Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Penghinaan terhadap Nabi, Luka bagi Umat Islam

Jumat, 11 Juli 2025 | 07:04 WIB Last Updated 2025-07-11T00:04:41Z

Tintasiyasi.id.com -- Beberapa kartunis majalah satir ditangkap otoritas Turki setelah menerbitkan ilustrasi yang dinilai menyinggung agama karena dianggap menggambarkan Nabi Muhammad dan Nabi Musa. Kartun itu memicu kecaman luas dari pemerintah dan kelompok konservatif.

Presiden Recep Tayyip Erdogan menyebut karya tersebut sebagai "provokasi keji" kejahatan kebencian Islamofobia dan menegaskan bahwa pemerintah tak akan mentolerir penghinaan terhadap nilai-nilai sakral umat Islam.

Sementara itu, sejumlah organisasi masyarakat sipil mengkritik langkah penangkapan tersebut sebagai bentuk represi terhadap kebebasan berekspresi. Mereka menilai tindakan pemerintah berlebihan dan menambah catatan buruk iklim kebebasan pers di Turki.

Dalam laporan Reporters Without Borders tahun 2024, Turki menempati posisi ke-158 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers dunia, dengan sorotan terhadap tekanan berat terhadap jurnalisme dan kebebasan berpendapat (CNBCIndonesia.com, 5/7/2025).

Kasus kartunis kembali menghina Nabi Muhammad Saw tentu saja menambah daftar panjang tindakan biadab yang menyakiti hati lebih dari 1,8 miliar umat Islam di seluruh dunia. 

Penghinaan terhadap Nabi bukan sekadar ekspresi seni atau kebebasan berbicara seperti yang disuarakan kaum liberal, tapi merupakan kejahatan yang menyerang kehormatan umat Islam dan kemuliaan Rasulullah Saw.

Sungguh mengherankan, negeri dengan mayoritas Muslim seperti Turki pun ikut terjerumus dalam arus liberal sekuler yang membolehkan penghinaan terhadap simbol-simbol suci Islam atas nama "demokrasi" dan "hak berekspresi".

Di mana marwah dan kecintaan kita kepada Rasulullah? Mengapa negara-negara Muslim hanya bisa mengutuk tanpa tindakan tegas? Bandingkan dengan masa kekhilafahan di mana tahun 1909, Prancis dan beberapa negara Eropa ingin mementaskan drama teater yang menghina Nabi Muhammad Saw.

Khalifah Abdul Hamid II dari Daulah Khilafah Utsmaniyah saat itu langsung mengirim surat protes keras dan mengancam hubungan diplomatik jika pertunjukan tidak dihentikan dan hasilnya negara-negara Barat membatalkan pertunjukan tersebut karena takut dengan tekanan dari khalifah.

Dalam kitab As-Saarim Al-Maslul karya Ibnu Taimiyah, diceritakan,

Seorang Zindiq (munafik yang pura-pura Islam) di masa Khalifah Harun Ar-Rasyid menghina Rasulullah Saw. Ia membuat syair yang merendahkan Nabi.

Khalifah Harun berkata,

"Kalau bukan karena dia pura-pura Islam, sudah lama aku penggal kepalanya."

Tapi setelah terbukti ia adalah zindiq, khalifah langsung memerintahkan untuk membunuhnya sebagai bentuk penjagaan terhadap kehormatan Rasulullah Saw.

Oleh karena itu hukuman yang tepat bagi para penghinaan Nabi Saw adalah hukuman mati.

Para ulama seperti Imam Malik, Imam Ahmad, dan Ibnu Taimiyah sepakat,

"Barangsiapa menghina Rasulullah Saw. maka hukumnya adalah dibunuh baik dia Muslim maupun kafir dzimmi

Tanpa taubat. Karena hinaan kepada Nabi adalah bentuk serangan langsung terhadap risalah Islam.

Pecah Dua Kubu Antara Pembela Nabi dan Pendukung Kebebasan Berekspresi

Tapi lucunya, di bawah sistem liberal penghinaan terhadap Nabi Saw justru menciptakan dua kubu, yaitu pembela Nabi Saw dan pemuja kebebasan berekspresi. Ini bukan sekadar beda opini, tapi ini benturan dua cara pandang terhadap kehidupan. 

Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan menilai manusia diberi kebebasan berekspresi termasuk hak untuk menghina agama, Nabi, atau simbol suci. Mereka menganggap semua kritik sah-sah saja, bahkan terhadap Tuhan.
Dampaknya, penghinaan terhadap Nabi dianggap hak pribadi, bukan kejahatan.

Sedangkan Islam memandang bahwa kebebasan berekspresi ada batasnya dan tidak boleh melanggar syariat, apalagi menghina Nabi Saw.

Bagi umat Islam, Nabi Muhammad Saw adalah manusia termulia, Nabi bukan tokoh biasa beliau utusan Allah dan penghinaan padanya adalah penghinaan terhadap Islam dan Allah Swt. Maka penghinaan terhadap Nabi bukan sekadar "pendapat", tapi kejahatan serius yang wajib dihukum.

Dunia Islam sudah terlalu sering disakiti dan diprovokasi, tapi negara-negara Muslim lemah, bungkam, dan tidak bertindak.

Oleh karena itu, umat butuh kepemimpinan Islam. Selama umat Islam hidup di bawah sistem sekuler yang membiarkan agama dihina, maka perpecahan akan terus ada.

Hanya Khilafah Islamiyah satu-satunya institusi yang bisa menyatukan suara umat Islam, menindak tegas penghina Nabi Saw dan melindungi kehormatan Islam di level global. Tidakkah kita merindukannya?

Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)

Opini

×
Berita Terbaru Update