Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Beri Ayah Pekerjaan Layak untuk Memutus Rantai Kemiskinan, Bukan Sekolah Rakyat

Selasa, 29 Juli 2025 | 09:45 WIB Last Updated 2025-07-29T02:45:19Z
TintaSiyasi.id -- Dilansir dari menpan.go.id (21/7/2025), pemerintah mengumumkan Program Sekolah Rakyat melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 8 Tahun 2025. Program ini dipromosikan sebagai terobosan strategis untuk memutus rantai kemiskinan antargenerasi dengan menyediakan akses pendidikan gratis bagi anak-anak miskin dan miskin ekstrem.

Gagasan ini tentu terdengar manis—anak-anak miskin diberi kesempatan sekolah tanpa biaya. Namun, bila kita melihat akar masalah kemiskinan di Indonesia, pertanyaan besar muncul: apakah benar kemiskinan bisa diputus hanya dengan jalur pendidikan khusus?

Masalah mendasar kemiskinan bukanlah sekadar ketiadaan sekolah, melainkan ketidakmampuan kepala keluarga, terutama para ayah, mendapatkan pekerjaan layak dengan gaji mencukupi. Selama para ayah tetap menganggur atau terjebak pekerjaan informal berupah rendah, pendidikan gratis sekalipun tak akan cukup mengangkat martabat keluarga. Sebab, kemiskinan mereka bukan karena malas bekerja, tetapi karena sistem ekonomi yang gagal menyediakan lapangan kerja bermartabat.

Sekolah Rakyat dan Ancaman Kesenjangan Baru

Selain itu, alih-alih meratakan kualitas pendidikan, Sekolah Rakyat justru berpotensi melahirkan kesenjangan baru. Anak-anak miskin diarahkan ke sekolah dengan fasilitas seadanya, kurikulum terbatas, dan minim sarana pendukung. Sementara itu, anak-anak dari keluarga mampu tetap menikmati sekolah unggulan dengan fasilitas lengkap dan guru berkualitas tinggi. Situasi ini menciptakan stigma sosial bahwa “Sekolah Rakyat = sekolah orang miskin.”

Dalam jangka panjang, stigma ini berbahaya. Anak-anak miskin tumbuh dengan rasa rendah diri, sementara anak-anak kaya semakin menikmati keunggulan jaringan sosial dan akademik. Akibatnya, ketimpangan bukan terhapus, tetapi diwariskan lintas generasi.

Padahal, pendidikan dalam Islam bukanlah hak istimewa untuk segelintir kelas sosial, melainkan hak seluruh rakyat dengan standar fasilitas yang sama. Rasulullah saw. tidak pernah memisahkan madrasah untuk miskin dan kaya—semua belajar dalam lingkaran ilmu yang setara.

Cara Islam Menjamin Kesejahteraan Rakyat

Islam menegaskan negara bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda:

“Imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini bukan sekadar seruan moral, tapi kewajiban syar‘i. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Nizhamul Iqtishadi fil Islam menjelaskan:

“Negara wajib menjamin setiap individu rakyatnya agar terpenuhi kebutuhan dasar secara sempurna, dan menyediakan sarana agar mereka dapat memenuhi kebutuhan sekunder sesuai kemampuan.”

Kebutuhan dasar mencakup pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pekerjaan yang memungkinkan rakyat memenuhi nafkah keluarganya secara mandiri. Pendidikan anak adalah bagian dari kewajiban negara, tetapi prioritas utama tetap memastikan kepala keluarga punya penghasilan halal dan cukup.

Dalam sistem khilafah, negara mengelola sumber daya alam dan kepemilikan umum seperti minyak, gas, tambang, hutan, dan laut yang jumlahnya melimpah di negeri ini. Kekayaan ini haram diprivatisasi atau diserahkan pada korporasi asing.

Keuntungannya masuk ke baitul mal (kas negara) untuk membiayai kesejahteraan rakyat, termasuk menciptakan lapangan kerja produktif. Solusi khilafah bukan memberi “bantuan sementara,” tapi memastikan setiap ayah bekerja layak dengan gaji cukup.

Dengan pekerjaan bermartabat, mereka mampu membiayai kebutuhan keluarga tanpa harus menunggu belas kasihan program pemerintah. Anak-anak pun dapat sekolah dengan tenang tanpa diskriminasi fasilitas.

Tiga Langkah Inti Khilafah untuk Mengatasi Kemiskinan dan Kesenjangan Pendidikan

Pertama, lapangan kerja produktif dan layak. Negara akan mengembangkan sektor riil seperti pertanian, industri halal, dan infrastruktur sehingga membuka jutaan pekerjaan bermartabat. Upah ditetapkan adil, cukup memenuhi nafkah keluarga sesuai standar hidup layak, bukan sekadar upah minimum.

Kedua, distribusi kekayaan yang adil. Kekayaan alam dikelola negara untuk rakyat. Hasilnya dipakai membiayai pendidikan gratis berkualitas dan layanan publik lain, tanpa membedakan kaya-miskin.

Ketiga, pendidikan gratis dan setara. Semua anak berhak mengenyam pendidikan gratis dengan fasilitas sama. Tidak ada label “Sekolah Rakyat” untuk miskin dan “Sekolah Unggulan” untuk kaya. Kurikulum fokus membentuk kepribadian Islam, kecakapan hidup, dan keilmuan tinggi.

Namun, selama Indonesia masih mengadopsi sistem kapitalis, solusi kemiskinan selalu tambal sulam. Program seperti Sekolah Rakyat hanya menutupi gejala, bukan mengobati sebab. Sumber daya tetap dikuasai segelintir korporasi, sementara jutaan rakyat berebut pekerjaan informal.

Kapitalisme memandang pendidikan sebagai investasi individu, bukan kewajiban negara. Akibatnya, lahirlah kesenjangan fasilitas: sekolah elite dengan teknologi canggih untuk yang kaya dan sekolah seadanya untuk yang miskin.

Oleh karena itu, kemiskinan hanya bisa diputus jika negara menjamin pekerjaan layak untuk setiap kepala keluarga dan menyediakan pendidikan gratis yang setara untuk semua anak. Sistem khilafah menawarkan mekanisme ini.

Dengan mekanisme di atas, maka rantai kemiskinan benar-benar terputus, bukan sekadar dipoles lewat program sektoral. Tanpa perubahan sistem menuju Islam kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah, maka selamanya Sekolah Rakyat hanya akan menjadi plester di atas luka yang jauh lebih dalam.

Oleh: Nabila Zidane
Jurnalis

Opini

×
Berita Terbaru Update