TintaSiyasi.id -- Salah satu majalah satire LeMan menerbitkan sebuah kartun yang menghina Nabi, sehingga memicu kemarahan publik. Meski disangkal oleh pemilik media dan telah dilakukan perintah penangkapan, rakyat Turki tetap tidak bisa menerimanya. Ilustrasi kontroversial itu menampilkan dua sosok berjabat tangan di langit dengan latar konflik bersenjata. Banyak pihak menyimpulkan bahwa gambar tersebut menyerupai Nabi Muhammad saw. dan Nabi Musa as. Seolah-olah kartun tersebut menggambarkan perang antara Israel dan Iran yang terjadi selama 12 hari ini.
Dalam siaran televisi, Erdoğan berpidato menyebutkan bahwa gambar itu sebagai "kejahatan kebencian Islamofobia". Dikutip dari The Guardian pada Sabtu (5/7/2025), ia menyatakan, "Kami tidak akan membiarkan siapa pun menghina Nabi kami dan tokoh suci agama lainnya. Para pelaku nantinya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan hukum."
Dalam pemberitaan di Istanbul hari Selasa, 1 Juli 2025, ada empat orang ditahan polisi di Turki terkait dengan penerbitan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad. Penyelidikan yang dilaksanakan jaksa Istanbul sedang berlangsung. Untuk sementara, mereka ditahan atas dasar kejahatan "penghinaan terhadap nilai-nilai agama di depan publik."
Kebebasan Berekspresi Terus Mengusik Umat Islam
Kebencian terhadap Islam telah membutakan hati mereka dan memakai cara apa saja untuk terus menghancurkan dan merendahkan Islam. Dengan mengatasnamakan kebebasan yang dipuja-puja dalam sistem demokrasi, mereka melegalkan pembuatan karikatur yang terang-terangan menghina umat Islam.
Akar Masalah
Apa akar masalahnya?
Jawabannya adalah, akar masalahnya berada pada landasan hukum yang dipakai oleh sistem hari ini, yaitu asas demokrasi yang tidak lain adalah suatu sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga aturan dan perundang-undangan dalam kehidupan dirancang berdasarkan kehendak manusia semata, termasuk dengan sistem sanksi. Kebebasan berbicara, berpendapat, dan bertingkah laku yang dijamin dalam sistem demokrasi menjadi lahan subur munculnya para penista agama.
Kebebasan seolah-olah menjadi dewa pada sistem ini, yang dibungkus dengan ide HAM. “Semua orang bebas berbuat, bahkan melecehkan agama sekalipun.” Negara Barat-lah yang mengusung ide kebebasan yang dikemas dalam kata HAM, seolah-olah memberi kebebasan bagi mereka untuk merendahkan agama.
Selain itu, mereka (negara Barat) memasukkan ide liberalisme yang mereka kirim ke negeri ini melalui film, tayangan-tayangan, buku-buku bacaan, musik, atau berbagai acara lainnya seperti stand-up comedy. Tujuan mereka adalah ingin memasukkan gaya hidup liberal tersebut ke negeri ini. “Inilah perang budaya, ghazw ats-tsaqāfī. Harus kita lawan!”
Sikap Umat Islam
Sikap umat Islam sangatlah jelas: “Kita harus melindungi agama kita dari segala bentuk pelecehan, penistaan, atau apa pun itu namanya. Bukan muslim jika kita diam saja melihat agama kita dihina.”
Peradaban Islam dibangun atas asas akidah yang lurus, yaitu akidah Islam. Peradaban Islam tidak dibangun untuk mendapatkan manfaat materi semata, apalagi hanya memuaskan nafsu kebebasan. Peradaban Islam terefleksi secara praktis dalam Daulah Khilafah Islamiyah.
"Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: 'Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.' Katakanlah: 'Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?'"
(QS. At-Taubah: 65)
Islam memiliki mekanisme untuk menjaga kemuliaan Islam melalui penerapan sistem Islam dalam kehidupan oleh Khilafah. Sejarah panjang telah membuktikan hal tersebut dan bahkan diakui oleh sejarawan Barat yang objektif.
Para pelaku seharusnya dihukumi dengan hukum Islam. “Tentu saja, negara dalam hal ini pemerintah yang harus memberikan hukuman tersebut. Namun, mampukah negara yang menerapkan sistem kapitalisme melakukan itu?”
Jawabannya: negara yang mampu melakukannya dan punya komitmen untuk menjaga dan melindungi agama dari segala bentuk penistaan ataupun pelecehan hanyalah Khilafah Islamiyah. Untuk itu, umat butuh Khilafah sehingga harus ada upaya mewujudkannya segera.
Selain itu, Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan untuk para penghina Nabi Muhammad. Syariat telah menentukan dengan detail beragam sanksi untuk mereka—baik yang menghina secara langsung dan jelas substansi penghinaannya maupun penghinaan dengan pernyataan yang multitafsir—siapa pun pelakunya, baik kafir harbi, kafir dzimmi, ataupun Muslim.
Wallāhu a‘lam bish-shawāb.
Oleh: Fitri Susilowati
(Aktivis Muslimah)