Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Menyibukkan Diri dengan Perbaikan Diri: Jalan Selamat di Tengah Kegilaan Dunia

Minggu, 13 Juli 2025 | 05:59 WIB Last Updated 2025-07-12T22:59:24Z

Tintasiyasi.ID-- Refleksi Spiritual atas Nasehat Sayyid Abdul Qadir al-Jailani
“Sibukkanlah dirimu dengan perbaikan dirimu. Tinggalkanlah desas-desus serta kegilaan dunia.”
– Sayyid Abdul Qadir al-Jailani rahimahullah

Pendahuluan: Dunia yang Penuh Suara, Tapi Sepi Makna

Kita hidup di zaman yang hiruk-pikuk. Segalanya bergerak cepat: informasi, opini, hiburan, dan ambisi. Di tengah derasnya arus media sosial, kita diseret oleh desas-desus yang tak pernah padam. Kita tergoda untuk ikut dalam keramaian, menanggapi segala hal, membahas segala orang, menilai segala urusan—namun sering lupa pada satu hal terpenting: diri kita sendiri.

Sayyid Abdul Qadir al-Jailani, seorang wali besar yang hidup dalam keheningan yang bercahaya, mengingatkan dengan tajam dan dalam:
"Sibukkanlah dirimu dengan perbaikan dirimu. Tinggalkanlah desas-desus serta kegilaan dunia."

Nasihat ini adalah obat bagi jiwa yang lelah dan hati yang resah. Ia adalah petunjuk bagi siapa saja yang ingin hidup damai, terarah, dan dekat dengan Allah SWT.

1. Kesibukan yang Paling Mulia: Perbaikan Diri

Di antara seluruh kesibukan dunia—bisnis, politik, pendidikan, perdebatan, bahkan dakwah—yang paling utama dan tidak boleh tertinggal adalah tazkiyatun nafs (pensucian diri).
Rasulullah SAW diutus bukan hanya untuk membawa hukum, tapi untuk membersihkan jiwa manusia:
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul dari kalangan mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan jiwa mereka, dan mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada mereka.”
(QS. Al-Jumu’ah: 2)

Perbaikan diri bukan pekerjaan seminggu, sebulan, atau setahun. Ia adalah proyek seumur hidup. Karena itu Sayyid al-Jailani menasihati: sibukkan dirimu. Jangan remehkan pekerjaan ini. Jangan ditunda. Karena saat engkau sibuk memperbaiki dirimu, Allah akan sibuk memperbaiki hidupmu.

2. Bahaya Desas-Desus: Racun Jiwa yang Mematikan

Desas-desus (ghibah, fitnah, rumor, spekulasi, dan gosip) adalah racun yang membunuh perlahan. Ia memalingkan perhatian manusia dari apa yang penting menuju apa yang tidak berguna. Bahkan lebih dari itu, ia merusak hubungan, menumbuhkan prasangka, dan memicu kebencian.

Rasulullah SAW bersabda:
"Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia mengatakan segala hal yang ia dengar." (HR. Muslim)

Media sosial telah mempercepat penyebaran desas-desus ini. Dengan satu klik, kita bisa menebarkan opini yang belum tentu benar. Kita ikut berkomentar, mengejek, menyindir, bahkan mencaci—padahal kita belum tentu mengenal kebenarannya.

Sayyid al-Jailani berkata: tinggalkanlah desas-desus. Itu bukan tugasmu. Tugasmu adalah membenahi hati, memperbaiki amal, dan mendekatkan diri pada Allah. Jangan habiskan energi untuk sesuatu yang akan menjadi beban di akhirat.

3. Kegilaan Dunia: Pangkal Kesesatan Jiwa

Apa itu kegilaan dunia? Ia adalah cinta berlebihan terhadap dunia, hingga membuat seseorang lupa akhirat. Ia adalah kecanduan popularitas, haus kekuasaan, tamak terhadap harta, atau gila pujian. Dalam bahasa Al-Qur'an, ini disebut:
"Alhākumu al-takāthur. Ḥattā zurtumu al-maqābir."
“Bermegah-megahan telah melalaikan kalian, sampai kalian masuk ke dalam kubur.”
(QS. At-Takatsur: 1–2)

Kegilaan dunia membuat seseorang menilai kesuksesan hanya dengan jabatan, kendaraan, rumah, dan jumlah followers. Padahal ukuran keberhasilan menurut Allah bukanlah itu, melainkan taqwa, keikhlasan, dan kejujuran hati.

Sayyid al-Jailani mengajak kita: Tinggalkan kegilaan dunia. Ambillah secukupnya, jangan diperbudak. Gunakan dunia untuk mencapai akhirat, bukan sebaliknya. Jangan tukar cahaya iman dengan gemerlap yang palsu.

4. Jalan Menuju Ketenangan Hati

Ketika seseorang sibuk memperbaiki dirinya, menjauhi desas-desus, dan meninggalkan kegilaan dunia, maka Allah akan anugerahkan ketenangan sejati. Hatinya damai, lisannya dijaga, pikirannya jernih, dan hidupnya terarah.

Inilah orang-orang yang hatinya lapang dalam kesempitan, karena mereka tahu bahwa yang paling penting bukan bagaimana orang menilainya, tapi bagaimana Allah memandangnya.

Rasulullah SAW bersabda:
“Beruntunglah orang yang sibuk dengan aibnya sendiri sehingga tidak sempat mengurusi aib orang lain.”
(HR. al-Bazzar)

5. Menjadi Cermin Kebaikan, Bukan Cermin Celaan

Setiap orang pasti punya kekurangan. Tapi yang mulia adalah mereka yang menyadari kekurangannya lalu memperbaikinya. Jangan menjadi cermin yang hanya bisa mencela orang lain, tapi jadilah cermin yang menatap wajah sendiri dan bertanya: "Sudahkah aku menjadi hamba yang lebih baik hari ini?"

Perbaikan diri akan memantulkan cahaya ke sekitar. Ia seperti mata air yang menyegarkan taman-taman di sekitarnya. Orang yang memurnikan dirinya akan menjadi teladan, bukan penceramah yang hanya menyalahkan.

Penutup: Kemenangan Ruhani di Tengah Kekacauan Dunia

Di tengah dunia yang gaduh, sibuk, penuh tekanan, dan ilusi, nasihat Sayyid al-Jailani adalah mercusuar yang memandu kita menuju pantai keselamatan.
“Sibukkanlah dirimu dengan perbaikan dirimu. Tinggalkanlah desas-desus serta kegilaan dunia.”

Inilah jalan sufi, jalan jiwa-jiwa yang merdeka. Jalan orang-orang yang menundukkan ego, memperbaiki batin, dan hidup hanya untuk mencari ridha Allah.

Doa dan Harapan

“Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hamba yang sibuk dengan memperbaiki diri kami sendiri. Jauhkan kami dari lisan yang ringan menyebar desas-desus, dan dari hati yang mencintai dunia secara berlebihan. Anugerahkan kepada kami kekuatan untuk melihat aib kami sendiri, dan kesabaran untuk memperbaikinya hingga akhir hayat kami.”

Oleh. Dr Nasrul Syarif M.Si.  (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana  UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update