TintaSiyasi.id -- Pengantar
Terbongkarnya kasus perdagangan bayi lintas negara di Bandung, Jawa Barat memang mengejutkan publik. Bahkan, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat mengungkap sindikat jual beli bayi tersebut telah menjual sebanyak 24 bayi ke Singapura. Berdasarkan informasi, setiap bayi dijual dengan harga Rp 11 juta hingga Rp 16 juta, tergantung kondisi dan permintaan. (beritasatu.com, 15/7/2025)
Namun sungguh, kasus serupa telah banyak terjadi di berbagai tempat di Indonesia. Itu bisa dibuktikan dengan kita mencari jejak digital kasus perdagangan bayi, maka akan muncul kasus serupa dengan berbagai modus di berbagai kota berbeda di Indonesia. Sangat miris!
Dalam kasus perdagangan bayi lintas negara kali ini, terdapat temuan keterlibatan pegawai Dukcapil. Seperti yang diwartakan mediaindonesia.com (18 Juli 2025), Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menindaklanjuti temuan keterlibatan pegawai Dukcapil dalam sindikasi perdagangan bayi yang terjadi di Bandung, Jawa Barat.
Ironis memang, aparatur negara yang seharusnya menjadi penjaga serta pelindung masyarakat, tetapi menjadi tangan panjang tindak kejahatan tersebut.
Bagaimana perdagangan bayi melibatkan oknum Dukcapil dalam Jaringan TPPO internasional?
Apa dampak perdagangan bayi yang melibatkan oknum Dukcapil dalam Jaringan TPPO internasional?
Bagaimana solusi memberantas perdagangan bayi dalam Jaringan TPPO internasional?
Menyingkap Perdagangan Bayi yang Melibatkan Oknum Dukcapil dalam Jaringan TPPO Internasional
Keterlibatan oknum aparatur negara dalam kasus perdagangan bayi lintas negara diakui bukanlah kali pertama. Menurut Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin sebelumnya dalam kasus serupa juga pernah terjadi pemalsuan dokumen terdiri dari dokumen Kartu Keluarga (KK), akta kelahiran, Kartu Tanda Penduduk (KTP), hingga paspor.
Ternyata, meskipun melanggar Pasal 77 UU No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) dalam hal manipulasi data kependudukan, tetap saja iming-iming uang mampu menggelapkan mata oknum aparatur negara. Bahkan, setelah adanya digitalisasi data adminduk pun masih ada celah terjadi tindakan pemalsuan dokumen. Begitu lemahnya sistem keamanan di internal Dukcapil sehingga berpotensi membuka ruang manipulasi dokumen lebih banyak lagi.
Persoalan ini membuktikan arah pandang kapitalistik telah mengakar dalam diri individu hingga membangun masyarakat yang amoral demi meraup pundi-pundi kekayaan. Nampak, ibu pun rela dan tega menjual bayi yang telah dikandungnya susah payah ditukar dengan uang belasan juta.
Begitu pula dengan oknum Dukcapil selaku aparatur negara yang memiliki wewenang pun menyalahgunakan jabatannya. Legalitasnya yang memiliki akses terhadap dokumen legal (akta lahir, KTP, kartu keluarga) dalam beberapa kasus dimanfaatkan untuk memalsukan atau memanipulasi dokumen dengan “mensahkan” identitas baru bayi hasil perdagangan.
Sindikat TPPO internasional dalam perdagangan bayi yang melibatkan oknum Dukcapil mengindikasikan bahwa kejahatan ini sudah terstruktur dan sistemis dengan memanfaatkan kelemahan sistem negara. Sistem kapitalistik hari ini yang menopang dunia menjadikan bayi pun sebagai komoditas yang layak diperdagangkan. Amoralitas yang dibangun kapitalisme global telah mengakar dari individu, masyarakat, negara, hingga dunia. Inilah realitas sistem kehidupan yang penuh kapitalistik hari ini.
Dampak Perdagangan Bayi yang Melibatkan Oknum Dukcapil dalam Jaringan TPPO Internasional
Dampak perdagangan bayi yang melibatkan oknum Dukcapil dalam Jaringan TPPO internasional, di antaranya:
Pertama, dampak terhadap korban yaitu bayi tersebut akan kehilangan identitas aslinya. Terlebih bayi merupakan korban yang paling rentan karena tidak memiliki kemampuan untuk membela diri.
Kedua, dampak terhadap negara. Keterlibatan oknum Dukcapil dalam perdagangan bayi lintas negara akan menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi negara. Sekaligus akan menambah citra buruk negara di hadapan dunia, memberi bukti nyata ketidakmampuan negara memberikan perlindungan terhadap anak. Rasa aman yang tidak mampu diberikan terutama kepada anak-anak juga menampakkan kegagalan negara.
Ketiga, dampak terhadap sistem hukum dan administrasi. Terbukanya celah pemalsuan data serta pelanggaran atas wewenang oknum aparatur negara akan dapat membuka potensi kejahatan serupa. Ini juga membuktikan adanya kelemahan pengawasan di dalam internal birokrasi.
Solusi Memberantas Perdagangan Bayi dalam Jaringan TPPO Internasional
Perdagangan bayi bukan hal yang dibenarkan dalam kondisi apapun. Namun, dalam sistem kehidupan kapitalistik hari ini, apa pun yang dapat menghasilkan uang akan menjadi celah munculnya kejahatan, termasuk perdagangan bayi.
Pemikiran kapitalistik telah membangun amoralitas individu hingga masyarakat. Maka solusinya adalah dengan mencabut akar permasalahan ini. Ini karena pemikiran kapitalistik yang telah mengakar akan tetap dapat menciptakan celah untuk mewujudkan keinginannya yang didasarkan pada materi dengan berbagai cara.
Di tengah kehancuran peradaban yang dibangun oleh kapitalisme global, Islam mampu hadir memberi solusi komprehensif bagi seluruh persoalan kehidupan manusia, khususnya perdagangan bayi. Allah SWT mengamanahkan kepengurusan rakyat kepada negara. Dalam riwayat Al-Bukhari, Rasulullah Saw. bersabda, "Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya."
Islam menjadikan anak sebagai aset bangsa yang strategis karena merupakan generasi penerus untuk mewujudkan dan menjaga peradaban Islam yang mulia. Bagi orang tuanya anak juga menjadi milik yang berharga yang akan dilindungi dengan penuh tanggung jawab.
Pertama, negara memiliki kewajiban menjaga nasab. Maka, menjadi sebuah keharaman memalsukan identitas dan menjual anak.
Kedua, negara menjamin kesejahteraan dan memenuhi semua kebutuhan pokok tiap individu rakyatnya. Dalam hal ini tidak akan memunculkan celah perdagangan bayi yang disebabkan oleh kemiskinan.
Ketiga, sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam. Kepribadian Islam yang tercetak dari sistem pendidikan ini menjadikan semua individu bertanggung jawab melindungi anak-anak, termasuk orang tuanya dan semua pihak termasuk aparat negara. Para pemegang jabatan tunduk pada aturan Allah SWT karena meyakini tugasnya sebagai ra’in (penggembala) yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Semua pihak juga meyakini adanya pertanggungjawaban atas perannya dalam kehidupan. “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari-Muslim).
Keempat, sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Penegakan hukum berdasarkan syariat, seperti hudud dan takzir. Dalam Islam, perdagangan manusia (termasuk bayi) termasuk bentuk jarīmah (kejahatan berat) karena melanggar hak asasi dan martabat manusia. Pelaku yang menculik, menjual, atau memalsukan identitas untuk eksploitasi dihukumi sebagai muhārib (perusak di muka bumi) dan layak mendapat hukuman berat. Dikenakan takzīr sesuai kadar kejahatannya (penjara, pengasingan, bahkan hukuman mati jika merusak sistem masyarakat). []
#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst
Oleh: Dewi Srimurtiningsih
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo