara yang bisa menerapkan itu semua hanya dalam negara khilafah karena dengan model negara seperti inilah hak-hak individu warga negara akan dipenuhi dengan sebaik-baiknya.

Oleh: Emmy Emmalya 
(Analis Mutiara Umat Institute)

Opini

×
Berita Terbaru Update