TintaSiyasi.id -- Belakangan ini ramai dibahas soal sound horeg, yaitu parade truk dengan sound system super besar dan suara menggelegar.
Forum Satu Muharram dari Pondok Pesantren Besuk, Pasuruan, telah membahasnya dalam forum Bahtsul Masail pada 26–27 Juni 2025, dan hasilnya tegas: sound horeg hukumnya haram.
Mengapa?
Karena kegiatan ini identik dengan syiar kemaksiatan, mengundang joget, mempertemukan laki-laki dan perempuan tanpa batasan syar’i, serta menimbulkan gangguan umum. Ini bukan semata soal “selera musik”, tapi sudah masuk wilayah kaidah syariat.
Sayangnya, ada pihak yang meremehkan pandangan ini. Bahkan saya temukan sebuah akun Instagram berkata,
“Sound horeg aja dibahas halal-haram, gimana mau maju Indonesia?”
Pernyataan ini tidak ringan. Bahkan perlu ditegaskan:
Pertama, ini bentuk penghinaan terhadap ajaran Islam. Menjadikan halal dan haram sebagai bahan olok-olokan adalah sikap merendahkan apa yang telah Allah tetapkan sebagai pedoman hidup.
Kedua, ini adalah ajakan untuk menjauh dari agama. Ucapan seperti ini membuat seolah-olah agama adalah penyebab kemunduran. Tuduhan ini sangat keliru, bahkan berbahaya. Menjadikan Islam sebagai penghambat kemajuan sama saja dengan menuduh Allah menetapkan sistem yang usang. Padahal Islam adalah satu-satunya solusi kehidupan.
Ketiga, pernyataan tersebut menunjukkan kebingungan dalam memahami sebab-sebab kemajuan dan kemunduran. Negara yang mampu menciptakan bom atom dan teknologi tinggi bukan karena mereka meninggalkan agama—melainkan karena mereka membangun sistem dan pemikiran yang kuat. Namun karena sistem itu tidak berdasarkan petunjuk Allah, yang terjadi justru adalah kerusakan. Hiroshima dan Nagasaki menjadi bukti nyata: kemajuan tanpa petunjuk hanya membawa kehancuran.
Keempat, pemikiran adalah kunci kemajuan. Dan pemikiran terbaik adalah yang dibangun di atas iman. Islam tidak hanya mengatur ibadah pribadi, tapi juga sosial, ekonomi, politik, bahkan hubungan internasional. Maka jika sebuah negara ingin maju dan diberkahi, tidak cukup hanya dengan teknologi. Ia harus dibangun di atas aturan Allah.
Terlebih lagi, sound horeg bukan ukuran kemajuan teknologi—apalagi kemajuan bangsa.
Kalau ingin menyebut Indonesia maju, maka indikatornya bukan suara bass yang mengguncang jalanan, tetapi kemampuan memproduksi sendiri pesawat tempur, tank militer, hingga ponsel cerdas.
Ironisnya, banyak komponen sound horeg itu pun masih produk impor. Lalu di mana letak kebanggaannya?
Jika aturan agama dipisahkan dari sistem sosial dan politik, negara itu mungkin akan tampak maju secara fisik. Tapi penuh dengan masalah yang tak kunjung selesai, karena keberkahannya hilang.
Gedung-gedung menjulang tinggi, tapi utang luar negeri pun melangit.
Kekayaan alam melimpah, tapi pengangguran dan kesenjangan tetap menggunung.
Maka hati-hatilah.
Setiap ucapan kita mencerminkan siapa diri kita sebenarnya.
Apakah kita berpikir jernih dalam kerangka Islam, atau justru sedang membuka aib-aib pemikiran kita sendiri.
Islam tidak akan pernah salah.
Yang sering keliru adalah kita yang belum serius mempelajari dan menerapkannya.
Semoga Allah mengampuni kita semua, dan menjaga lisan serta akal kita dari berkata yang meremehkan agama-Nya.
Oleh: Sulistiawati Usman
Politisi Muslimah