Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Perselingkuhan Bukan Sekadar Aib Pribadi, tetapi Buah dari Sistem Liberal Sekuler

Selasa, 22 Juli 2025 | 21:00 WIB Last Updated 2025-07-22T14:00:49Z
Tintasiyasi.id.com -- Baru-baru ini, publik global dihebohkan dengan beredarnya video CEO perusahaan teknologi ternama, Andy Byron, yang tertangkap basah memeluk seorang staf wanita di konser Coldplay. Aksi yang dianggap tidak pantas tersebut lantas memicu badai kritik, spekulasi pemecatan, dan mempermalukan reputasi perusahaan. 

Ironisnya, di dunia Barat, kejadian seperti ini bukanlah hal mengejutkan. Kasus perselingkuhan tokoh publik, pemimpin perusahaan, bahkan pejabat tinggi, kerap mencuat ke permukaan dan tak jarang dianggap “Urusan pribadi” semata.

Inilah wajah sistem liberal sekuler, standar moral ditentukan oleh selera individu, bukan oleh wahyu. Akibatnya, nilai-nilai kesetiaan, kehormatan pernikahan, dan batasan interaksi lawan jenis kian terkikis.

Yang paling tragis, perselingkuhan tak lagi dipandang sebagai tindakan tercela, tapi sekadar kesalahan sosial atau pelanggaran etika korporasi bukan dosa yang harus dihindari dan ditebus.

Sekularisme dan Liberalisme Biangnya 

Sistem kehidupan di Barat dibangun di atas asas sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Agama hanya menjadi urusan privat, tidak mengatur hubungan sosial, ekonomi, hingga moral publik.

Ketika akidah tidak dijadikan pondasi dalam berperilaku, maka hawa nafsu menjadi raja dan hukum atas dasar "Semau gue" asal tidak merugikan orang lain. Urusan doa? Apa kata nanti.

Liberalismelah yang mengajarkan bahwa setiap orang bebas melakukan apa saja, termasuk dalam hubungan laki-laki dan perempuan, selama saling suka sama suka lanjut pacaran hingga berzina.

Maka tak heran, budaya pergaulan bebas, hubungan gelap, kumpul kebo bahkan perselingkuhan dianggap wajar.

Ruang kerja, media, hiburan, hingga media sosial dipenuhi konten-konten yang memancing syahwat dan mengaburkan batas aurat dan interaksi. Semua ini membuka pintu besar bagi zina dan pengkhianatan terhadap janji suci pernikahan.

Islam Menutup Pintu Menuju Zina

Islam hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam dan penjaga kemuliaan manusia. Dalam persoalan interaksi antara laki-laki dan perempuan, Islam sangat tegas. Tidak hanya melarang zina, tetapi juga segala hal yang mendekatinya.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Isra ayat 32

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."

Rasulullah Saw bersabda,

“Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, yang pasti akan dialaminya. Kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lidah zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah menyentuh, kaki zinanya adalah melangkah, dan hati berkeinginan serta berangan-angan, dan kemaluanlah yang membenarkan atau mendustakan itu.”
(HR. Muslim)

Islam mengatur pergaulan dengan batas-batas jelas, seperti menutup aurat, menjaga pandangan, tidak berkhalwat (berdua-duaan), dan memisahkan ruang publik antara laki-laki dan perempuan ketika memungkinkan. Semua ini bukan karena Islam menghambat kebebasan, tapi justru untuk menjaga kehormatan dan martabat manusia.

Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Al-Jawabul Kafi menyatakan bahwa zina adalah puncak dari semua bentuk kemaksiatan dalam hubungan antar lawan jenis. Ia menegaskan pentingnya menjaga mata dan hati, karena itu adalah gerbang menuju kehancuran moral.

Syaikh Yusuf al-Qaradhawi dalam bukunya Al-Halal wal Haram fil Islam juga menyatakan bahwa pencegahan zina dimulai dari menjaga adab pergaulan. Kebebasan yang kebablasan dan pornografi di ruang publik adalah racun sosial yang harus dihentikan.

Cara Islam Melakukan Pencegahan Sistemik

Islam tidak hanya memberi solusi individual, tapi juga solusi sistemik melalui penerapan syariat Islam secara menyeluruh di bawah institusi Khilafah Islamiyah. Berikut cara khilafah mencegah perselingkuhan dan perzinahan,

Pertama, menerapkan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam. Sistem ini menanamkan sejak dini bahwa zina dan perselingkuhan adalah dosa besar dan kehinaan. Anak-anak diajarkan adab, kesopanan, tanggung jawab, dan ketakwaan.

Pendidikan seks berbasis syariah diberikan secara terarah sesuai jenjang usia, bukan kebebasan seksual seperti dalam sistem liberal. Remaja didorong untuk menikah jika sudah mampu secara fisik dan finansial.

Kedua, syariat Islam mengatur interaksi pria dan wanita dengan aturan baku, seperti larangan khalwat (berduaan tanpa mahram), berdasarkan hadis riwayat Bhukari dan Muslim)

 "Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita kecuali disertai mahramnya."

Kewajiban menundukkan pandangan, berdasarkan Al-Qur'an surah. An-Nur ayat 30–31,

 "Katakanlah kepada laki-laki beriman: 'Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya'."

Menutup aurat dengan sempurna, tidak berpakaian vulgar atau membangkitkan syahwat. Pemilahan ruang publik, jika memungkinkan, seperti sekolah, rumah sakit, kendaraan, atau tempat kerja, untuk mengurangi potensi fitnah dan zina.

Ketiga, negara wajib mengontrol media. Khilafah akan menghapus konten pornografi, erotisme, dan budaya liberal dari media. Semua karya seni, hiburan, dan informasi disaring agar sesuai syariah. 

Tidak ada tayangan romantisasi zina dan perselingkuhan.Tidak ada iklan yang mengeksploitasi tubuh perempuan. Media diarahkan untuk membangun kesadaran moral dan keimanan.

Keempat, fasilitasi pernikahan. Khilafah memudahkan pernikahan dan menghilangkan hambatan finansial atau administratif yang menyulitkan, seperti disederhanakannya mahar.

Bahkan negara bisa memberi subsidi bagi pemuda yang hendak menikah tapi belum mampu serta tidak ada biaya administrasi yang memberatkan.

Kelima, penerapan sistem ekonomi yang menjamin kesejahteraan. Perselingkuhan dan zina sering terjadi karena tekanan ekonomi atau lingkungan kerja yang campur baur tanpa batas. 

Maka, dalam khilafah, negara mewajibkan suami menjadi pencari nafkah dan menjamin lapangan kerja bagi laki-laki. Perempuan tidak diwajibkan bekerja, apalagi bercampur baur di lingkungan yang berpotensi fitnah.

Keenam, adanya sanksi (uqubat) terhadap pelaku zina dan perselingkuhan. Jika Belum Menikah (Ghayru Muhshan) akan dihukum cambuk 100 kali di tempat umum.

 “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera.”
(QS. An-Nur: 2)

Tidak boleh ada rasa belas kasihan yang menghalangi penegakan hukum tersebut. 

Jika sudah menikah (Muhshan) harus dihukum rajam sampai mati di tempat umum.

"Sesungguhnya Allah telah menetapkan jalan (hukuman) bagi mereka. Jika orang yang sudah menikah berzina, maka rajamlah dia." (HR. Muslim)

Dengan demikian, khilafah bukan hanya memberi sanksi kepada pezina, tapi mencegah dari akarnya, menutup pintu-pintu zina, mendidik masyarakat dengan akidah dan akhlak.

Kasus Andy Byron hanyalah satu contoh dari krisis moral yang ditimbulkan oleh sistem liberal sekuler. Selama kehidupan diatur berdasarkan hawa nafsu dan bukan petunjuk Ilahi, skandal seperti ini akan terus berulang, bahkan dianggap hal biasa. 

Islam hadir membawa solusi tidak hanya bagi individu, tapi juga sistem kehidupan secara menyeluruh. Kini saatnya umat Islam menyadari, bahwa hanya dengan kembali kepada Islam secara kaffah melalui penerapan syariah dalam naungan Khilafah Islamiah marwah manusia, keluarga, dan masyarakat bisa benar-benar terlindungi dari racun kebebasan yang menyesatkan.[]

Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)

Opini

×
Berita Terbaru Update