Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Lahir Tak Aman, Hidup Terancam

Selasa, 29 Juli 2025 | 09:25 WIB Last Updated 2025-07-29T02:25:58Z

TintaSiyasi.id -- Perdagangan bayi kembali menjadi kasus yang menggemparkan Indonesia, setelah terakhir yang menghebohkan adalah kasus penjualan bayi oleh oknum bidan di Yogyakarta. Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat telah berhasil menangkap koordinator jaringan penjualan bayi lintas negara yang diduga telah beroperasi sejak 2023. Destinasi penjualan bayi-bayi tersebut adalah Singapura, dan Pontianak menjadi basecamp. Ironisnya, kasus ini turut menyeret keterlibatan oknum pegawai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), yang membantu memalsukan dokumen akta kelahiran untuk menyamarkan identitas bayi. (www.tempo.co, 22/07/2025) Realitas ini menunjukkan bahwa sistem yang ada saat ini tidak mampu memberikan perlindungan hakiki bagi anak-anak.

Akar persoalan yang menyebabkan terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), termasuk di dalamnya perdagangan bayi, di antaranya adalah:

1. Negara Tidak Hadir sebagai Penjaga Nyawa dan Kehormatan Anak
Negara saat ini lebih berperan sebagai pengelola data dan perumus kebijakan formal ketimbang sebagai pelindung sejati anak-anak. Perlindungan yang diberikan bersifat reaktif, sering kali hanya menyentuh permukaan. Tidak memiliki sistem pencegahan yang tangguh dan akurat.

2. Tata Kelola Administrasi yang Korup dan Longgar
Adanya pegawai Dukcapil yang ikut terlibat dalam memfasilitasi sindikat perdagangan bayi tidak bisa dianggap hal sepele. Ini menunjukkan bahwa sistem administratif negara yang ada saat ini longgar dan bisa dimainkan. Sistem pengawasan internal dan integritas aparatur negara terbukti lemah.

3. Sistem Kapitalisme yang Komersialistik
Sistem kapitalisme sekuler memandang segala sesuatu, termasuk manusia, sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan. Maka, bukan perkara yang mengherankan jika kasus anak-anak dijual kemudian muncul, bahkan terjadi eksploitasi seksual dan ekonomi. Ketika materi menjadi satu-satunya tolok ukur, nilai kemanusiaan pun terpinggirkan.

4. Lemahnya Struktur Sosial dan Moral Masyarakat
Maraknya perdagangan bayi juga tak lepas dari runtuhnya institusi keluarga. Banyak kasus bayi dijual akibat terjadinya kehamilan di luar nikah, kemiskinan, atau ketidaksiapan mental orang tua. Kondisi ini mencerminkan bahwa masyarakat telah kehilangan sistem nilai sebagai benteng moral mereka.

Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam sebagai sebuah sistem yang diturunkan Allah SWT, jika diterapkan secara totalitas akan menjadi rahmat bagi seluruh alam, termasuk bagi anak-anak. Islam memandang anak sebagai amanah yang harus dijaga kehormatannya, hak hidupnya, dan masa depannya.

Islam telah menetapkan bahwa negara bertanggung jawab penuh untuk melindungi jiwa dan kehormatan warganya, termasuk anak-anak. Negara wajib menyediakan sistem pencegahan, penanganan, hingga pemberian sanksi bagi siapa pun yang mengancam keselamatan dan masa depan anak.

Kebijakan Islam bukan sekadar tambal sulam administratif, melainkan dirancang dari asas akidah Islam untuk menciptakan keamanan hakiki bagi seluruh rakyat.

Islam memiliki seperangkat hukum yang sangat tegas untuk mencegah terjadinya kejahatan terhadap anak. Pelaku perdagangan manusia dapat dikenai hukuman berat, seperti penjara, pengasingan, atau bahkan hukuman mati jika tindakannya menyebabkan kematian atau kerusakan besar dalam masyarakat.

Oknum aparatur yang menyalahgunakan wewenang akan dikenai sanksi tegas, karena dalam Islam, pemimpin dan pegawai negara adalah pelayan umat, bukan penguasa yang kebal hukum.

Islam tidak membiarkan persoalan keluarga menjadi urusan pribadi semata. Islam meniscayakan terciptanya kondisi sosial yang kondusif: mulai dari pendidikan berbasis akidah, hingga kondisi sosial masyarakat yang mencerminkan syakhsiyah Islamiyah. Dengan begitu, anak lahir dari keluarga yang siap secara mental, moral, dan ekonomi.

Islam menolak eksploitasi manusia dalam bentuk apa pun. Tidak ada ruang untuk menjadikan anak sebagai komoditas. Adopsi dalam Islam dilakukan sebatas untuk mengambil alih tanggung jawab pengasuhan, bukan adopsi penuh yang memutus nasab. Dengan demikian, akan mampu mencegah manipulasi identitas dan penyalahgunaan wewenang seperti yang terjadi dalam kasus sindikat penjualan bayi.

Kita tak bisa lagi menutup mata terhadap kebobrokan sistem saat ini. Kasus sindikat penjualan bayi ini bukanlah kejadian satu kali, tapi merupakan manifestasi dari kerusakan sistemik: lemahnya hukum, rusaknya birokrasi, dan tercerabutnya nilai moral dalam masyarakat.

Jika kita benar-benar ingin melindungi anak-anak kita, maka perlu ada perubahan mendasar dalam cara pandang dan tata kelola negara. Hanya dengan menerapkan Islam secara kaffah dalam sistem kehidupan dan pemerintahan, nyawa anak-anak bisa dijaga, kehormatannya dijunjung, dan masa depannya dijamin. Sudah saatnya kita mencampakkan sistem rusak buatan manusia dan kembali pada sistem adil dan sempurna yang datang dari Sang Pencipta.


Oleh: Erlis Agustiana
Aktivis Muslimah



Opini

×
Berita Terbaru Update