TintaSiyasi.id -- Baru-baru ini, majalah satire LeMan di Turki kembali memicu kemarahan umat Islam dengan menerbitkan kartun yang dianggap menghina Nabi Muhammad SAW. Kartun tersebut menggambarkan sosok yang diduga Nabi Muhammad dan Nabi Musa berjabat tangan di atas kota yang hancur akibat konflik bersenjata. Presiden Turki, Erdogan menegaskan bahwa pelaku akan dimintai pertanggungjawaban secara hukum.
Bukan sekali dua kali, kasus penghinaan ini bukan hal baru. Faktanya kebebasan berekspresi seringkali menjadi alat pelecehan terhadap simbol-simbol suci umat Islam. Bukan lagi sekadar perbedaan pendapat, tapi sudah menyentuh ranah penghinaan bagi keyakinan umat.
Sistem demokrasi yang mengagungkan kebebasan berekspresi justru membuka peluang bagi mereka yang ingin merendahkan ajaran Islam. Bebas membuat kartun, tulisan, atau konten lain yang memprovokasi. Padahal, ajaran Islam menjaga kehormatan dan nilai-nilai yang dibawa oleh Nabi.
Tapi mirisnya, penghinaan terhadap Nabi tidak hanya datang dari luar. Ketika sebagian umat Islam sendiri mengabaikan atau menolak ajaran Nabi, itu juga dianggap sebagai bentuk penghinaan yang melemahkan dan merusak fondasi iman.
Padahal menjaga kemuliaan Nabi adalah kewajiban seluruh umat Islam. Sampai kapan umat Islam terus menjadi korban penghinaan atas nama kebebasan berekspresi?
Allah SWT berfirman dalam QS Ali Imran ayat 31 yang artinya:
"Katakanlah (Muhammad), 'Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Mencintai Allah harusnya diwujudkan dengan mengikuti Rasul, beserta syariat yang dibawanya. Menghina Nabi Muhammad SAW bukan hanya menyakiti hati umat Islam, tapi juga bertentangan dengan perintah Allah.
Untuk melindungi kemuliaan Nabi dan umat Islam dari penghinaan yang berulang, penerapan sistem pemerintahan yang berdasarkan syariat Islam adalah hal yang mutlak. Sistem khilafah merupakan bentuk pemerintahan yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah, mengatur seluruh aspek kehidupan umat secara menyeluruh, termasuk penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku penghina Nabi Muhammad SAW. Dalam sistem ini, khalifah dipilih melalui bai’at oleh umat dan bertanggung jawab menjalankan syariat secara konsisten. Ia dapat dikoreksi dan bahkan diberhentikan jika menyimpang dari aturan Islam.
Khilafah memiliki struktur pemerintahan yang lengkap, mulai dari administrasi, peradilan, keamanan, hingga pengelolaan keuangan, semua berdasarkan hukum Islam. Sanksi terhadap penghinaan Nabi sangat jelas dan tegas, berlaku bagi siapa saja tanpa terkecuali—baik Muslim maupun non-Muslim. Sejarah membuktikan bahwa Khilafah mampu menjaga kehormatan agama dan umatnya dengan efektif, memberikan sanksi berefek jera bagi pelaku penghinaan.
Berbanding terbalik dengan sistem demokrasi yang mengedepankan kebebasan tanpa batas, khilafah menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban sesuai dengan standar syarak. Dengan sistem ini, umat tidak lagi menjadi korban penghinaan yang berulang, melainkan terlindungi secara hukum dan sosial sesuai dengan syariat Islam. Wallahu a'lam. []
Oleh: Azhar Nasywa
(Aktivis Mahasiswa)